Sebuah Nama Sebuah
Cerita
Hari ini
penerimaan rapor sekolah ! Dan yaa.. aku juga sudah menebak hasil raporku untuk
semester ini. Hmm.. memang tidak terlalu buruk sih, tapi peringkat satu yang
biasanya selalu aku dapatkan, sekarang nggak lagi. Aku hanya mendapat peringkat
6. Hmm.. cukup jauh merosot kebawah ! Aku sedikit kecewa dan menyesal juga
karna selama ini aku terlalu banyak lalai dalam tugas sekolah. Dan yaa.. ini
memang resikoku ! Aku harus terima itu !
“ Ajiee... ayaangku yang pinteer !
Selamat ya sayaaang, nilai kamu bagus !” tegur Nenji ketikaku duduk terdiam
melihat raporku ditaman sekolah.
“ Bagus apanya yang ? Jauh merosot
gini... “ tuturku cemberut mendengar ucapannya tadi.
“ Hah ?? sini liat !” Nenji langsung
mengambil raporku dan melihat semua nilaiku. “ Ini namanya merosot yaang ?? Jadi
ini termasuk buruk dong buat kamu ? Gila... ! Bagusnya gimana ?? Aku aja nggak
pernah dapetin angka 9 di rapor. Ni kamu lumayan banyak nih ! 1..2..3... hmm
ada 3! Ini mah bagus banget namanya yang ! Yaa walaupun peringkatnya jauh
menurun, seenggak – enggaknya nilainya bagus ! Kok kamunya nggak bersyukur gitu
sih yang ?”
“ Iya aku bersyukur ! Tapi tetep aja
sedih yaang. Tapi ini memang kesalah akunya juga.. yaudahlah mau diapain lagi L’.”
“ Hmm.. jangan cemberut gitu dong !
Kalo bersyukur tu senyuumm ! ni liat ! Kayak aku gini... !” ujar Nenji senyum
sambil nyengir ngeliatin semua giginya. Mencoba menghiburku..
“ Hehe.. jelek tau ! Udah ah.. jangan
nyengir kayak gitu !” aku sedikit terhibur dengan apa yang dia lakukan untuk
menghilangkan kesedihanku ini.
“ Hmm.. supaya kamu nggak sedih lagi,
gimana kalo seharian ini kita pergi ngedate berdua ! Nonton, sorenya ke pantai
liatin sunset, malamnya kita dinner, dan habis itu aku kerumah kamu, trus ke
kamar kamu, lalu kita tidur berdua. Hahahaha... “ canda Nenji tertawa lepas
setelah menyudahi ucapannya itu.
“ Hah ? Tidur berdua ? Belum juga
tamat SMA ! Udah mau buat aku bunting kamuu ??” balasku sambil ikut tertawa
dengannya.
“ Bunting ?? Mang kamu hewan apa yang,
pake bunting segala. Hahaha.. ya nggak lah cintaku ! Kalo cowok yang bener –
bener sayang sama pasangannya itu, dia nggak akan mungkin ngambil keperawanan
ceweknya sebelum menikah. Itu namanya nafsu, bukan cinta lagi. Aku mencintai
kamu, bukan karena nafsu, tapi karna hatiku.” Tutur Nenji yang mulai serius
dengan omongan gombalnya itu.
“ Wohoo.. mulai ngegombal lagi !
Haha.. yaudah pergi yuuk ! Ngapain lama – lama disini ?” balasku.
“ Bukan gombal lagi ! Enak aja !
Yaudah.. kita pergi. Rute pertama kita makan dulu ya, laper ni ! Okey ?”
“ Okey !” jawabku.
Kami langsung berjalan menuju parkiran
mobil. Sepanjang jalan, Nenji terus memuji nilaiku. Dibandingin nilainya aku
memang jauh lebih bagus. Nenji sebenarnya pintar, dia aktif sekali dalam proses
belajar dikelas. tapi dia sering malas untuk ngerjain tugas. Jadi banyak
tugasnya yang belum masuk, dan nilainya banyak yang kurang deh.
“ Kak Debraaa !” suara seorang gadis
berteriak memanggil namaku ketika aku mau masuk kedalam mobil Nenji. Aku
langsung membalikkan badan melihat siapa gadis itu.
“ Yoesi ???!” seruku kaget melihat Yoesi,
adeknya Yoga ada disini.
“ Aku daritadi udah keliling sekolah
cari kakak, tapi nggak ketemu – ketemu juga. Ternyata kakak disini.. udah mau
pulang aja ya kak ? Aku kangen sama kakak, aku pengen cerita – cerita. Terutama
tentang ibu kak... “ raut wajah Yoesi langsung berubah ketika dia menyebutkan
Ibunya.
“ Memangnya ibu kenapa ?” tanyaku
heran.
“ Kenapa sih semenjak bang Yoga pergi,
kakak nggak pernah lagi main kerumah jengukin Ibu ? Malahan sebelum bang Yoga
pergi juga, kakak udah nggak pernah lagi main kerumah. Kakak sibuk banget yaa ?
Sampe – sampe nggak ada waktu lagi buat kami ?”
“ Bukannya gitu dek.. tapi “
“ Ini siapa ? Pacar barunya kak Debra yaa?”
potong Yoesi melihat Nenji berdiri disampingku sejak kami berbincang tadi.
“ Iya.. kamu adeknya kak Yoga ya ? Kenalin
nama kakak, Nenji. Manis banget yaa kamu.“ tutur Nenji dengan sangat ramah
sambil mengusap rambutnya Yoesi.
“ Iya aku adeknya Yoga. Nama aku
Yoesi. “ balas Yoesi dengan tersenyum.
“ Kamu kangen banget ya sama kak Debra
? Yaudah kalo gitu kita jalan bareng yuuk.. kamu udah makan belum ? Sekalian
aja yuk, kita pergi sama – sama ! “ ajak Nenji pada Yoesi dengan senyuman ramah
dan penyayang yang tak pernah lepas dari bibirnya itu.
“ Aku memang kangen sama kak Debra.
Tapi bukan hanya aku aja. Mama aku juga kangen banget sama Kak Debra. Aku
kesini, karna mama ku yang nyuruh untuk membawa kak Debra kerumahku. Mama
kangen banget sama Kak Debra, kakak bisa kan kerumah sekarang ?” tanya Yoesi
berharap padaku.
“ Emm.. tapi dek kakak nggak bisa
sekarang. kakak ada janji. Besok atau lusa pasti kakak bakal kesana. “ jawabku.
Terang saja,
aku pasti harus menjawab ini. Karna sebelumnya aku telah meng-iyakan rencana
Nenji untuk menghabiskan waktu seharian ini bersamanya. Aku nggak mungkin batalinnya
gitu aja. Aku nggak enak sama Nenji.
“ Rumah kamu dimana ? Kakak antar
kerumah ya, sekalian ngantar Debra kesana juga hari ini. Tapi kakak boleh ikut
nggak dek kerumah kamu juga sekarang ?” ujar Nenji pada Yoesi. Senyuman yang
selalu saja tak pernah lepas dari bibirnya itu.
“ Sekarang ? Tapi bukannya kita...”
“ Udah kapan – kapan aja. Lain kali
juga bisa. Kita kerumah Yoesi aja sekarang dulu. Dia udah capek – capek jemput
kamu gini. “ tutur Nenji padaku.
Aku melihat
dan menatap wajah Nenji. Wajah yang penuh dengan keikhlasan. Aku nggak ngerti
kenapa Nenji malah mengusulkan ini. Bukannya seharusnya dia cemburu, aku lebih
memilih keluarga Yoga daripada jalan sama dia ?? Kenapa Nenji malah memilih
suatu pilihan yang jelas bisa menimbulkan kecemburuan kalau dipasangan –
pasangan lainnya.
“ Kakak boleh ikut nggak ? Ya kalau
misalnya nggak juga nggak apa – apa. Kakak antar aja kalian dulu. Yuuk naik
mobil !” ajak Nenji yang langsung berbalik arah untuk memasuki mobilnya lagi.
“ Boleh kok kak ! Boleh banget lagi !
Malahan tadinya, aku juga mau ngajak kakak, kalau kakak mau. Kebetulan banget !
Yaudah kita pergi sama – sama yuuk kak Debra !” ucap Yoesi dan kemudian menarik
tanganku untuk segera masuk kedalam mobil.
Memang tidak heran melihat Nenji yang tak
pernah henti – hentinya mengajak Yoesi berbicara sepanjang perjalanan menuju
kerumahnya ini. Bahkan nggak jarang, Yoesi sering tertawa lepas mendengar
banyolan – banyolan dari Nenji. Aku memang mengakui, siapapun yang mengenal
Nenji, nggak butuh waktu yang lama untuk mereka bisa akrab seperti ini. Nenji
yang sudah dikenal banyak orang, sebagai anak yang supel, ramah, dan mudah
bergaul dengan siapa saja. Nilai positif dia yang membuatku kagum sampai
kapanpun.
“ Akhirnya sampai juga ! Hehehe...
ayuuk turun kak !” seru Yoesi dengan semangatnya dan langsung turun dari mobil.
“ Maaaa..... kak Debra udah dateng ni
!!!” teriak Yoesi yang langsung masuk kedalam rumahnya.
Aku terdiam didalam mobil. Aku terpaku
melihat rumah ini. Rumah yang penuh banyak kenangan bersama Yoga. Benar apa
yang dibilang Yoesi, aku sudah terlalu lama tidak pernah lagi main kesini.
Banyak banget yang berubah dari rumah Yoga sekarang, yang sama sekali nggak aku
tahu. Dan kini, setelah sekian lama aku nggak pernah lagi kesini, ini untuk
pertama kalinya aku akan menginjakkan kakiku dirumah ini lagi.
Ariyoga Beraldi ! Sebuah nama yang
mungkin akhir – akhir ini sudah terlupakan olehku. Tapi akan selalu ada
dihatiku selamanya. Kekasih yang dulu sangat aku cintai. Aku yang begitu
terpukul ditinggal olehnya. Dan kini, semuanya mulai cukup pupus setelahku
bertemu dengan Nenji.
Bayang wajah Yoga, yang biasanya
selalu ada dibenakku, kini perlahan mulai sirna digantikan dengan bayang wajah
Nenji yang selalu menghiasi hari – hariku. Aku yang kini sudah bangkit ! Aku
yang kini dengan semangat baru menghadapi masa depan yang sudah menantiku.
Akankah aku masih kuat bertahan seperti ini, jika masa lalu itu kembali datang
menghampiriku ?? Aku sudah cukup kuat dan begitu tegar untuk melakukan semua
ini, sesuatu yang nggak pernah aku inginkan sebelumnya. Namun sekarang harus
kujalani.
“Ya Tuhan...
apa aku benar – benar kuat untuk bisa menginjakkan kakiku kembali dirumah ini ?
Masa lalu yang sangat membuatku terpukul selama ini. Rumah yang begitu banyak kenangan
antara aku dengan Yoga. Apa aku benar – benar sanggup ??” ucap batinku yang
membuatku masih terdiam duduk dimobil Nenji dan belum juga siap untuk masuk
kedalam rumah Yoga ini.
“ Kamu belum
kuat buat masuk kerumah Yoga lagi ?” tanya Nenji hati – hati padaku.
“ Aku takut
ji..... “ suaraku lirih mengatakannya.
“ Kamu takut kenapa ?” tanya Nenji
lagi lembut.
“ Aku takut, aku..... aku nantinya nggak
bisa keluar lagi dari lubang ini. Aku takut nggak bisa Ji. “ ucapku dengan
suara yang sudah mulai serak.
“ Kenapa kamu mesti takut sih ? Kamu
nggak percaya adanya aku disini ? Ra.... lihat ! Aku masih ada disini buat kamu
! Aku nggak akan mungkin biarin kamu kayak dulu lagi. Aku nggak akan mungkin
biarin kamu jatuh kedalam lubang yang sama. Ra... kamu harus yakin sama aku.
Aku pasti bisa bikin kamu tenang lagi. Jangan pernah kamu takutin ini Ra. Aku
nantinya yang pasti akan membuat kamu keluar dari lubang itu lagi. Inget Ra..
ada aku disini ! Kamu jangan pernah takut ! Aku akan selalu ada disamping kamu
! Kamu turun yaa... kasian Yoesi sama Ibunya. Aku juga ikut bersama kamu kok. “
tutur Nenji menggenggam tanganku, menguatkanku. Hatiku lebih baik dan tenang
mendengar ucapan Nenji.
“ Kakak nggak mau turun yaa ?” tanya
Yoesi yang tiba – tiba datang lagi menghampiri mobil Nenji dengan wajah yang
tampak sedikit sedih dan kecewa.
“ Iyaa.. kakak pasti turun kok dek !”
jawabku yang langsung membuka pintu mobil Nenji. Dan kemudian masuk kedalam
rumah Yoga bersama Nenji juga.
Isi didalam rumah Yoga masih sama,
begitu juga dengan tatanan didalamnya. Hanya saja, bagian luar rumahnya yang
banyak mengalami perubahan. Rumah yang dihiasi banyak pajangan foto. Hatiku
sangat pilu, melihat wajah ini kembali dihadapanku. Wajah lembut yang biasanya
selalu meneduhkan hatiku. Rasa rindu ini kembali menyeruak dihatiku. Tanpa aku
sadari, air mataku mulai menetes lagi. Cepat – cepat ku hapus, agar tak
terlihat oleh Nenji. Bagaimanapun juga aku harus menjaga perasaanya. Nggak
selamanya Nenji bisa terus ikhlas membiarkanku kembali mengingat Yoga dalam
hidupku.
“ Wuaa.. kalian sempat pernah foto
keluarga juga ya sama – sama ? Haha.. lucu kamu disini yaang !“ tutur Nenji
tersenyum lepas padaku ketika melihat foto aku dan keluarga Yoga, terpajang di
ruang keluarganya ini.
“ Kami udah nganggep Kak Debra kayak
keluarga kami sendiri kak. “ balas Yoesi pada Nenji.
“ Kita kekamar Mama ya kaak ! Mama
udah nunggu dikamarnya !” ajak Yoesi pada aku dan Nenji.
Ketika aku masuk kedalam kamar Mamanya
Yoga. Aku melihat seseorang yang duduk di kursi goyang menatap keluar jendela.
Dengan rambut yang dibiarkan terurai dan acak – acakan yang keliatan sama
sekali tidak disisir. Duduk dengan tatapan yang kosong, dibaluti dengan sweater
tebal seperti orang yang kedinginan. Sesekali memegang kepalanya dan kemudian
berteriak mengaduh kesakitan. Mama........... Ini Mamanya Yoga !
“ Ma.... Kak Debra udah dateng Ma. “
sapa Yoesi lembut menegur Mamanya yang duduk di tepi jendela itu.
Mama Yoga hanya diam, sama sekali tak
menyahuti ucapan Yoesi tadi. Aku berjalan menghampirinya, dia langsung
menetaskan air mata, membelai rambutku dan kemudian mengusap lembut pipiku.
Mama Yoga, yang dulu begitu cantik dan selalu bersemangat, kini telah hilang.
Bibir putih dan sangat pucat, lingkaran matanya yang begitu hitam, badannya
yang sangat kurus dan lemah, rambut yang begitu kacau. Ada apa dengan Mama ??
Kenapa Mama bisa begini ?? Air mataku langsung jatuh dan tak kuasa ku bendung
lagi. Aku menangis dalam dekapannya.
“ Mama sakit kak..... Mama sakit udah
lama sekali. Aku nggak kuat liat keadaan mama kayak gini. “ tutur Yoesi dengan
suara serak diiringi dengan air matanya yang mulai jatuh satu persatu.
“ Mama sakit apa dek ? Sudah berapa
lama ?”
“ Mama kanker otak kak. Penyakit ini
sudah lama, bahkan sebelum Papa menceraikan mama. “
“ Papa menceraikan Mama ?? maksud kamu
??” tanyaku heran.
“ Jadi kakak belum tau yaa ? Aku sudah
menebaknya ! Kak Yoga pasti berbohong kan pada kakak ? Apa yang dia bilang sama
kakak ?”
“ Dia bilang Papa cuma menghilang dek,
itu juga kakak dapat dari isi suratnya yang dia buat sebelum dia meninggal. “
“ Jangan salahin Kak Yoga ya kak !
Kakak tau kan gimana dia ? Dia nggak pernah bikin orang panik dengan
masalahnya. Walaupun orang itu sangat dekat sekali dengannya. Setelah Mama
mulai merasakan gejala penyakitnya ini, mama periksa ke dokter. Dan ternyata Mama
tau, kalau dia menderita penyakit kanker otak. Dia diharuskan periksa dua kali
dalam seminggu, dengan biaya yang cukup mahal. Mengetahui mama punya penyakit
ini, Papa sudah mulai mencari wanita lain. Dia berselingkuh, dan kami sendiri
yang melihatnya didepan mata kami. Kami sendiri yang memergokinya sedang
berduaan di apartemen cewek itu. Kakak Yoga benar – benar marah hari itu. Aku
belum pernah melihat kak Yoga semarah itu. Dia memukuli Papa, sampai babak
belur. Aku nggak bisa melarang Kak Yoga kalau udah marah besar. Aku
membiarkannya terus memukuli Papa, melepaskan semua amarahnya. Dan esok
harinya, Papa menceraikan Mama. Dia juga sangat minta maaf sama Kak Yoga dan
aku. Semenjak itu, kami nggak pernah berhubungan lagi dengan Papa. Papa memang
selalu mengirimkan kami uang setiap bulannya. Tapi kak Yoga selalu menolaknya.
Dia kembalikan semua uang itu. Kak Yoga sangat ikhlas jika mereka memang harus
bercerai, dia juga nggak ingin dapetin uang dari Papa setelah mereka bercerai
nanti. Tapi hanya dua yang diminta Kak Yoga dari Papa, rumah dan mobilnya itu.
Selebihnya uang untuk keperluan kita sehari – hari Kak Yoga yang mencarinya.
Termasuk uang sekolah kita berdua dan biaya periksa ke Dokter Mama. Makanya Kak
Yoga terlalu sibuk. Bahkan nggak pernah punya waktu lagi untuk istirahat. Dia
selalu bekerja, bekerja, dan bekerja. Hingga membuat dia kelelahan, dan
akhirnya penyakitnya semakin meradang. Dan dia jatuh sakit dan tak bisa untuk
dipertahankan lagi.”
Ya Tuhaan..... seberat inikah masalah
Yoga ? Jadi ini kenyataan yang sebenarnya ?? Kenyataan yang selama ini selalu
menjadi tanda tanya bagiku. Yoga... aku ingin bertemu denganmu. Aku ingin
memelukmu ! Aku ingin ada disaat itu bersamamu. Saat – saat yang begitu sulit
untuk kau pikul sendiri. Maafkan aku Yoga.... !
“ Setelah Kak Yoga pergi, aku nggak
tau lagi harus bergantung pada siapa. Penyakit Mama semakin parah. Tiap malam
Mama selalu berteriak menahan rasa sakit dikepalanya. Aku menjual mobil itu.
Dan dari uang itulah, aku mencoba bertahan hidup dengan Mama. Aku
menggunakannya untuk biaya sekolahku, makan kita sehari – hari, dan biaya
periksa ke dokter mama. Tapi sekarang.. uang itu udah habis. Biaya pengobatan
Mama tambah mahal. Aku nggak punya uang lagi. Sekarang aku kerja jadi pelayan
kafe. Itupun hanya cukup untuk makan kita sehari – hari aja. Aku nggak pernah
lagi bawa Mama ke dokter. Mama juga sulit kak buat berbicara, terkadang dia
hanya tersenyum atau bahasa isyarat lainnya. Mama hanya bisa teriak dan teriak
menahan sakitnya. Aku nggak kuat lagi kak, aku nggak sanggup lagi liat Mama
terus – terusan kayak gini kak. Maafin aku kalau aku harus memanggil kakak
kesini sekarang. Maafkan aku harus memasukkan kakak lagi dalam kehidupan kami.
“ jelas Yoesi panjang lebar dengan isak tangis yang begitu pilu darinya.
Nenji yang
berdiri disamping Yoesi, langsung memeluknya. Mencoba menenangkan hatinya. Dan
Yoesi meluapkan semua tangisannya didalam pelukan Nenji. Dan aku langsung
memeluk Mamanya yang juga mengeluarkan air mata, karna mendengar penjelasan
Yoesi tadi. Mama langsung membalas pelukanku.
“ Ya Tuhaan... aku nggak nyangka kalau
masalahnya akan seberat ini. Aku janji akan membantu keluarga kamu Yoga. Aku yakin
kamu disana, pasti sangat sedih melihat keadaan keluarga kamu sekarang. Aku
janji akan menolong Yoesi dan Mama mu. Karna kalian semua adalah seperti
keluarga bagiku. Aku janji akan mengembalikan senyuman kamu dan keluargamu lagi
Yoga. Aku janji untuk itu “ batinku.
***
Waktu liburan panjangku ini, kuisi
dengan aktifitas baruku. Yaa... merawat Mamanya Yoga. Karna hampir setiap hari
Yoesi harus bekerja di kafenya. Aku nggak mungkin biarin Mama tinggal sendirian
dirumah. Jadi ketika Yoesi pergi kerja, aku yang menjaga Mamanya. Nenji juga
sering datang menemaniku menjaga Mamanya. Setelah selesai latihan di studionya,
dia langsung menyusulku kerumah Yoga. Bahkan sampai malam pun dia masih disini,
walau aku sudah pulang. Nenji baru pulang jika Yoesi telah tidur, begitu juga
dengan Mamanya.
Keakraban Yoesi dengan Nenji juga
keliatan sangat erat sekarang. Layaknya seperti kakak adik kandung. Aku melihat
sosok Yoesi yang begitu bahagia karna bisa merasakan kasih sayang seorang abang
lagi. Nenji juga menyayangi Yoesi seperti adik kandungnya sendiri. Begitu juga
dengan Mama, Nenji begitu merawatnya dengan baik. Disaat sorenya Nenji
mengantarkanku pulang, dia kembali lagi untuk membawakan makan malam buat Yoesi
dan Mamanya.
Aku benar – benar terharu melihat
kebaikan Nenji. Padahal yang dia tolong sekarang, adalah keluarga mantanku.
Tapi dia sama sekali tidak memikirkan itu.
Tapi berada dalam rumah Yoga setiap
hari juga bukan hal yang selalu diisi dengan keindahan. Aku harus kuat menahan
tangisku mendengar pekikan Mama Yoga menahan rasa sakit yang bila tiba – tiba
datang menyerang kepalanya. Dia ikat kepalanya dengan kain kecil, kemudian
menariknya agar rasa sakit ini bisa ditahannya. Ya Tuhan... melihatnya saja aku
tak sanggup lagi !
“ Aku udah nanya sama Dokter yang
merawat Mama dulu. Katanya, penyakit kanker otak Mama sudah terlalu parah.
Untuk biaya operasinya saja, mencapai 82 juta. Belum biaya untuk jasa tenaga
dokternya. Ya mungkin ada sekitar 90an untuk operasi saja. Tapi setelah
operasi, pastinya harus dirawat dan masih ada pengecekan lebih lanjut yang
membutuhkan tambahan biaya lagi. Hmm.... mau cari dimana uang sebanyak itu.
Mungkin sampai seratus juta lebih totalnya. Sedangkan Mama sekarang tambah
parah. Aku ingin Mama cepat sembuh... aku nggak kebayang kalau penyakit Mama
tambah parah lagi, dan Mama pergi , trus aku nggak punya siapa – siapa lagi.”
tutur Yoesi sedih.
“ Syuuut dek ! Kamu nggak boleh
ngomong gitu. Mama pasti bisa sembuh kok. Kamu tenang aja, kakak pasti bakal
nolong kamu. Apapun caranya.. kamu tenang aja. Nggak usah pikirin ini yaa..! “
kataku menenangkannya.
“ Makasi ya kaak ! Eh ya, tadi aku
kesekolah kak. Aku udah berhenti sekolah. “ lanjut Yoesi.
“ Berhenti sekolah ? Kenapa mesti
berhenti sih dek ?” tanya Nenji kaget mendengarnya.
“ Ya mau sekolah pakai uang apa kak ?
Ini aja udah untung kami bisa makan. Aku nggak mungkin ngelanjutin sekolah
lagi. Yaudahlah... nggak ada gunanya juga kan ?” balas Yoesi dengan raut muka
yang sedih.
“ Kakak sama sekali nggak setuju kalau
kamu berhenti sekolah. Kata siapa nggak ada gunanya ? Pokoknya kamu harus
sekolah lagi dek ! Harus !” tegas Nenji.
“ Biar kakak yang cariin uangnya
nanti. Kamu nggak usah pusing mikirinnya.” Sambungku.
“ Udahlah kak.. aku nggak mau lagi
ngebebanin kakak dan Kak Nenji. Bagi aku sekarang ini aja udah cukup ! Kakak
juga yang mau nyariin uang buat operasi Mama. Ini aja udah terlalu besar kak !!
Aku nggak mau lagi !” jawab Yoesi.
****
“ Biaya operasinya semahal itu ?”
tanya Chiko kaget ketika ku menceritakan
semuanya pada dirinya. Aku dan Nenji memang sengaja membicarakan semuanya pada
Chiko malam itu dirumahku.
“ Iya kak... Yoesi malah berhenti
sekolah juga karna ini. Gue udah janji mau bantu mereka. Tapi gue nggak tau
mesti bantu pake apa ? Uang segitu banyaknya, dimana gue bisa dapetinnya ?”
jawabku.
“ Aku punya sedikit tabungan dari
hasil manggung – manggung kecilku kemaren. Yaa.. memang sedikit sih, tapi
seenggak – enggaknya kalau kita kumpulin terus, moga aja bisa kekumpul sebanyak
itu. Ya walau kedengarannya nggak mungkin.” Sahut Nenji.
“ Nggak ! Nggak usah Ji ! Masalah Ini biarin aku yang cari uangnya
dimana. Kamu bantu kayak gini aja, udah lebih dari cukup. Nggak usah pake uang
tabungan kamu segala. Lagian, kita nggak punya banyak waktu lagi buat ngumpulin
uang. Mau nggak mau, kita harus minjem sama seseorang. Tapi aku juga nggak tau
sama siapa.” Tuturku.
“ Gimana kalau..... ya jujur gue juga
nggak mau sebenarnya. Tapi kita nggak punya cara lain, ngumpulin uang sebanyak
itu secepat mungkin. Gimana kalau kita, minta uang sama Ayah dek ?” Tanya Chiko
hati – hati.
“ NGGAK !!! Gue nggak mau ! Sampe
kapanpun gue nggak akan pernah mau untuk minta bantuan sama dia, walau seberat
apapun itu masalah. Lebih baik gue cari uang sendiri, daripada harus minta uang
dari dia. “ bentakku pada Chiko.
“ Ya tapi loe mau cari uang dimana ?
Loe sendiri yang bilang, kita nggak punya banyak waktu lagi. Kita nggak punya
pilihan lain selain ini dek !” tegas Chiko.
“ Nggak !!!! Gue tetap nggak mau !!
Gue ngomong sama loe sakarang, karna gue mau minta bantuan loe. Bukan bantuan
dia !! Kalau loe nggak mau, yaudah gue bisa cari sendiri !!”
“ Ra..... jangan ikutin ego kamu gini
dong. Pikirin Yoesi... pikirin Mama ! Apa yang dibilang Kak Chiko benar. Ayo
dong Ra.... jangan berpikiran sempit kayak gitu lagi !” sahut Nenji.
“ Sekali gue bilang nggak, tetap NGGAK
!!! terserah kalian berdua mau nolong atau nggak ! Kalau kalian nggak mau, gue
yang bakal usaha sendiri !”
Selamat Tinggal
Merahku.....
“ 100 juta ???!! Kakak mana punya uang
sebanyak itu dek ?? Uang hasil modeling kakak juga nggak cukup !” tutur Nindy,
kaget mendengar permintaan adeknya itu.
“ Gue nggak mungkin minta uang itu
pada Mama. Kalau Papa, gue nggak mau lagi ngerepotin dia. Dia udah terlalu
banyak berbuat sama gue kak. Gue nggak tahu lagi, mau minta sama siapa selain
loe.” jawab Nenji.
“ Iya gue tahu ! Tapi.... gue nggak
punya uang sebanyak itu dek !” balas Nindy.
“ Hmmm.... yaudah deh ! Jangan
bilangin sama Mama atau Papa ya, soal masalah ini. Biar gue yang usaha sendiri
aja. “ tutur Nenji yang kemudian pergi dari kamar kakaknya itu.
Nenji berjalan gontai kehalaman
samping rumahnya. Wajah Nenji yang tampak begitu galau, memikirkan apa yang
bisa dia perbuat untuk menolong Yoesi dan keluarganya. Baginya, Yoesi sudah
seperti adik kandungnya sendiri. Sudah menjadi kewajiban dia juga, untuk
menolongnya. Walau Debra, melarang keras Nenji untuk mengeluarkan uang
sepersenpun untuk menolong hal ini.
Nenji berhenti didekat pintu
garasinya. Dia berdiri menyandarkan dirinya pada tembok putih sambil terus
merenungkan cara untuk mendapatkan uang itu. Tampak Mamang Dirman, yang sedang
mencuci mobil dan motor gede Nenji. Dua barang berharga miliknya, yang begitu
sangat ia cintai. Dia tersenyum melihat indahnya dua benda itu didepan matanya.
Benda yang selalu dijaganya dengan
baik. Hampir tidak pernah telat untuk menservisnya. Karna selalu tepat dengan
waktu yang sudah ditentukan. Juga tidak pernah absen untuk ke salon mobil dan
motornya itu. Makanya sampai sekarang, kedua benda itu masih terlihat awet,
indah dan sangat bagus.
“ Mau pake mobil den ?” tanya Mamang
Dirman ketika melihat Nenji yang daritadi berdiri memerhatikan kearahnya.
“ Nggak Mang. Cuma pengen liatin aja “
jawab Nenji sambil tersenyum tipis. Kemudian kembali kewajah yang galau sendiri
dengan pemikirannya.
“ Yaudah.. Mamang kedalem dulu.
Mobilnya udah selesai mamang cuci. Motornya juga udah sekalian. “ tutr Mamang
sopan.
“ Ya Mang. Makasi ya Mang. “ balas
Nenji.
Nenji menghela nafasnya dalam – dalam.
Dia berjalan mendekati dua benda kesayangannya itu. Nenji menghampiri motor
gedenya. Motor Harley yang sudah lama sekali menjadi incarannya. Dibelai
lembutnya motor itu. Dan kemudian duduk diatasnya. Lalu dia tersenyum manis,
dan mendengkurkan kepalanya pada motor yang indah itu.
“ Harganya memang cukup... tapi gue
nggak akan mungkin ngejual ini. Gimanapun juga ini hadiah dari Papa. Sama
sekali nggak ada uang gue didalamnya. Pemberian orangtua nggak pantes buat
dijual. “ ujar Nenji didalam hatinya. Dan kemudian bangkit, lalu mencium
motornya itu.
“ Tenang aja.. loe masih tetap bersama
gue kok !” tutur Nenji tersenyum lepas pada motornya itu.
Kemudian mata Nenji beralih pada mobil
merahnya yang berdiri sangat megah dan indah. Nenji kembali menghela nafasnya
sedalam mungkin sambil memejamkan matanya. Dan sekali – kali menggelengkan
kepalanya dalam pejaman matanya itu. Perlahan – lahan ia buka kedua matanya.
Kemudian menatap si merah dengan wajah yang begitu iba.
Dia membuka pintu mobil dan duduk didalam.
Dilihatnya semua sisi dan setiap sudut si merah. Dibelai lembut jok tempat
duduknya yang juga berwarnakan merah. Mainan dan foto yang terpajang indah
didalamnya. Diputarkannya stir mobil si merah, sembari tersenyum simpul. Lalu
ia hidupkan tape didalam mobilnya. Lagu Ungu yang selalu menjadi lagu wajib
untuk diputar bila memasuki mobil ini. Enjoy Your Life dari Ungu. Aransemen
ulang lagu Ciuman Pertama yang sengaja dibuat untuk soundtrack produksi lain
yang tidak sama dengan mobilnya Toyota Celica ini. Tapi Nenji sangat menyukai
lagu ini. Karna sangat cocok untuk penghantar semangatnya untuk menyambut hari
dengan bepergian bersama si merahnya ini. Walau dia sendiri tak tau mau pergi
kemana.
Nenji kembali tersenyum untuk kesekian
kalinya. Senyuman yang begitu pilu dalam kesedihan. Lalu ia segera keluar dari
mobilnya dan masuk kedalam rumah dengan tergesa – gesa.
“ Mang.. kunci mobil tarok dimana ?”
tanya Nenji pada mamang Dirman.
“ Owh.. ini den ! Maap tadi mamang
lupa nguncinya.” Balas mamang sambil memberikan kunci itu pada Nenji. Cepat –
cepat diambil Nenji dan kemudian ia berlari lagi ke arah garasi mobilnya. Entah
apa yang ingin dilakukan Nenji, wajahnya keliatan sangat serius dan antusias
waktu itu.
“ Dia kenapa mang ? Nenji mau kemana
?” tanya Nindy heran melihat tingkah adiknya itu yang tampak keliatan aneh.
“ Nggak tau neng ! Dia Cuma minta
kunci aja !” jawab Mamang.
Nenji langsung masuk kedalam mobilnya.
Dan melajukannya sekencang – kencang mungkin. Entah apa yang ada dipikiran
Nenji waktu itu. Dia seperti menguji adrenalinnya, dengan kecepatan yang begitu
tinggi. Dia hanya menatap lurus kedepan, dan membiarkan musik didalam mobilnya
tetap hidup melantunkan lagu – lagu kesayangannya.
Nafas Nenji yang tampak sedikit tak
stabil, mata yang begitu menyala. Sesekali memejamkan matanya dan kemudian
mengambil nafas sedalam mungkin. Mata yang sudah mulai berkaca – kaca, yang tak
tau apa penyebabnya. Dia tetap melaju dan terus melaju sekencang - kencangnya
dan tak tau ke arah mana. Sepertinya tak ada tempat yang ingin dituju Nenji.
Yang dia tau sekarang, hanyalah pergi dengan simerah, dan terus mengemudikannya
sekencang mungkin.
Dijalanan, dia tak henti – hentinya
memejamkan mata, dan kemudian membukanya lagi. Dia megingat semua kenangan
manis dengan mobilnya ini. Semua kenangan indah mulai dari hari pertama dia
mendapatkannya.
2 years
ago......
“
Nenjiiiiiiiiiiiiiiiiiiii !!! Banguuuun ! Eh kebo ! Bangun gi.. tidur mulu !”
ajak Kakak cantiknya, Nindy.
“ Apaan sih kak ? Gue capek tau !! Loe
nggak ngerti gue kerja seharian ya dari kemaren? Ntar sore juga gue mesti masuk
lagi. Ijinin gue tidur bentar kenapa sih ?” ketus Nenji.
“ Udah bangun ! Nggak boleh tidur lagi
! Dan nggak usah kerja juga ntar sekalian ! Udah ayuuk.. ikut gue ke depan
sekarang ! Ayuuuuk !” ajak Kakaknya dengan semangat, sambil menarik tangan
Nenji untuk bangkit.
“ Iyaiya !! Bawel deh loe !!” tukas
Nenji yang kemudian bangkit dari tempat tidurnya.
Sambil berjalan sempoyongan, Nenji
mengikuti kakaknya yang sangat bersemangat pagi itu.
“ Tutup mata dulu !! Dan pada hitungan
ketiga, loe baru boleh buka mata loe ! Okey !” ujar Nindy.
“ Apaan sih ?? Bawel amat ! Udah deh
buka aja !”
“ Nggak ! Tutup duluuuu !!”
“ Iyaiya !” Nenji memejamkan matanya.
Dan Nindy langsung memulai hitungannya, “ Satuuu.... Duaaaa.... Tigaaaa !!!”
seru Nindy yang langsung membuka pintu rumahnya.
Nenji
langsung membuka matanya.dan dia kaget, melihat Papanya berdiri dengan gagahnya
disamping benda yang berwarna merah sambil memegang kunci ditangannya. Kemudian
mengangkatkannya, memperlihatkan pada Nenji benda apa yang ada ditangan dan
dibelakangnya ini.
Nenji langsung melompat kegirangan
kearah Papanya. Dia langsung memeluk Papa dengan rona bahagia yang begitu meluap dari
hatinya. Dia nggak pernah henti – hentinya berteriak karena senangnya.
“ Celicakuuuuuuuuuu !!! Si
meraaaaaaahkuuuu !! Ahhay !! Makasi banyak ya Allah !! Yuhuuuuuuu............ !
“ seru Nenji sambil mengililingi mobil celica yang sudah lama ia tunggu itu.
Nenji tak pernah henti – hentinya menciumi mobil itu.
“ Pa... sini kuncinya !! Gue mau
terbang dulu sama si merah cantik ini ! Hahaha !“ kata Nenji begitu
bersemangat.
Dia
langsung masuk kedalam mobilnya, dan melajukan mobil itu sekencang mungkin
dengan rasa bahagia yang begitu meluap dihatinya. Mengucapkan Alhamdulillah
berulang – berulang kali. Dan Thanks God !! Yang dia tau sekarang, hanyalah
melajukan mobil ini dengan rasa bahagianya. Tak perlu dan tak penting kemana
arah mobil ini melaju. Dia hanya ingin mengemudikannya. Membawa terbang si
merah bersamanya.
***
Mungkin hal itulah yang ingin diulang
Nenji sekarang. Gimana dia melajukan mobil ini untuk pertama kalinya dua tahun
yang lalu. Dan sekarang, dia kembali ingin merasakan hal itu. Terbang entah
kemana bersama si merah kesayangannya.
Tapi keliatannya sekarang, Nenji mulai
memelankan mobilnya. Seperti ingin berhenti di gedung perusahaan yang tinggi
itu. Ya.. perusahaan itu adalah perusahaan milik keluarga Nenji. Tempat Papanya
bekerja sebagai direktur disana. Nenji langsung turun dan masuk kedalam gedung
tinggi itu.
Tanpa harus melapor dulu, Nenji
langsung berlari menaiki anak tangga untuk menuju ke lantai atas. Tak ada
satupun yang mencegatnya. Karna semua tahu, dia adalah anak pemilik perusahaan ini.
Malahan ketika dia berlari, semua orang menundukkan kepalanya, memberikan
penghormatan pada Nenji.
“ Mau cari Bapak tuan ?” tanya
sekretaris Papa pada Nenji, sebelum ia masuk kedalam ruangan papanya itu.
“ Ya.. Papa ada didalam kan ?” tanya
Nenji.
“ Iya ada... tapi Bapak bilang, dia
belum mau terima tamu dulu sekarang. Soalnya bapak ada pekerjaan, dan tidak
bisa diganggu dulu.”
“ Ada hal penting yang mau saya
bicarakan !” tukas Nenji. Nenji langsung membuka pintu ruangan Papanya. “
Eia... inget ! Saya bukan tamu ! Saya adalah anaknya !” tegas Nenji pada
sekretaris Papa sebelum dia masuk kedalam ruangan itu.
“Lain kali hargai pekerjaan sekretaris
Papa. Dan masuklah dengan sopan ! Jangan menyelonong dengan berlari – larian
dibawah seperti tadi. Tidak enak dipandang tamu yang datang.” Tegur Papa ketika
Nenji baru menginjakkan kaki diruangannya.
“ Maaf. “ singkat Nenji yang memang
keliatan sangat tak bersemangat hari itu. Wajah yang sedih dan lemah. Beban
pikiran yang semakin berat menghimpitnya.
“ Ada perlu apa kamu kesini ? Apa yang
biasa Papa bantu ?” tanya Papa Nenji tanpa basa – basi terlebih dahulu.
Dia sudah
mengetahui watak anaknya. Dia tidak akan mungkin mencari Papanya, jika tidak
ada hal yang begitu sulit ia lakukan sendiri, sehingga perlu mendapat bantuan
dari seorang Papanya. Nenji bukanlah anak yang manja yang selalu meminta sesuatu
pada Papanya. Selama hal itu masih bisa ia lakukan sendiri, dia pasti akan
melakukannya tanpa perlu bantuan dari siapapun.
“ Aku perlu uang 100 juta. Mungkin
juga lebih.. boleh aku meminjamnya ? Aku janji akan menggantinya. Tapi.......
aku tidak bisa memastikan kapan waktunya uang itu bisa diganti semua.” Ucap
Nenji dingin dan penuh harapan.
“ Sudah bilang sama Mama kamu ?” tanya
Papa lagi.
“ Belum ! Aku juga tidak ingin, Mama
tau tentang hal ini !”
“ Kalau gitu Papa tidak bisa
memberikannya. “
“ Pa.. tolong aku ! Aku mohon.... uang
ini untuk membantu nyawa seseorang. “ pinta Nenji dengan muka memelas.
“ Nenji... Papa tidak akan mungkin
memberikan kamu uang sebanyak itu tanpa sepengatauhan Mama kamu. Inget Nenji...
yang punya semua perusahaan adalah Mama kamu ! Papa hanya bertugas
mengelolanya. Bagaimanapun juga, dia berhak mengetahui hal sebesar ini. Dia
pasti akan menanyai Papa tentang kemana uang ini perginya.”
“ Tapi Papa sendiri tahu kan, Mama
nggak akan ngasih izin jika ini ada hubungannya dengan Debra ! Papa sendiri
tahu, gimana bencinya Mama sama Debra. Dia nggak akan mungkin memberikannya Pa.
Ayolah Pa... tolong aku !! Aku mohon.......” ucap Nenji melemah pada Papanya.
Tatapan mata yang begitu berharap mendapatkan jawaban iya dari Papanya itu.
“ Papa tetap tidak bisa memberikannya.
Pulanglah....... ! Papa masih banyak pekerjaan ! “ suruh Papa. Nenji tetap
berdiri mendengkurkan kepalanya. Dia tidak mau bergerak sedikitpun. Kemudian ia
memegang dadanya dan memejam mata sejenak. Seperti menahan sesak tangis didalam
dada.
“ Kalau begitu, tolong gunakan
kekuasaan Papa untukku. Agar semuanya bisa berjalan dengan cepat. Tolong.....
bantu aku.....” Nenji begitu sulit untuk melanjutkan kalimatnya lagi. Dia
berusaha mengucapkannya, tapi begitu susah.
“ Bantu aku... mencarikan teman Papa
atau siapapun yang bisa dengan
cepat.............................untuk...........untuk membeli mobilku.” Ucap
Nenji terbata – bata, dan menghela nafasnya.
Wajah yang
begitu sulit untuk melakukan hal ini terpancar dari sorotan matanya juga. Papa
hanya diam, dan menatap mata Nenji dalam – dalam. Papa sama sekali tidak
bergeming. Dia hanya ingin melihat keseriusan anaknya mengucapkan kata – kata
itu.
Kemudian Papa mengambil telfonnya. Dia
mulai memencet nomor telepon yang ingin ditujunya.
“ Andi.... tolong carikan sekarang
juga orang yang mau membeli mobil Toyota Celica berwarna merah. Yaa......
seperti punya anak saya itu. “ Papa terdiam sejenak menunggu balasan dari Andi,
ajudan Papa.
“ Okey ! Saya tunggu dia nanti malam
di kantor. Saya akan langsung memberikan mobilnya malam ini juga.” Lanjut Papa
kemudian menutup telfonnya.
“ Beruntung sekali ! Ada orang yang
sudah lama mengincar tipe mobil seperti punyamu. Dia sudah punya uangnya. Sore
ini juga, dia akan mentransferkannya ke rekeningku. Biar aku nantinya, yang
akan mentransferkan lagi kedalam rekeningmu. Uangnya bisa kamu terima hari ini
juga.” Jelas Papa.
Nenji mengangguk pelan dan tetap saja
mendengkurkan kepalanya kebawah. “Ini kunci mobilku ! Makasih Pa . Aku mohon,
tolong jangan beritahukan Mama soal ini.“ Nenji meletakkan kunci mobilnya
diatas meja Papa.
Gerakan yang
begitu lamban, benar – benar keliatan sangat berat untuk memberikan itu. Ia
tampak berusaha menahan diri. Dan kemudian membalikkan badannya, dan keluar
dari ruangan Papa. Langkah yang begitu lemas dan sangat berat untuk ia lakukan.
Namun ini adalah pilihannya.
Sangat jauh berbeda dengan waktu
pertama Nenji datang kesini tadi. Nenji yang tadi lari tergesa – gesa dan
menyelonong masuk ke ruangan Papanya. Kini, berjalan sangat pelan seperti tak
berdaya lagi untuk melakukan sesuatu. Sangat lemas dan terasa berat untuk
melangkah.
Ketika pintu keluar otomatis dari
perusahaan Papa terbuka, Nenji melangkahkan kakiknya keluar dan kemudian
terdiam, berhenti untuk melangkah. Dia palingkan wajahnya kearah kanan, tempat
si merah diparkirkan. Lagi – lagi, senyum kesedihan itu terpancar dari bibir
Nenji. Matanya yang sudah mulai berkaca – kaca. Dan kemudian ia berjalan
manghampiri mobilnya itu.
Di usap – usapnya mobil itu dengan
lembut. Dan kemudian mencium atap dari mobilnya itu. Dan air mata itupun kini
telah jatuh. Nenji adalah orang yang begitu sulit untuk menangis. Dia orang
yang begitu tegar dan kuat. Namun kini, dia nggak bisa lagi menahan airmatanya
untuk menetes. Jelas saja, ini adalah hal yang terberat dalam pilihan hidupnya.
Si merah yang dia bilang cinta pertamanya kini telah pergi. Kini telah ia
lepaskan dan pasti takkan bersamanya lagi.
“ Maafin gue ya cantiik ! Tenang aja..
suatu saat gue pasti akan ngerebut loe lagi ke tangan gue ! Pasti.... ! Godbye
my red !! Selamat tinggal merah.... !!” Gue pasti akan balik lagi !” ucap Nenji
tersenyum begitu yakin dengan apa yang ia ucapkan.
Happy or Sad ????
Hmm.... nggak kerasa liburan cuma
bersisa dua hari lagi. Dan selama liburan ini juga lah, aku nggak pernah
merasakan arti dari liburan sekolah yang sebenarnya. Karna hampir tiap hari,
aku hanya menjaga Mama dan Yoesi dirumahnya. Nggak tau terlalu lama aku disana,
atau memang waktu liburan ini yang begitu sempit. Bayangin aja, cuma 2 minggu.
Hmm.. terlalu singkat.
Tapi.... semua usahaku selama ini
ternyata nggak sia – sia. Karna hari ini adalah hari operasi Mama Yoga. Dua
hari yang lalu, Nenji meleponku. Dia bilang, ada teman Papanya yang bersedia
menjadi donatur untuk biaya operasi Mama dan sekolah Yoesi. Wuaa... Aku bahagia
sekali mendengarnya !! Dan untung saja, dokter yang sudah lama merawat Mama
selama ini, nggak mau buang – buang waktu lagi. Begitu mendengar ada dana untuk
operasi Mama, dia langsung menentukan hari dan jadwal kapan Mama dioperasi. Dan
jadwalnya jatuh pada hari ini juga.
Kini aku telah berdiri diruang tunggu
untuk menanti pasien yang sedang dioperasi. Tadi malam, Mama sudah dibawa
kesini. Dan semuanya sudah dipersiapkan, mulai dari fisik Mama dan segala macam
hal lainnya yang tidak ku mengerti. Dan tepat pada pukul sepuluh pagi tadi,
operasinya dimulai. Aku, Nenji, Chiko, dan pastinya juga Yoesi daritadi nggak
berhenti berdoa untuk keselamatan dan berhasilnya operasi hari ini. Berharap
semuanya berjalan dengan baik.
“ Yang.... mau kemana ?” tanyaku
ketika melihat Nenji berdiri dan hendak pergi keluar.
“ Mau ke administrasi yang ! Tadi aku
belum sempat ambil bukti pembayaran operasinya.”
“ Aku ikut yaaa !” pintaku. “ Kak..
jagain Yoesi disini yaa ! Aku mau pergi keluar bentar !” kataku pada Chiko
diikuti dengan anggukkannya mengiyakan kataku.
Aku berjalan menggandeng mesra tangan
Nenji. Dan menyandarkan kepalaku dibahunya. Aku nggak tau cara berterima kasih
seperti apa pada Nenji sekarang. Karna ini semua juga nggak bakal terjadi,
kalau bukan karna dia. Dia yang meminta Papanya, untuk mencarikan temannya yang
bisa mendonaturkan uang buat Mama. Aku sudah bilang dari awal pada Nenji, aku
tidak ingin uang itu berasal dari dia, atau keluarganya. Kalau nggak, aku bisa
marah besar sama dia. Lebih baik, kita sama – sama cari donatur yang ingin
menyumbangkan uangnya buat Mama. Aku dan Nenji sama – sama mencarinya. Dan
akhirnya yang berhasil duluan mendapatkan donatur ya Nenji.
“ Eh yang.. aku pengen ketemu deh sama
temen Papa kamu itu ! Aku mau ngucapin terima kasih sama dia. Bisa kan aku
ketemu dia ?” tanyaku bersemangat pada Nenji sewaktu kami menunggu cetakan
print bukti pembayaran di ruang administrasi.
Tapi lain halnya dengan Nenji. Ketika aku
bertanya dengan begitu cerianya pada dia, dia terdiam sejenak seperti
memikirkan sesuatu. Dan baru berkata, “ Hmm.. iya ! Pasti akan aku kenalin.
Tapi kalo dia ada waktu. Namanya juga orang sibuk.” Balas Nenji sambil
memberikan senyumannya. Dan kemudian diam lagi, dengan wajah yang lesu seperti
tadi.
Aku nggak
ngerti dengan sikap Nenji dua hari belakangan ini. Dia tampak keliatan sangat
muram. Aku merasa seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan dari aku. Dia memang
selalu memberikan senyumannya, bahkan juga selalu berusaha tampak begitu ceria.
Tapi tetap saja, matanya tidak berbicara demikian. Semua yang dia lakukan
seperti sandiwara. Aah.. mungkin perasaanku saja. Semoga tidak benar.
“ Eh yaa.. uda beberapa hari ni, kamu
pake moge teruss ! Si merah kemana ? Hmm.. gimana kalo habis ini kita jalan –
jalan ma si merah yang ! Ngerayain hasil operasi Mama nanti. Yaa.. moga aja
hasilnya baik. Tapi aku yakin kok operasinya InsyaAllah berhasil. Gimana yaang
? Mau nggak ? Kita jalan sama si merah yaa ?” Ajakku dengan nada manja padanya.
“ Hmm.. aku capek banget yaang ! Lain
kali aja yaa !” jawab Nenji lesu. Yaa.. mungkin dia memang kecapekan dan butuh
istirahat. Maklum aja, selama ini setelah latihan dia sibuk mengurusku dan
keluarga Yoga. Jadi mungkin dia memang butuh waktu untuk istirahat. J
“ Nenjiiiiiiiiiiiiiii !!!” seru
seorang laki – laki dari jauh yang kemudian berjalan menghampiri kami. Hmm..
lelaki yang kira – kira usianya mencapai 25an lah.* tebakkan ku saja !hehe*
“ Bang Alung ! Apa kabar bang ?” balas
Nenji. Yang kemudian berpelukan sahabat dengan lelaki itu. “ Eh ya.. kenalin !
Ni cewek gue ! Debra !” lanjut Nenji memperkenalkanku padanya.
“ Alung ! Abang angkatnya Nenji ! Haha.”
balas bang Alung dengan semangat.
“ Eh ya.. kebetulan banget kita ketemu
disini Ji ! Aku memang mau cari kamu juga. Nyampein pesan dari temanku ! Dia
berterima kasih banget, kamu udah mau menjual mobilmu simerah cantik itu.
Kemarin itu, ketika dia mendengar pangacara Papa kamu mencari orang yang mau
membeli mobil kamu, dia langsung bersemangat. Mumpung uang sudah ada dari dulu
dia persiapkan, dia nggak mau nunda – nunda lagi. Hari itu juga, dia langsung
datang ke kantor Papa kamu buat jemput itu mobil, setelah sorenya dia udah
ngirimin semua uangnya ke rekening Papa kamu. Dia juga udah aku anggep sebagai adikku
Ji. Dia juga salut banget sama kamu. Mobil kamu benar – benar masih terawat
dengan baik. Seperti ngedapetin barang baru aja dia. Pasti kamu benar
ngejaganya dengan baik yaa ? Padahal kan cukup lama Ji mobilnya. “ tutur Bang
Alung panjang lebar.
Mobil Nenji dijuaaaal ?? Si merah
dijual Nenji ?????? Aku begitu kaget mendengar bang Alung menyebutkan kata itu.
Kulihat wajah Nenji, dia langsung menundukkan kepalanya dan melihat kebawah.
Seperti tak mau untuk menatap wajahku. Dia tampak begitu gelisah dan
mengkhawatirkan sesuatu. Aku tau... ! Dia pasti mengkhawatirkan pertanyaanku
nantinya tentang si merah ini.
“ Hmm... pastilah bang ! Dulu aku
sangat menjaganya dengan baik. Oh yaa, titip pesanku pada adiknya abang yaa..
tolong jaga si merah baik – baik ! Dia benda cantik yang perlu dimanjakan !
Hahaha.“ balas Nenji yang berusaha tampak ceria, menutupi kegelisahannya tadi.
“ Iyaiya ! Pasti aku sampaikan !
Tapi.... bang masih heran sama kamu Ji. Kok tiba – tiba kamu ngejual mobil itu
? Padahalnya kondisinya saja masih sangat bagus. Dan aku dengar – dengar
katanya untuk biaya operasi seseorang ya ? Kamu disini buat operasi orang itu
yaa ?” lanjut bang Alung.
“ Aku disini memang untuk operasi
seseorang. Tapi mobil itu aku jual bukan untuk ini kok. Yaa... lagi males pake
mobil aja bang. Hehehe. “ jawab Nenji.
“ Oh gitu ! Hmm.. ya semoga operasinya
berjalan lancar ya ! Bang pulang dulu, ada urusan lagi soalnya. Abang duluan ya
Ji.. Debra !” tutur Bang Alung mengakhiri pembicaraannya.
Aku diam melihat wajah Nenji, menatap
matanya dalam – dalam. Dia tampak gelisah dan nggak mau menatap mataku.
Badannya mulai bergerak tak pasti. Bergerak kesana kemari tetapi masih tetap
ditempatnya. Sesekali menggarukkan kepalanya, dan kemudian berkata “ Kita balik
ke tempat Yoesi yuk yaang ! Nih printnya udah dapet !” tutur Nenji yang terbata
– bata mengucapkannya.
“ Kenapa kamu nggak bilang ke aku
kalau kamu ngejual si merah ?” tanyaku serius menatapnya.
“ Ehm.. aku.. Ya aku belum tahu juga
mobil itu udah dibeli sama orang atau belum. Soalnya yang jual pengacara Papa,
bukan aku. Makanya aku nggak ngasih tahu kamu.” Jawab Nenji gugup.
“ Buat apa kamu jual ?Buat biaya
operasi ini ?” tanyaku lagi dengan wajah dingin. Aku nggak tahu apa harus marah
atau tidak nantinya pada dia.
“ Yaa.....aku...aku...aku bosan aja
sama mobilnya. Udah ketinggalan jaman juga. Pasha aja udah ganti mobil baru..
hehehe.“ lanjutnya yang semakin jelas berbohong.
“ Jangan boong sama aku !! Aku tau
banget Ji, seberapa cintanya kamu sama mobil ini. Sampai mobil ini ketinggalan
jaman sekalipun, kamu nggak akan pernah mau menjualnya. Itu kan yang pernah
kamu bilang ke aku ? Dan sekarang kenapa kamu ngelakuinnya ? Uang hasil
penjualan mobil, untuk biaya operasi ini kan ??”
“ Kita balik kesana lagi yuuk ! Kasian
Yoesi nunggu disana nggak ada kita. “ ucap Nenji berusaha mengalihkan
pertanyaanku.
“ Nggak usah ngalihin pertanyaan aku
!! Disana ada Chiko yang nemenin Yoesi ! Biarin aja !! Sekarang jawab
pertanyaan aku dengan jujur !! Kamu ngejual mobil ini untuk biaya operasi mama
dan sekolahnya Yoesi kaan ??!!!” tegasku.
Nenji hanya diam dan tak menjawab
pertanyaanku. Dia hanya menundukkan kepalanya kebawah. Dan bergerak
gelisah termasuk juga kepalanya yang
berusaha mengalihkan pandangannya dariku. Seperti begitu takut untuk menatapku.
“ Nenji kamu masih inget kan apa yang
pernah aku bilang sama kamu ????!!! Kamu inget kaaan !!!! Jawab pertanyaan aku
!!” tanyaku padanya dengan nada suara yang mulai kupelankan tapi tetap saja
dingin karna amarahku.
“ Yaa.. aku inget ! Kamu nggak akan
pernah mau kalau uang itu berasal dari aku atau keluarga aku. “ jawab Nenji.
“ Trus kenapa kamu ngelakuinnya ?”
tanyaku pelan namun tegas, berusaha menahan emosiku. Nenji hanya diam, dan
menundukkan kepalanya lagi. Dia tak menjawab pertanyaanku lagi. “ Nenji jawab
pertanyaan akuuuuu !!!!!!! Lihat mata aku !!! Jawab semua pertanyaan aku !!
Kenapa kamu ngelakuin ini, kalau kamu masih inget dengan apa yang pernah aku
bilang sama kamu ??!!!” bentakku padanya dengan suara keras. Tak bisa lagi
menahan emosiku yang sudah meledak.
“ Aku memang inget dengan semua yang
kamu bilang ke aku ! Tapi bukan berarti aku akan menuruti semua perkataan kamu
Ra ! Ini juga persoalan aku ! Aku nggak mau tinggal diam gitu aja !”
“ Ini bukan persoalan kamu !! Ini
adalah masalah aku !! Kamu nggak punya hak untuk ikut campur masalah ini !! Aku
yang akan menanggung semua biayanya ! Semua ini adalah kewajiban aku !! Aku
yang punya hubungan dengan keluarga Yoga, bukan kamu !!”
“ Apa ???! Aku nggak berhak bagi kamu
ikut campur masalah ini ?? Jadi kamu anggep aku ini apa ? Cuma pajangan doang
bagi kamu gitu ?? Ra.. ada atau nggaknya hubungan aku dengan keluarga Yoga, aku
akan tetap bantu mereka. Ini semua terjadi, karna kebetulan yang mempertemukan
aku dengan Yoesi dan Mamanya adalah kamu. Seandainya aku ketemu dia bukan gara
– gara kamu, aku juga pasti akan berbuat hal yang sama !! Aku nggak akan
mungkin tega biarin orang yang jelas – jelas menderita parah untuk lama – lama
nunggu bantuan tangan orang lain, yang kita sendiri belum tahu kapan datangnya
!! Kecuali orang yang egois !! Mungkin dia mau membiarkan semua itu terjadi !”
“ Kamu bilang aku egois ?? Maksud kamu
apa ngomong aku kayak gitu ??!”
“ Yaa !! Kamu tu egois tau nggak !
Kamu tu cuma mikirn gimana caranya semua ini bisa terjadi dengan tangan kamu.
Dengan hasil usaha kamu sendiri tanpa bantuan orang lain. Kamu sama sekali
nggak pernah mikirin Yoesi dan Mamanya. Bayangin kalau mereka harus menunggu
lebih lama lagi !! Kalau sampe Mama nggak tertolong lagi, gimana ?? Yoesi nggak
punya siapa – siapa lagi kecuali Mamanya ! Coba kamu pikirin itu baik – baik Ra
!!“
“ Aku tahu semua itu !! Kamu nggak
usah nasehatin aku tentang masalah itu !!”
“ Kalau kamu tahu, kenapa kamu masih
saja bersikeras dengan pendirian kamu ?? Kenapa kamu masih saja tetap egois ??
Ooh... atau kamu ingin semua orang tahu, bahwa uang operasi Mama Yoga, adalah
uang hasil usaha dan keringet kamu sendiri, sehingga semua orang jadi salut
sama kamu karna meskipun kamu nggak ada ikatan apa – apa lagi sama keluarga
Yoga, tapi kamu masih mau bersusah payah membantu mereka. Atau nggak, kamu
hanya ingin Yoga bangga liat kamu dari alam sana dengan semua yang telah kamu
lakukan. Kamu ingin jadi kekasih yang baik buat dia meski kalian nggak bisa
bersama lagi. Gitu ?? “ Kata – kata Nenji membuatku terdiam dan tak tau harus
menjawab apa lagi.
Aku nggak bisa
untuk mengatakan tidak dan tak bisa pula untuk mengiyakannya. Aku bingung... aku
takuut !! Melihat mata Nenji yang kembali menyala, marah dengan nafasnya yang
terengah – engah mengucapkan kata demi kata. Layaknya seperti dia marah pada
Mamanya dulu.
“ Heh.. mungkin aku memang nggak ada
harganya ya bagi kamu ? Karna kalau memang aku berharga dan kamu nganggep aku
sebagai kekasih kamu, kamu seharusnya nggak nolak untuk menerima bantuan aku.
Karna aku adalah kekasih kamu. Masalah kamu adalah masalah aku juga. Kecuali
kalau kamu nggak nganggep aku sebagai kekasih kamu lagi. Mungkin aku cuma
pelarian atas cinta kamu dari Yoga. Mungkin sampai sekarang, atau sampai
kapanpun cinta kamu hanya untuk Yoga, bukan aku. Dan aku hanyalah orang lain,
yang nggak berhak untuk ikut campur. Karna kalian semuanya adalah satu
keluarga. Bukan termaksud aku. Maaf kalau aku udah terlalu jauh ikut campur masalah
keluarga kalian ! Aku hanya ingin membantu sesama manusia, nggak lebih !” Nenji
mengakhiri ucapannya, dan kemudian berjalan keluar meninggalkan rumah sakit ini
dengan motor gedenya. Meninggalkan aku yang terdiam mendengar kata – katanya
tadi.
Aku nggak bisa lagi menahan air
mataku. Aku menangis sejadi – jadinya ditempatku. Mungkinkah aku salah ? Apa
memang benar semua yang Nenji katakan tadi ?? Aku yang egois... aku yang hanya
ingin berusaha tanpa mengharapkan bantuan orang lain, aku yang ingin
mendapatkan sanjugan dari orang – orang nantinya, dan aku... aku yang masih
sangat mencintai Yoga. Sehingga belum mampu menggantinya dengan siapapun. Ya
Tuhan..... bagiku apa yang aku lakukan benar. Aku hanya nggak ingin merepotkan
Nenji. Aku nggak ingin mendapat bantuan dari dia. Bagiku apa yang telah ia
lakukan selama ini sudah lebih dari cukup.
“ Kakak ?? Kenapa lama banget sih
disini ??? Operasinya udah selesai kak ! Alhamdulillah semuanya berjalan dengan
lancar !” tegur Yoesi yang datang menghampiriku.
“
Alhamdulillah dek ! Makasi ya Allah” Ujarku memeluk Yoesi. Cepat – cepat kuhapuskan
airmataku.
Kulihat jam
tanganku, sudah menujukkan pukul setengah satu. Operasinya sudah berjalan dua
setengah jam daritadi. Sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Aku nggak
sadar mungkin cukup satu jam lebih aku disini. Mulai dari pengambilan bukti
tadi, adanya bang Alung, dan pertengkaran kami. Hingga akhirnya aku berdiri
sendiri disini. Tanpa adanya Nenji lagi disisiku.
“ Kak Nenji mana kak ??” Aku ingin
memberitahukan berita baik ini padanya ?” tanya Yoesi dengan sangat gembira.
Nenji ??? Kemana dia ?? Yaa.. dia
sudah pergi ! Dia sudah pergi meninggalkanku sendiri sejak tadi disini. Dia
pasti juga sangat marah besar padaku, atau lebih tepatnya kecewa. Karna
berpikiran, aku tidak menganggap dia sebagai kekasihku. Menganggap dirinya
hanya pajangan indah saja. Kini dia telah pergi, dan aku nggak tau kemana.
“ Tadi Mamanya nelfon suruh dia
pulang. Katanya ada urusan penting gitu. Jadi dia pulang duluan.” Bohongku pada
Yoesi.
“ Oh.. yaudah ! Aku mau balik lagi
kesana. Yuuk kakak ikut aku !!” ajak Yoesi dengan bersemangat !”
Seharusnya hari ini menjadi hari yang
sangat gembira bagi kami. Operasi berjalan dengan lancar. Dan mama Yoga
selamat. Tiga hari lagi, Yoesi juga sudah mulai masuk lagi melanjutkan
sekolahnya. Semuanya berita bahagia yang patut aku rayakan bersama Nenji. Karna
masa liburan kami, yang selama ini kami gunakan hanya untuk keluarga Yoga
ternyata tidak sia – sia.
Tapi semuanya berjalan terbalik.
Semuanya kacau. Seandainya saja, ini semua bukan uang Nenji, aku mungkin tidak
akan semarah ini padanya. Aku memang tetap bersikeras dengan hatiku untuk tetap
berkata tidak, bila harus menerima uang dari Nenji. Aku begitu yakin dengan
hatiku, bahwa aku tidak salah. Aku melakukan ini, karna aku nggak ingin
merepotkannya. Bukan maksud lain.
Haah.... aku
hanya bisa pasrah, melihat dan hanya bisa menerima semua yang telah tejadi. Ini
juga pilihanku. Walau aku sendiri nggak tahu apa sebenarnya hasil dari semua
ini. Happy or Sad ?? Huaah... aku nggak bisa menjawabnya.
0 komentar:
Posting Komentar