Jumat, 23 Maret 2012

Doremi Jingga ( Part 7 )



 Ayah.........

          Sudah dua minggu lebih sejak hari itu. Hari dimana aku dikasih penjelasan panjang oleh Zora, dan hari sebelumnya dimana aku melihat Mama Nenji menangis didepan mataku, hanya untuk meminta aku menjauhi anaknya yang begitu ia sayang.
          Aku masih nggak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Mama. Mama seperti memberikan teka – teki yang harus kupecahkan sendiri. Teka – teki dimana aku harus menemukan jawaban kenapa Mama tidak bisa memberikanku restu dengan Nenji.
          Belum selesai pertanyaan ini dipecahkan, Zora datang memberikanku tanda tanya lagi dihati. Bukan hanya tanda tanya, dia juga memberikanku pilihan yang sangat berat untuk kutentukan. Mempertahankan Nenji disampingku dengan mengorbankan Mamanya, atau membiarkan Nenji kembali kedekapan Mamanya dengan mengorbankan perasaanku.
          Semua ini menjadi pikiran yang sangat berat bagiku. Aku selalu berusaha menemukan jawaban dari semua ini. Tapi hingga detik ini, aku masih saja belum bisa menemukannya. Hidupku seperti tidak bergairah lagi. Malas rasanya untuk menghabiskan waktu dengan tertawa terhadap hal yang nggak penting.
          Karna sekarang, aku mempunyai suatu masalah yang sangat mengganggu pikiranku. Ingin rasanya menceritakan semuanya pada Nenji. Tapi itu nggak mungkin. Aku berpikir, jika aku menceritakan ini pada Nenji, semuanya pasti akan kacau. Nenji pasti akan berpikiran yang tidak – tidak pada Mamanya, dan kemungkinan hal yang terburuk itu juga akan terjadi. Nenji membenci Mamanya. Aku nggak ingin hal itu terjadi.
          Aku ingat semua perkataan Zora padaku. Apa aku tega membuat hubungan antara Ibu dan anak terpisahkan ? Apa aku nggak punya hati lagi, sehingga nggak bisa mengizinkan kesucian cinta antara Ibu dan anak tetap terjalin hinggak akhir waktu nanti ?
          Terbesit keinginan dihatiku untuk mengakhiri saja hubunganku dengan Nenji. Benar apa yang dibilang Zora, cinta yang ada dalam diriku sekarang hanyalah sebuah keegoisan untuk saling memiliki. Bukan cinta yang tulus. Tapi jika bayangan semua kenangan indah itu datang menghampiriku lagi, aku jadi semakin tidak ingin melepasnya dari hidupku. Aku nggak ingin melanggar janjiku pada Nenji.
          Ya Tuhaan.. apa yang harus aku lakukan ?? Aku nggak ingin menghancurkan hubungan antara ibu dan anak. Tapi aku juga nggak ingin berpisah dari Nenji. Lalu apa yang bisa kuperbuat untuk saat ini. Bantu aku keluar dari kesulitan ini, Ya Allah ! Bantu aku menemukan semua jawaban dari pertanyaanku ini. Hingga akhirnya aku menemukan titik terang dari semua kegelisahan hatiku.
          “ Ra... kita pergi main yuuk ! Kemana kek gitu.. pokoknya ngibur diri gitu deh ! Ya Ra yaa ?” ajak Shiren.
          “ Nggak deh Ren. Gue pengen istirahat.” Kataku sangat lesu.
          “ Loe kenapa sih Ra ? Loe ada masalah sama Nenji ?” tanya Chika curiga.
          “ Cerita dong Ra sama kita...” lanjut Echa.
          “ Nggak ada apa – apa kok. Dan nggak ada yang perlu diceritain juga.”
          “ Tapi akhir – akhir ini loe berubah tau nggak ! Loe mulai nggak semangat lagi. Loe udah nggak ceria lagi. Kayak ada suatu pikiran dikepala loe. “ jelas Chika.
          “ Perasaan kalian aja kali. Gue biasa aja kok.”
          “ Loe nggak biasa Ra.. gue liat loe yang dulu begitu suram balik lagi. Kalo ada masalah cerita dong sama kita. Jangan dipendam gitu. Apa gunanya sih kita sebagai sahabat loe ?”
          “ Gue nggak apa – apa. Nggak usah khawatirin gue. Gue balik dulu yaa... “ ucapku meninggalkan mereka yang masih bingung dengan perubahanku akhir – akhir ini.
                                                          ***
          Daritadi Chiko nggak pernah beranjak dari tempatnya berdiri menghadap taman dibelakang rumahnya. Tatapan Chiko tertuju pada gadis yang duduk diatas dikursi coklat yang terbuat dari rotan itu. Walau hanya punggung gadis itu yang tampak dari arah tempat Chiko berdiri. Rambut panjang yang dibiarkan terurai, menyandarkan kepalanya disandaran kursi itu.
          Ini sudah 5 jam Debra duduk disana semenjak ia pulang sekolah, sampai sekarang, disaat waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Entah apa yang dipikirkan Debra. Dia hanya ingin sendiri, dan sama sekali tidak mau diganggu. Jangankan untuk makan, dia melarang keras orang yang ingin menghampirinya datang ketempat duduknya itu.
          Sudah berapa kali Mbok Minah mengantarkan makanan pada Debra. Lagi – lagi disuruh bawa kembali oleh Debra. Bagaimana Chiko nggak khawatir dengan Debra ? Dia kembali melihat adiknya yang dulu lagi setelah ditinggal Yoga. Chiko sedih dan begitu khawatir dengan keadaan Debra. Begitu juga dengan Bunda mereka. Daritadi Bunda nggak berhenti mengusap airmatanya yang jatuh karena melihat anak gadisnya lagi – lagi harus diam dan tak bergairah lagi.
          “ Kenapa adikmu Chiko ? Kenapa dia seperti ini lagi ?” tanya Bundanya dengan wajah yang begitu sedih.
          “ Dia lagi ada masalah sama Nenji. Bunda tenang aja. Debra nggak kenapa – kenapa kok. Chiko pasti bakal jagain dia. Bunda istirahat aja yaa, ntar biar Chiko yang nyuruh dia masuk kedalam.”
          “ Tapi ini sudah malam Ko, daritadi dia belum makan.”
          “ Udah.. ntar biarin Chiko yang anterin makanan ke dia. Bunda kedalem aja.. Bunda juga lagi nggak enak badan kan ? Biarin Chiko yang jagain dia.“ ucap Chiko menenangkan Bundanya.
          Bunda mengikuti ucapan Chiko. Bunda memang merasa badannya kurang sehat. Bunda langsung pergi istirahat dikamarnya. Sedangkan Chiko tetap saja memperhatikan adiknya yang tidak beranjak juga dari tempat duduknya tadi. Ingin rasanya Chiko menghampiri dia, tapi Chiko sangat mengerti gimana adiknya itu. Dalam keadaan seperti ini, dia pasti tidak ingin diganggu siapapun. Jadi biarkan saja dia menenangkan hatinya dulu.
          “ Apa yang diperbuat laki – laki itu pada Debra ?” tanya Dirwanto yang tiba – tiba sudah berdiri disamping Chiko.
          “ Nenji nggak ada ngelakuin apa – apa kok. Mereka cuma lagi ada masalah dikit aja. Biasa.. anak muda. “ balas Chiko.
          “ Kamu nggak mau menceritakan semuanya pada Ayah ?” tanya Dirwanto dengan wajah yang cukup kecewa.
          “ Nggak akan ngerti lah masalah kita kayak gimana. Nggak ada yang perlu diceritain juga.” Ucap Chiko yang membalikkan badannya hendak meninggalkan laki – laki separuh baya itu sendiri.
“ Mungkin kalian masih belum mempercayai Ayah sebagai Ayah kalian. Makanya sampai sekarang, kalian masih saja tetap nggak mau untuk menceritakan masalah kalian sama Ayah. Kalian berdua sangat berharga bagi Ayah.. Kalian berdua adalah anak Ayah. Walaupun kalian sampai sekarang tidak beranggapan demikian. Ayah juga ingin membantu masalah anak Ayah. Ayah nggak tahu lagi mesti ngelakuin cara apa, biar kalian bisa menerima kehadiran Ayah. Semua cara sudah Ayah lakukan. Apa nggak ada lagi tempat dihati kalian untuk bisa menerima kehadiran Ayah sebagai Ayah kalian ?” tanyanya dengan suara serak menahan kesedihan yang dirasakannya.
Langkah Chiko terhenti ketika mendengar ucapan Ayah Tirinya itu. Chiko bisa merasakan ketulusan dari Ayah tirinya sewaktu ia mengucapkan kata itu.
“ Dari dulu saya bermimpi bisa punya anak. Anak yang memanggil saya dengan sebutan Ayah. Saya begitu menginginkan itu. Selama ini saya nggak pernah mendapatkannya. Mereka yang bisa dengan leluasanya bercerita tentang kehidupan mereka. Curhat pada sang Ayah. Pernikahan pertama saya telah berakhir setelah dia meninggalkan saya selama – lamanya tanpa memberikan seorang anakpun pada saya. Begitu melihat Ibumu yang begitu anggun, yang begitu ramah dan baik. Saya ingin mempersuntingnya. Menjadikannya pendamping hidup saya selamanya. Tapi dibalik semua itu, ada satu hal yang begitu saya inginkan dari pernikahan ini. Yaitu kalian berdua. Saya sangat bahagia mendengar Ibu kalian mempunyai dua orang anak. Dengan harapan saya bisa menjadi Ayah yang baik bagi mereka berdua. Tapi semua harapan itu nggak juga buahin hasil seperti yang saya inginkan.”
“ Apa saya salah ingin menjadi seorang Ayah yang baik buat kalian ? Apa saya salah tidak bisa memberikan keturunan pada Ibu kalian ? Apa saya salah jika saya menganggap kalian sendiri sebagai anak kandung saya ? Saya begitu sangat menyayangi kalian. Kalian begitu beharga dimata saya. “
Direktur itu menghela nafasnya dalam – dalam. Kesedihan yang sangat dalam terpancar dari wajahnya ketika mengucapkan kata demi kata pada Chiko.
“ Kamu tau tidak, harapan dan impian terbesar dalam hidup saya ? Impian yang bagitu saya inginkan bisa secepatnya terjadi. Impian yang jauh melebihi semua hal yang berharga dalam hidup saya. Apa yang saya miliki sekarang, nggak ada artinya lagi, jika impian ini tidak juga terwujud. Impian itu adalah...... mendengar kalian berdua memanggil saya dengan sebutan Ayah. Mungkin hanya itu saja, sudah cukup bagi saya. Hal itu adalah hal yang sangat terindah yang bisa saya miliki didunia ini. “
Laki – laki itu mengakhiri kata – katanya. Dia menyeka air matanya. Dia beharap Chiko bisa membalas ucapannya tadi. Tapi.... daritadi Chiko hanya diam dan tak bisa bicara sepatahkatapun. Dia mulai lelah untuk menunggu jawaban dari Chiko. Dia sudah mulai putus asa, dan untuk kemudian hendak berjalan meninggalkan Chiko.
“ Ayah......... tunggu dulu !” tegur Chiko begitu menyadari kalau Ayah tirnya itu hendak balik kekamarnya.
Dirwanto sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan Chiko tadi. Ini untuk pertama kalinya, Chiko memanggilnya dengan sebutan Ayah. Selama ini mereka berbicara tanpa menyebutkan panggilan apapun. Dan sekarang... impian itu bisa terwujud. Dirwanto nggak kuasa lagi untuk menahan air matanya jatuh karna terharu mendengar panggilan Chiko.
“ Bisa bantu aku untuk kembaliin senyum Debra lagi ? Bantu aku nemuin kebahagiaan lagi buat Debra. Aku mohon Ayah...” pinta Chiko dengan wajah yang memelas.
“ Kamu tadi memanggil apa pada Ayah ? Tolong ulangin sekali lagi nak, Ayah mohon ! “ ucap Ayah saking terharunya dan tidak percaya dengan sebutan panggilan Chiko tadi.
“Udah ah ! Jangan diulang lagi.. sekali aja cukuuup !” kata Chiko malu pada Ayah tirinya itu.
“ Ayah mohon nak.. sekali lagi ! Ayah bakal lakuin semua permintaan kamu.” Pinta Ayah.
“ Iya Ayaahkuu.... bantu Chiko ya. “ ucap Chiko dengan tersenyum lepas pada Ayahnya itu.
Laki – laki itu langsung menghampiri Chiko dan tak sabar untuk bisa mendekap erat anak laki – lakinya itu. Chiko-pun juga membalas hangat pelukan dari Ayahnya. Keakraban dan kasih sayang antara seorang Ayah dan anak yang mulai terjalin.
Tampak Bunda tersenyum bahagia mengintip mereka dari balik pintu kamarnya. Ternyata bunda sudah mengintip pembicaraan mereka mulai dari awal tadi, hingga sekarang ini. Disaat Chiko sudah memanggil suami baru Bundanya itu dengan sebutan Ayah. Yang itu artinya Chiko sudah bisa menerima sosok Dirwanto sebagai Ayahnya mulai hari ini dan seterusnya.
                                                ***
Perutku mulai keroncongan, daritadi cuma muter – muter mengelilingi pameran buku ini. Hmm.. mungkin kedengarannya membosankan. Hari libur sekolah yang cuma sekali dalam seminggu, diisi dengan pergi pameran buku atau novel dan komik baru. Tapi daripada suntuk dirumah sendiri, mending kesini aja.
Aku memang pergi sendiri. Nggak ada yang menemaniku ketempat ini. Bukan karena mereka nggak bisa atau apa lah. Tapi karna aku memang nggak mau mengajak mereka. Aku hanya ingin sendiri. Karna sampai sekarangpun rasanya sangat malas untuk berbicara banyak dengan sahabat dan mungkin termasuk Nenji. Jadi nggak apa – apa kalau aku datang ke tempat ini sendirian. Lebih bebas dan bisa menghemat suaraku.
Aku tertarik pada sebuah novel dengan cover ungu, bergambarkan kartun seorang laki – laki dan wanita yang ingin meraih tangan pasangannya, tetapi sayangnya tidak bisa. Hanya jari telunjuk mereka yang bersentuhan, itupun juga cuma diujungnya.” When love is being hold” , judul yang mempunyai arti sangat dalam. Aku bisa membayangkan bagaimana cerita ini. Dari gambarnya saja sudah bisa dilihat, bagaimana sulitnya pasangan ini untuk mempertahankan hubungannya. Pasti cerita yang sangat romantis.
Kuambil novel ini, aku sangat ingin membacanya. Cover dan judul yang menarik biasanya menentukan bagus atau tidaknya isi cerita novel tersebut. Hmm.. dari dulu aku sangat ingin menjadi penulis novel terkenal. Melihat namaku tertulis dicovernya. Wuaa.. kapan yaa impian itu bisa terwujud ?? Kulihat penerbit novel ini, Antartika.
Aku teringat peristiwa yang lalu. Dimana aku hampir saja bisa menjadi seorang penulis seperti apa yang aku impikan selama ini. Tapi ternyata.... itu semua hanyalah tipuan agar aku bisa bertemu dengan Mama Nenji. Haah... Debra, Debra ! Bodoh banget sih... mana mungkin penerbit novel terkenal seperti Antartika menghabiskan waktunya hanya untuk membaca cerpen dan puisimu dimajalah sekolah seperti itu ? Yang ada, penulisnya yang datang untuk memberikan naskahnya pada penerbitan itu. Hmm.. sepertinya aku memang harus mengikuti ajaran Mama Nenji, jangan terlalu percaya dengan telfon asing seperti itu.
Jam sudah menunjukkan pukul 12.30 siang. Pantesan saja perutku keroncongan seperti ini. Aku harus cari makan dulu, bisa – bisa bagian tengah dari tubuhku ini akan mengamuk padaku jika belum kuisi juga.
Aku berjalan menyusuri jalanan yang tak jauh dari tempat pameran ini. Katanya didekat sini ada kafe yang enak, tempatnya orang kantoran makan siang. Tempatnya sangat elite namun harganya sangat terjangkau. Selavonia itu nama tempatnya.
Sepanjang jalan aku terus memerhatikan setiap tempat makanan yang berjejeran ditempat ini. Banyak sekali kafe disini. Jadi aku harus lihat satu persatu mana kafe yang bertuliskan Selavonia itu. Jalanan ini ramai sekali, tapi udaranya yang begitu sejuk tak membuat tempat ini sesak karena penuh dengan banyak orang.
Jalannya juga anak muda banget. Buktinya saja daritadi aku cuma liat orang seumuranku yang jalan dengan pacarnya atau sahabat mereka. Mungkin taman ditepi jalan ini yang sangat variatif dan menonjolkan sisi anak mudanya. Apalagi dihiasi juga dengan grafity yang indah disepanjang jalan. Wuaa.. lain kali aku harus membawa sahabatku kesini. Tempatnya sangat menarik dan asyik untuk berkumpul dan juga hunting makanan yang baru.
Ahaaa ! Akhirnya ! Aku bertemu juga dengan tempat yang sangat elite ini ! Selavonia !! Wuaa ternyata benar apa yang dibilang banyak orang. Tempat ini sangat wuaah dan kebanyakan memang diisi oleh orang kantoran. Hmm.. mungkin karena jam makan siang mereka kali yaa. Tapi ntar sore pasti dipenuhi dengan anak muda lagi. Aku yakin itu.
Kacanya yang bening membuat kita bisa melihat dari jauh, rame atau tidaknya kafe itu. Belum lagi warna coklatnya yang indah membuat kafe ini benar – benar terkesan sangat mewah. Aku saja daritadi hanya menatap kafe ini dari kejauhan saja. Tempatnya sangat rame dipenuhi banyak orang. Kuperhatikan satu – satu setiap pengunjung yang datang ke tempat itu. Nggak ada satupun anak muda diantara mereka. Semuanya memakai jas ala gaya orang kantoran gitu. Hmm.. sepertinya ini bukan waktu yang tepat aku masuk kesana. Mending cari tempat lain aja.
Tapi tunggu !! Itu kan Ayah tiriku, Dirwanto ! Sama siapa dia makan siang ?? Apa wanita yang bersamanya itu teman kantorannya atau........ ?? Bukan !! Itu Tante Alva ! Mamanya Nenji !! Kenapa mereka bisa makan siang bersama ? Apa maksudnya ??
Mereka keliatannya begitu akrab dan.... Hmm entah ini penilaianku saja atau gimana, tapi menurutku mereka cukup mesra jika kita masih bilang kalau mereka hanya berteman biasa atau sekedar urusan bisnis. Daritadi aku melihat mereka nggak berhenti tertawa sangat akrab. Bahkan sekali – sekali aku melihat laki – laki itu mengusap rambutnya Tante Alva. Laki – laki yang kini telah menjadi suami dari Bundaku.
Dan kini... aku melihat mereka telah berjalan keluar dari tempat itu. Sepertinya mereka telah selesai makan. Sebelum mereka masuk ke dalam mobilnya masing – masing, aku sempat melihat mereka saling cupika – cupiki dulu.
 Haah... Apa – apaan ini ?? Berani sekali dia mempermainkan Bundaku dibelakang kami semua ? Keliatannya orang baik – baik, tapi ternyata dia ? Hmm.. sekarang aku tau kenapa Mama Nenji sampai sekarang tidak juga mengizinkanku atau hanya sekedar memberikanku restu untuk berpacaran dengan Nenji. Ternyata ini jawaban dari semuanya. Terimakasih Tuhan, Engkau telah memberikanku jawaban dari semua kegelisahan hatiku ini.
“ Hallo Ji.. aku ingin ketemu kamu sekarang bisa ??” tanyaku ditelfon pada Nenji.
Aku nggak mau buang – buang waktu lagi, aku ingin segera bertemu dengan Nenji. Nenji harus tahu perbuatan Mamanya dibelakang dia.
 Tapi sayangnya Nenji tidak bisa bertemu denganku hari ini. Besok dia janji akan menemuiku. Aku nggak mungkin menceritakan ini semua pada Nenji lewat telfon. Aku harus bertemu langsung dengannya. Lebih baik aku pulang, Bunda dan Chiko harus mengetahui semua perbuatan busuk Dirwanto selama ini. Arrghh.. rasanya geram sekali melihat perbuatan mereka didepan mataku tadi.
“ Bund... bunda dimana ??’ teriakku memanggil Bunda ketika sampai dirumah.
“ Kenapa sih sayang kamu teriak – teriak gini ? Manggil baik – baik kan bisa ?” sahut Bunda yang datang menghampiriku.
“ Bund... mana direktur itu ? Dia sudah pulang ?” tanyaku dengan penuh emosi.
“ Ayah belum pulang. Dia kan kerja. Kamu kenapa sih ? Nggak sopan ah ngomong kayak gitu. Bagaimanapun juga dia itu kan sekarang sudah jadi Ayah kamu. “
“ Ayah aku ??! Aku nggak pernah punya Ayah seperti dia !” bentakku pada Bunda.
“ Debra.. tolong jaga ucapan kamu ! Kontrol emosi kamu ! Kamu kenapa sih ?”
“ Oh yaa.. tadi Bunda bilang apa ? Dia kerja ? Hah.... kerja apaan namanya jam segini malah asyik makan berduaan dengan wanita lain ?! Kerja apa namanya itu Bund ?!”
“ Apa maksud kamu ? Bunda nggak ngerti ! Jangan sembarangan bicara Debra !”
“ Bund... Debra bicara sesuai dengan apa yang udah Debra liat didepan mata Debra ! Debra liat kalo laki – laki itu selingkuh ! Dia jalan sama wanita lain, mereka makan berdua disana, dan Debra liat semua kejadian itu didepan mata Debra sendiri !”
“ Mungkin itu kliennya, atau teman bisnisnya. Semua itu sudah biasa Debra... jangan berpikiran yang aneh – aneh dulu ah !” Bantah bunda.
“ Bund... Debra sama sekali nggak berpikiran aneh – aneh ! Tapi ini memang kenyataan. Debra liat sendiri ! Bunda jangan percaya sama laki – laki itu lagi. Mulai sekarang, ayo Bund.. kita pergi dari rumah ini. Kita nggak usah tinggal satu atap lagi dengan dia. Dia sama sekali bukan suami yang baik Bund ! Ayo Bund... kita pergi !’ ucapku menarik tangan Bunda.
“ Nggak Debra.. Bunda nggak bisa pergi gitu aja. Lagian kita mau tinggal dimana ? Bunda nggak bisa lakuin itu ! “
“ Bund... banyak tempat tinggal diluar sana. Kita bisa ngontrak rumah atau dimana kek. Mesjid pun juga bisa tempat kita tinggal. Pokoknya kita harus pergi dari rumah ini sekarang. Debra nggak mau tinggal serumah lagi dengan pria itu !”
“ Nggak segampang itu Debra ! Lagian Bunda tau gimana Ayah kamu ! Dia adalah laki – laki yang baik. Dia nggak mungkin selingkuh dibelakang Bunda. Itu semua nggak mungkin !”
“ Kenapa sih Bunda malah belain dia ?! Dia bukan pria yang baik buat Bunda. Dia itu laki – laki yang bajingan Bunda !”
Plaaak.....!! Tangan Bunda melayang dipipiku. Ini untuk pertama kalinya aku merasakan tamparan dari Bunda. Selama 17 tahun aku hidup, aku belum pernah mendapatkan tangan bunda melayang dipipiku. Tapi sekarang, hanya untuk membela direktur itu, Bunda rela melakukannya. Aku sangat sedih dan kecewa sama Bunda. L
“ Bunda.... bunda tega nampar aku hanya untuk membela laki – laki itu ?” kataku dengan suara yang melemah menahan tangis yang sesak didadaku.
“ Kamu memang pantas mendapatkannya. Karna kamu telah berkata yang bukan – bukan pada Ayahmu sendiri.” Jawab Bunda dengan tangan yang gemetaran.
“ Tapi Bund.. aku sama sekali nggak bicara yang bukan – bukan. Aku melihatnya Bund ! “ jawabku diiringi dengan tangisanku karna sedihnya hati ini mendapat perlakuan ini dari Bunda.
“ Dia nggak mungkin melakukannya. Kamu pasti salah !“ jawab bunda lagi dingin.
“ Jadi Bunda lebih percaya dia daripada aku ?”
“ Iya... Bunda mempercayainya. “
Kata – kata bunda yang terakhir membuat hatiku sangat pilu. Aku nggak tahu lagi harus berbuat apa. Rasanya ingin mati saja, mendapati Bunda yang begitu ku sayang, kini lebih berpihak pada laki – laki itu. Bunda sama sekali tidak mempercayai aku. Apa yang bisa kulakukan lagi ? Orang terkasihku kini tiada lagi percaya pada aku, anak kandungnya sendiri. Ya Tuhaan.... kenyataan pahit apalagi ini ??
Chiko... hanya tinggal dia dikeluarga ini. Hanya dia satu – satunya keluarga yang masih kupunya. Dimana Chiko ? Aku ingin bertemu dengan dia. Chiko pasti mempercayai aku. Dia pasti akan menemaniku pergi keluar dari tempat ini.
“ Gue nggak percaya !” tutur Chiko sewaktu aku menceritakan semua kejadiannya pada dia.
“ Apa ?? Gue nggak salah denger Kak ?” tanyaku heran mendengar jawabannya.
‘ Iya.... Gue yakin Ayah bukanlah orang seperti itu. Dia itu laki – laki yang baik, bahkan saaangat baik. Tapi kita terlambat untuk menyadari semua itu Dek. Ayah nggak akan mungkin khianatin cinta Bunda.”
“ Ayah ? Sejak kapan loe bisa manggil dia dengan sebutan Ayah ?? Bukannya dulu loe dan gue....”
“ Itu dulu ! Sebelum gue memahami siapa Pria itu sebenarnya. Siapa Ayah Tiri gue itu sebenarnya. Dan ternyata setelah gue paham, penilaian gue selama ini ke dia salah ! Dia bukan lah orang yang seperti kira selama ini. Dia adalah laki – laki yang baik. Suami yang sangat mencintai Bunda. Dan begitu juga dengan Bunda sebaliknya. Bunda selalu merasa nyaman disamping dia. Dan gue yakin, dia nggak akan mungkin berbuat setega itu sama Bunda. “
“ Jadi...... jadi sekarang............ jadi sekarang loe lebih percaya sama dia dibandingin gue ?” tanyaku sangat kecewa.
“ Ini bukan masalah percaya atau nggak, tapi... apa yang loe bilang sama sekali nggak masuk akal !”
“ Bilang sama gue Kak, sekali lagi ! Bilang sama gue loe lebih percaya dia, loe lebih berpihak pada dia dibandingin gue ! “ pintaku dengan gulimangan airmataku.
Chiko hanya tertunduk dan sangat berat untuk mengucapkan kalimat yang kuminta tadi. Ditariknya nafas dalam – dalam, dan kemudian berkata...
“ Gue percaya sama dia dek... maafin gue !”
Satu kalimat itu saja sudah cukup bagiku untuk mengerti semua jalan pikiran keluargaku. Untuk mengerti maksud mereka. Aku nggak tahu lagi harus berbuat apa sekarang. Bunda dan Chiko, dua orang yang sangat berharga bagiku. Hanya merekalah keluarga yang aku punya didunia ini. Aku nggak punya siapa – siapa lagi selain mereka.
Dan sekarang, mereka sama sekali tidak mempercayaiku lagi. Mereka lebih percaya orang yang baru saja masuk kedalam kehidupan kami. Sedangkan aku ?? Sudah 17 tahun mereka bersamaku. Tapi... tapi apa kenyataannya ? Mereka lebih berpihak pada Pria itu dibandingkan aku. Aku benar – benar kecewa dengan sikap mereka. Apa yang membuat mereka bersikap seperti ini padaku ? Kenapa mereka begitu tega padaku ? Apa mereka lebih menyangi pria itu dibandingkan aku, yang jelas – jelas adalah anak kandung dan adik kandung mereka berdua ?
Aku benci laki – laki itu ! Aku benci dia ! Dia telah mengubah semua keluargaku masuk dalam permainannya yang busuk itu ! Aku benci dia !! Dia telah menjauhkan aku dari keluargaku. Sampai matipun aku nggak akan pernah mau untuk memaafkannya. Apalagi menganggap dia sebagai Ayahku.
“ Maaf aku telat... udah lama ya kamu nunggu disini ? Kenapa nggak besok aja sih yang ? Kenapa harus sekarang ?” sapa nenji yang baru saja datang.
Aku memang sengaja menyuruh Nenji untuk tidak menunda pertemuan kami sampai besok setelah aku menerima semua perlakuan keluargaku tadi. Aku langsung menelfonnya, dan janji bertemu ditaman Cemara Boulevard tempat biasanya kami janjian.
Aku nggak sabar untuk menunggu hari esok agar bisa bertemu dengan Nenji menceritakan semuanya. Cuma Nenji satu – satunya harapanku sekarang. Cuma dia hal yang sangat berharga yang masih aku punya. Aku berharap dia tidak berlaku hal yang sama dengan keluargaku tadi. Walau aku tahu, ini juga menyangkut Mamanya.
Aku sudah memikirkan semua konsekuensi yang terjadi jika aku menceritakan semuanya pada Nenji. Aku memang sama sekali tidak berniat menghancurkan hubungan Nenji dengan Mamanya. Tapi aku rasa, Nenji harus tahu tentang semua ini. Ini menyangkut hal buruk tentang Mamanya. Maafin aku jika  aku harus memberitahukan hal pahit ini.
“ Kamu yakin itu Mama aku ?” tanya Nenji serius dan mulai sedikit meragukan penjelasanku.
“ Yakin Ji ! Aku melihatnya dengan sangat jelas ! Dengan mata aku sendiri ! Buat apa aku bohong ?” tegasku meyakinkannya.
Nenji hanya terdiam dan tak menyahuti ucapanku. Dia tampak seperti memikirkan semua penjelasanku itu, benar atau tidaknya. Dan untuk kemudian, dia baru bisa bicara...
“ Aku tahu, kamu sangat kecewa dengan semua perlakuan Mama aku terhadap kamu. Tapi nggak seharusnya juga....... tapi nggak perlu juga kamu ngelakuin ini semua.” Ucap Nenji dengan terbata – bata, tanpa menoleh sedikitpun ke arahku.
“ Maksud kamu apa Ji ?”
“Mungkin Mama aku udah keterlaluan sama kamu. Aku ngerti Ra.. aku juga bisa ngerasin perihnya kamu. Aku salut banget sama kesabaran kamu ngadepin ini semua. Tapi aku tau Mama aku. Aku sangat mengerti dia orangnya kayak gimana. Aku sangat mengerti dia... karna dia yang sudah melahirkan aku, yang merawat aku dari kecil dan aku sudah bersama dia 17 tahun lamanya.”
Nenji terdiam ditengah – tengah katanya. Dia sama sekali nggak ada menatapku ketika bicara. Apa maksud dibalik semua ucapan Nenji tadi ? Aku sama sekali nggak ngerti.
“ Sekeras apapun Mama aku, dan sekejam apapun dia sama orang lain. Dia nggak mungkin bertindak bodoh seperti itu. “
Nenji mulai menatapku. Dia menggenggam erat tanganku. Aku melihat matanya yang beda dari biasanya. Tatapan yang sangat dingin namun penuh kasih. Entah apa maksud dari semua itu.
“ Aku ngerti mungkin Mama aku memang sangat keterlaluan sama kamu. Siapapun yang jadi kamu...mungkin nggak akan selamanya bisa kuat untuk terus bertahan dalam kondisi yang seperti ini. Kalau kamu nggak kuat lagi, bilang sama aku terus terang... Jangan kayak gini sayang !“ Tutur Nenji.
“ Maksud kamu apa sih Ji ? Aku sama sekali nggak ngerti !”
“ Kamu marah sama Mama aku ? Kamu sakit hati banget sama Mama aku ?”
“ Ji... aku... maksud aku...”
“ Ra.... kamu nggak harus ngelakuin ini. Kamu nggak harus ngasi tau berita ini untuk menjadi cara supaya hubungan kita tetap bisa bertahan.”
“ Jadi maksud kamu aku bohong gitu ? Aku fitnah Mama kamu gitu ?”
“ Mama aku nggak mungkin ngelakuin semua itu. Bagaimanapun kerasnya dia, dia adalah ibu aku. Aku sangat menyangi dia. Dia adalah wanita pertama yang sangat aku cintai didunia ini. Aku sangat memahami dia. Dia nggak mungkin ngelakuin ini semua.”
“ Apalagi dengan penjelasan kamu tadi, kalau inilah jawaban kenapa Mama aku nggak merestuin hubungan kita. Dia punya hubungan diam – diam dengan Ayah Tiri kamu. Heh... alasan yang sama sekali nggak masuk akal Ra. Mama aku nggak mungkin berbuat seperti itu ! Aku tau dia.... !”
“ Aku sama sekali nggak bermaksud untuk jelekin Mama kamu. Tapi ini semua beneran Ji. Aku melihatnya sendiri ! Please percaya sama aku !” Pintaku dengan wajah memelas meyakinkannya.
“ Aku memang sangat menyayangi kamu Ra... Sayaaang banget ! Nggak ada orang yang bisa gantiin kamu dihati aku. Tapi untuk kali ini... Maaf... aku nggak bisa percaya kamu ! Maafin aku.................... maafin aku ! Maafin Mama aku kalau selama ini, dia udah cukup bikin batin kamu tersiksa. Maafin Mama aku Ra.”
Nenji mengakhiri ucapannya padaku. Dia melepaskan genggaman tangannya dengan ku. Dan lalu dia pergi meninggalkanku sendiri yang terpaku disini. Menangisi semua orang yang aku sayang kini telah pergi..... pergi dengan kepercayaannya yang sama sekali tidak berpihak padaku.
                                                ***
“ Hallo Ma... aku melihat Nenji dan Debra bertengkar “ tutur Zora pada Mamanya lewat telfon.
Zora ternyata berdiri tidak cukup jauh dari tempat duduk Debra dan Nenji tadi. Dan dia mendengar semua percakapan antara Nenji dan Debra. Bergegas dia langsung menelfon Mamanya, setelah mengetahui hasil dari pembicaraan Nenji dan Debra tadi.
“ Baik Ma... Malam ini juga aku akan kesana. Aku akan menjalankan sesuai dengan yang Mama inginkan.” Ucap Zora mengakhiri pembicaraanya dengan Mamanya itu. Zora langsung menutup telfonnya dan meninggalkan taman itu.













Sejauh mungkin
          Aku terduduk dipojok kamarku sambil mengucurkan air mata. Menangisi perasaanku, menangisi kesedihan dan menangisi semua orang yang berharga dalam hidupku kini telah pergi meninggalkanku. Sambil mengusap air mata di pipi, aku mulai teringat akan semua perkataan yang diucapkan Bunda, Chiko dan Nenji.
          “ Iya..... Bunda mempercayainya. “
“ Gue percaya sama dia dek... maafin gue !”
          “Tapi untuk kali ini... Maaf... aku nggak bisa percaya kamu !”
          Perkataan yang sangat membuat hatiku pilu. Perkataan yang membuat hatiku hancur. Kenapa mereka nggak bisa untuk mempercayai aku ?? Andai saja tadi aku cepat berpikir untuk merekam semua kejadian tadi di handphoneku, andai saja aku bisa mengambil semua gambar mereka ketika mereka bersama tadi, mungkin kejadiannya nggak akan seperti ini.
          Aku memang bodoh ! Aku nggak punya bukti apa – apa untuk meyakinkan mereka atas semua perkataanku tadi. Mereka pasti perlu bukti, sedangkan aku ?? Aku sama sekali nggak punya bukti itu. Saking emosinya, aku sampai lupa untuk merekam semua kejadian tadi.
          Sekarang apa yang bisa kulakukan ? Aku nggak akan mungkin terus berusaha membuat mereka mempercayai semua perkataanku tadi. Aku nggak punya bukti apa – apa. Lalu apakah aku masih sanggup bertahan berada dirumah besar ini ? Rumah yang sama sekali tidak mempunyai sebuah cinta didalamnya.
          Apa aku masih mau tinggal disini ? Dengan siapa aku tinggal disini ? Siapa keluargaku dirumah ini ? Nggak ada ! Mereka semuanya telah berpihak pada laki – laki itu. Mereka semuanya telah menjadi keluarga direktur itu, bukan keluargaku lagi. Dan untuk apa aku masih terus berdiam disini ? Nggak ada gunanya ! Aku nggak mungkin tinggal dengan orang yang sama sekali tidak mempercayai aku lagi. Itu nggak mungkin Debra !
          Mungkin sudah saatnya aku benar – benar harus pergi meninggalkan rumah ini. Aku harus pergi meninggalkan semua kehidupan yang telah aku jalani selama ini. Aku nggak punya siapa – siapa lagi. Bunda, Chiko telah pergi dari kehidupanku. Dan itu adalah keputusan mereka sendiri yang tidak bisa mempercayaiku lagi.
          Dan Nenji ! Mungkin dia juga telah pergi selamanya. Kata – katanya tadi seperti membenarkan semua kemungkinanku itu. Nenji nggak akan mungkin lagi datang padaku. Setelah dia berpikir, aku telah memfitnah Ibunya yang begitu ia cinta. Dia nggak akan mungkin datang lagi padaku. Dia pasti tidak ingin lagi mengenalku. Apalagi mempertahankan cintanya denganku. Dia pasti sangat membenci aku.
Buat apa aku masih disini ?? Nggak ada orang lagi yang peduli denganku. Nggak ada orang lagi yang menyangiku sepenuh hati mereka. Mereka sudah punya jalan hidupnya sendiri. Sedangkan aku, hanya menjadi masalah bagi mereka. Aku nggak pantas untuk terus berada disini. Mungkin aku memang harus pergi menjauh dari kehidupan mereka. Menghilang dari kehidupanku yang lama ini. Dan terus berjalan kedepan, menjalani kehidupanku yang baru. Aku yang sendiri, tanpa ada siapa – siapa lagi.
Soal sekolah..... Ahh.. buat apa aku sekolah lagi ? Toh juga aku hanya bisa melihat Nenji yang memalingkan mukanya nanti ketika berhadapan denganku. Aku sama sekali nggak kuat untuk itu.  Dan faktor utama hal yang membuatku untuk tidak mau sekolah lagi adalah laki – laki itu. Dengan biaya siapa aku sekolah nanti ?? Uang dari Direktur itu ? Arrgh... mending nggak usah sekolah saja, jika harus dibiayai oleh dia. Dan sahabatku..... mungkin memang berat untuk meninggalkan mereka. Tapi biarlah semua cerita bersama mereka menjadi kenangan manis yang masih tersimpan di memori kehidupanku.
Aku nggak ingin bertemu mereka. Jika aku menceritakan semuanya pada mereka, mungkin mereka juga nggak akan sepenuhnya percaya dengan ceritaku. Dan satu kenangan buruk itu akan terukir lagi nantinya. Aku nggak mau itu. Biarkan semua cerita dengan sahabatku akan menjadi kenangan indah sampai akhir hayat hidupku.
Aku bangun dari dudukku, berjalan kedepan lemari pakaianku. Kubuka semua pintu lemari itu. Kukemaskan semua pakaian yang ingin ku bawa. Ku ambil satu koper besar dan tas ungu kesayanganku. Kumasukan pakaian dan celanaku satu persatu. Aku nggak ingin terlalu banyak membawa koper, karna pasti sangat berat untuk menetengnya jalan denganku nanti. Cukup satu koper saja dengan barang – barang yang penting.
Semua koleksi yang berbau dengan Band Ungu, tak lupa untuk kumasukkan. Karna semua benda ini sangat berharga bagiku. Mungkin hanya ini, satu – satunya hal yang paling berharga yang masih aku punya dihidupku ini. Meskipun aku sama sekali tidak mengenal mereka, tapi hatiku sangat tenang jika mendengar lagu – lagu mereka dan menatap wajah mereka masing – masing. Terutama Pasha. Aah... wajah yang begitu mirip dengan dia, Nenji.
Sambil terus mengemasi semua pakaianku, kuhidupkan musik dari handphoneku. Aku mencari – cari lagu yang cocok denganku saat ini. Hmm... sepertinya Sejauh Mungkin. Aku langsung memutarkannya dan membuat hatiku sangat pilu mendengar isi dari setiap lirik lagu ini.
Sejauh Mungkin
Lelah Hati yang tak kau lihat
Andai saja dapat kau rasakan letihnya jiwaku karna sifatmu
Indah cinta yang kau berikan
Kini tiada lagi kudapatkan teduhnya jiwa
Baiknya ku pergi tinggalkan dirimu
Sejauh mungkin untuk melupakan
Dirimu yang selalu tak pedulikan ku..
Yang mencintaimu... yang menyangimu....
Bila saat nanti aku jauh
Ku harap kau mengerti...
Ku harap kau sadari...
Akhirnya selesai juga beres – beres kali ini. Semua barang yang berharga sudah kumasukkan. Aku memeriksa lagi semua isi kamarku, memastikan nggak ada lagi benda yang ku sayang tertinggal di kamar ini. Tapi tunggu ! Foto aku dengan  Ayah ! Aku melupakannya.... Untung saja aku mengeceknya lagi.
Lagi – lagi, aku harus rela membiarkan airmataku jatuh untuk kesekian kalinya. Dan kini... ia jatuh membasahi fotoku dengan Ayah. Tangisanku sekarang adalah tangisan kerinduanku pada Ayah. Seandainya saja Ayah masih hidup, mungkin semua nggak akan seperti ini.
Andai saja rumahku tidak terbakar waktu itu, mungkin Ayah masih ada disini bersama kami. Andai saja Ayah masih hidup, mungkin kami akan tetap tinggal  bersama dirumah kecil yang penuh dengan cinta itu. Andai saja Ayah masih ada, mungkin Bunda akan selalu tetap bertahan pada dua cinta yang ada dihatinya, Ayah dan kami anaknya. Andai saja Ayah masih disini, mungkin aku dan Chiko akan selalu menjadi adik – kakak yang kompak dan saling menyangi satu sama lain.
Tapi semua itu hanya andai, aku hanya berandai – andai. Andai-an yang cuma dapat kukatakan dan tak akan pernah jadi kenyataan. Kenapa aku harus mengenal kata ‘andai’. Itu hanya membuat aku berkhayal kalau hidup bisa lebih baik jika ‘andai’ itu terwujud. Tetapi kenyataannya semua itu tidak terwujud. Dan aku hidup dalam kenyataan yang tak akan mewujudkan andaianku itu.
“ Ayah..... aku merindukanmu. Maafin aku, karna aku harus memilih jalanku sendiri dengan meninggalkan mereka. Ayah pasti ngerti kenapa aku berbuat seperti ini.” ucapku lirih pada Foto Ayah yang sedang kupegang.
Ku lihat jam didinding kamarku, pukul setengah sepuluh malam. Aku coba mengecek keadaan diluar kamarku. Memastikan semuanya sudah tidur pulas jam segini. Walau sebenarnya nggak mungkin, jam segini mereka udah pada tidur. Tapi aku baru ingat, tadi Bibi bilang Chiko mengantarkan Mama pergi berobat ke dokter. Dan pulangnya mungkin sangat lama, karna nomor urut pasien Mama paling terakhir. Mungkin jam 12 malam baru bisa sampai dirumah. Syukurlah ! Aku bisa pergi dengan tenang sekarang.
Aku mengangkat koperku keluar dari kamar. Dengan tas kesayangan yang sedang kupakai. Aku mengendap – endap keluar dari rumah dan membuka pintu, agar bibi dan yang lainnya tak mengetahui kepergianku ini. Haah... akhirnya ! Aku berhasil juga keluar dari rumah besar ini. Tapi masih ada satu tantangan lagi yang harus kulewati, satpam ! Aku masih berdiri diteras rumahku. Belum sepenuhnya telah keluar dari rumah dan pekarangannya sekalian.
Zora ?? Dari belakang keliatannya itu adalah dia. Punggung yang ditutupi dengan rambut indahnya itu. Buat apa dia berdiri ditamanku ? Dia tampak gelisah sambil memegang sesuatu yang menyerupai sebuah undangan ditangannya. Mau apa Zora kerumahku malam – malam seperti ini ? Kenapa dia tampak begitu gelisah ??
“ Zoraa ??” tegurku memanggilnya.
Dia langsung membalikkan badannya kearahku. Dia menatapku dengan wajah yang keliatan begitu panik. Seperti ada sesuatu permasalahan yang menimpa dirinya. Dia berjalan menghampiriku.
“ Debra.... maaf gue datang kesini malam – malam gini. Maaf kalau gue udah ganggu loe.” tuturnya dengan penuh hati- hati.
“Loe ada perlu apa kesini ? Kenapa tiba – tiba datang ke rumah gue ?”
“ Sebenarnya daritadi gue udah disini. Tapi gue nggak berani masuk. Gue nggak tahu mesti ngomong apa sama loe.”
“ Ada apa sih ?”
“ Debra..... gue minta maaf sama loe ! Gue harap loe jangan benci gue. Mungkin semua penjelasan gue disekolah waktu itu, sudah cukup buat loe mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dan buat loe mengerti gimana gue yang sebenarnya.”
‘”Jangan berbelit – belit deh ! Gue buru – buru ni. Ada apa sebenarnya ?”
“ Ini.. buat loe !” Zora memberikanku undangan yang sudah dipegangnya daritadi. Zora sama sekali tidak berani menatapku. Dia menundukkan kepalanya dan memberikan undangan itu ketanganku.
Kuambil undangan yang diberikannya itu dan perlahan mulai membukanya. Batinku mulai nggak enak. Sepertinya ada suatu hal yang membuatku harus menangis lagi, entah hanya untuk semalaman atau selamanya.
Undangan acara pertunanganan Nenji dan Zora !!! Tanggal 27 November nanti. Satu minggu lagi.........
Tanganku langsung gemetar ketika membaca isi dari undangan ini. Pertunanganan Nenji dan Zora yang akan segera diresmikan. Ya Tuhan... aku sama sekali nggak kuat lagi untuk lama – lama berdiri disini. Dikehidupan yang hanya membuatku terjebak dalam lubang yang pahit. Baru beberapa jam yang lalu Nenji melepaskan gengaman tangannya padaku, dan sekarang... aku telah menerima undangan ini. Undangan pertunanganan dia dengan Zora.
Cepat sekali dia memutuskannya ?? Cepat sekali dia memutuskan secara sepihak hubunganku dengannya ?? Dengan cara menerima pertunanganan ini untuk segera dilaksanakan. Tapi jika melihat sorot matanya tadi, rasanya mungkin saja ini semua akan terjadi malam ini juga. Aku menerima sebuah undangan ini. Nenji pasti benar – benar marah denganku, dan tidak pernah mau lagi menganggapku sebagai kekasihnya, mungkin ia juga nggak mau lagi untuk mengenalku lagi.
“ Maafin aku Ra.. dan Maafin Nenji. Mungkin ini adalah pilihan yang sangat sulit buat Nenji. Tapi dia sangat menyangi Mamanya. Dan apa yang diingini Mamanya ini, juga pasti hal yang terbaik buat dia. Dan maafin aku.. aku nggak bisa menolaknya untuk mu. Ini mungkin yang terbaik Ra. Jujur aku.... aku nggak sanggup untuk memberitahukanmu soal ini. Tapi kamu harus tahu... kamu harus tau ini secepatnya, agar kamu bisa relain Nenji. Aku janji aku akan menjaganya dengan baik untuk kamu. Aku nggak akan ngecewain dia. Dan aku janji... aku nggak akan menghilangkan rasa cinta dan sayang dia untuk kamu. Ini mungkin hanya sekedar status, kamu harus tahu cinta Nenji pasti akan selalu ada untuk kamu.”
Aku harus rela ! Yaa.. mungkin hanya itu yang bisa kulakukan sekarang. Bukannya aku juga ingin menjauh dari kehidupanku sekarang ?? Kalau memang iya, aku harus merelakan Nenji dengan Zora. Walau ini sangat berat bagiku, melepaskan cinta Nenji yang begitu sangat ku sayang. Tapi aku harus melakukannya, mungkin ini adalah pilihan terbaik yang diambil Nenji. Aku harus memahami ini semua. Benar apa yang dibilang Zora, apa yang diinginkan Mama adalah yang terbaik buat Nenji.
Cinta nggak harus memiliki. Aku harus merelakan Nenji dengan Zora. Lagian aku bisa melihat dari tatapan mata Zora. Dia bukanlah gadis yang jahat. Dia gadis yang sangat baik. Aku bisa melepaskan Nenji ditangannya. Aku percaya pada dia. Dia pasti bisa menjaga Nenji untukku.
          “ Selamat ya Zora ! Aku turut bahagia atas pertunanganan kalian. Aku ikhlas kok.... kamu tenang aja. Aku percayain dia sama kamu. Aku nggak akan membenci kamu kok, begitu juga dengan Nenji. Aku ikhlas kalian berdua bahagia. Lagian kamu sendiri kan yang bilang sama aku, cinta itu nggak harus memiliki. Aku ikhlasin dia buat kamu. Tolong jaga dia baik – baik yaa !“ ucapku pada Zora sambil tak pernah berhenti untuk terus menyeka airmataku yang mulai jatuh satupersatu.
Zora langsung memelukku. Dia juga ikut menangis bersamaku. Aku bisa merasakan tangisan yang tulus dari dirinya. Dia pasti bisa merasakan gimana pedihnya hatiku sekarang.
          Berat bagiku untuk mengucapkan semuanya pada Zora tadi. Tapi itu harus aku lakukan. Aku nggak ingin lagi menambah beban Nenji, apalagi menjauhinya dari Mama yang begitu ia sayang. Aku harus merelakannya. Jika Ini memang yang terbaik buat dia, aku akan melakukannya demi cintaku padanya.
Jika itu Yang Terbaik
Tiada bisa kulupa saat yang indah, yang terindah
Yang kita lewati bercinta
Semua kebiasaan yang kita lalui berdua
Kini jadi puing kenangan
Sebab engkau telah pergi
Sambil menangis kau katakan
Kau tak akan pernah kembali
Dan dapat kupahami satu alasan yang kau beri
Apa yang mereka ingini segala yang terbaik untukmu
Jika itu memang terbaik untuk dirimu
Walau berat untukku pisah denganmu
Hapus sudah air matamu aku mengerti
Ini bukan maumu, ini bukan inginmu
( Sendiri aku dalam gelapku, tiada satupun menemaniku )
          Setelah mengucapkan semua hal yang dianggap perlu oleh Zora untuk disampaikan padaku, dia langsung pergi meninggalkanku. Zora telah pergi melaju dengan mobil jazznya berwarna pink lembut itu. Kini tinggal aku sendiri... aku yang terpaku dalam semua kebisuan tentang kehidupan cintaku yang begitu pelik ini.
          Aku hanya bisa tersenyum simpul meratapi semua kisah cintaku. Untuk yang pertama, aku ditinggal oleh orang yang sangat kusayang selama – lamanya karna dia harus pergi ke dunianya yang baru karena penyakit leukimianya. Dan sekarang, aku ditinggal oleh orang yang sangat kusayang, mungkin melebihi rasaku pada dia yang dulu. Tapi kini dia telah pergi... pergi dengan cerita yang berbeda dengan kisahku yang dulu. Dia pergi karena dia akan bertunangan dengan orang lain.
          Dan kini saatnya aku pergi, meninggalkan semua cerita masa laluku yang pahit. Dan tersenyum menghadapi duniaku yang baru disini. Tempat yang mungkin nggak mudah diketahui oleh banyak orang. Aku yakin, nggak akan ada yang bisa menemukanku disini, kecuali dia ‘NENJI’. Itupun kalau dia juga mencariku dan masih peduli denganku. Dan sepertinya hal itu tidak mungkin, jadi mungkin aku akan aman berada disini. Aku juga pasti akan tenang berada disini, mulai sekarang dan mungkin selamanya.
          “ Selamat tinggal masa laluku.... “ ucapku dalam hati. Dan memejamkan mataku, diatas tempat tidurku yang baru. Dikamarku yang baru dan dirumahku yang baru.
                                                          ***
          “ Debra..... maafin aku ! Maafin aku harus berbohong padamu. “ tutur gadis cantik itu bergulimangan airmata sambil menyetir jazz pinknya itu.








Saat Indah Bersamamu
          Hari pertama aku berada dirumahku yang baru. Hmm.... udara yang begitu segar dipagi hari ini. Kubuka jendela dan kurasakan kedamaian yang menyelimuti hatiku. Kulihat sekeliling kamarku, tempat tidur yang bertingkat sebanyak dua buah. Kamar ini cukup luas, sehingga bisa diisi empat orang didalamnya. Dan kini, aku adalah salah satu penghuni kamar ini.
          Tidak ada satupun orang didalamnya sekarang. Mereka pasti sudah bangun, karna jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Mungkin yang lainnya udah pada berangkat sekolah atau sudah ngumpul bersama anak – anak lainnya yang tinggal di tempat ini. Tempat yang kumaksud adalah panti asuhan Bahari. Yaa... aku tinggal disini sekarang. Aku merasakan nyaman setiap kali berada disini, jadi aku yakin aku pasti akan betah untuk tingal dalam waktu yang cukup lama ditempat ini.
          “ Udah bangun Kak ? Keluar yuuk, kita sarapan !” sapa gadis yang berparas ayu itu. Vala.
          “ Iya dek... kakak mandi dulu ya, ntar langsung kedepan kok.“ jawabku.
          Tempat ini memang tidak seluas rumah direktur itu. Tapi aku bisa merasakan kehangatan cinta terjalin disini. Semua orang didalamnya saling menyayangi satu sama lain. Mereka telah mengikat diri mereka sebagai satu keluarga. Keluarga bahari.... Aku suka dengan nama tempat ini. Sesuai juga dengan view yang ada didepannya. Yaitu pantai yang indah.
          Pantas saja jika dipagi hari, kita sudah bisa merasakan udara yang begitu segar telah berhembus dari arah pantai ini. Makanya tempat ini dinamakan dengan Panti Asuhan Bahari, karna tempatnya yang dekat dengan pantai.
          “ Aku kira kakak nggak akan balik lagi kesini. “ tutur Helen membuka pembicaraan sewaktu kami sarapan.
          “ Ya nggak mungkin lah dek. Kakak kan dulu pernah janji, kakak pasti bakal balik lagi ke tempat ini. Dan sekarang kakak datang untuk tepatin janji itu, bahkan nggak cuma nepatin aja, kakak juga akan tinggal disini selamanya.“ balasku dengan memberikan senyuman kebahagiaanku.
          “ Tapi dulu kakak janjinya bakal balik kesini sama Kak Nenji, dengan status kalian sebagai pasangan kekasih. Kakak inget kan dulu Kak Nenji pernah ngomong gitu ? Sekarang.. kenapa hanya Kakak yang  datang kesini ?” tanya Vala dengan raut muka yang sedih.
          Aku terdiam mendengar pertanyaan Vala. Benar apa yang dibilang Vala, dulu Nenji dan termasuk aku pernah berjanji akan datang ketempat ini lagi berdua, dengan status yang tidak lagi sebagai teman biasa. Dan sekarang, aku memang datang lagi kesini. Tapi sendiri.... dan mungkin memang dengan status yang berbeda. Aku datang lagi kesini dengan status sebagai mantan kekasih Nenji. Hah... Aku nggak pernah menginginkan status itu dari dia. L
          “ Kak Debra... kakak dipanggil sama Ibu. Katanya kalau kakak udah selesai makan, datang keruangan Ibu ya. “ kata Nola anak yang tinggal disini juga.
          Tadi malam aku memang berjanji pada Ibu Kepala. Ibu yang punya panti Asuhan ini. Aku akan menjelaskan semuanya pada dia esok pagi, tentang keputusanku menetap dirumah ini. Aku langsung menyusul keruangan Ibu Nengsih, aku akan menjelaskannya sekarang.
          “ Tapi apa kamu yakin akan menetap selamanya disini ? Bagaimanapun juga, disini adalah tempat orang yang sudah tidak punya keluarganya lagi. Sedangkan kamu, kamu masih punya Ibu dan kakak laki – laki kamu.” Tutur Ibu Nengsih.
          “ Mereka bukan keluargaku lagi Bu. “
          “ Kata siapa mereka bukan keluargamu lagi ?”
          “ Mereka yang memutuskannya sendiri. Terutama Bunda, Bunda nggak mau lagi menganggapku sebagai anaknya. Jadi buat apa aku harus bersama mereka lagi ?”
          “ Nggak ada seorang Ibu yang tidak menganggap anaknya sendiri Debra. Bagaimanapun keadaan anaknya, didalam hati seorang Ibu, dia pasti sangat menyayangi anaknya itu. Dan dia nggak akan pernah mau berpisah dari anaknya.”
          “ Bunda lebih menyayangi suami barunya daripada aku Bu.”
          “ Mungkin Bunda kamu memang sangat menyayangi Suaminya, tapi harus kamu ketahui, kasih sayang yang ada didalam hati seorang wanita pada suaminya, sangat berbeda dengan kasih sayang pada anaknya sendiri. Kamu bisa lihat dalam kehidupan sehari – hari, seseorang bisa dengan mudahnya menceraikan atau membenci mantan suaminya, tapi nggak ada seorang wanita yang akan membenci anaknya. Nggak ada Debra...”
          “ Bu.. aku hanya ingin tinggal disini. Aku mohon tolong ngertiin aku Bu. Tolong kasih aku kesempatan untuk bisa tinggal disini. Aku mohon... ! Aku nggak punya tempat lagi yang bisa kutinggali.” Pintaku memelas pada Ibu.
          “ Ibu sangat senang kamu tinggal disini. Ibu pasti bakal izinin kamu. Tapi... Ibu hanya ingin kamu memberitahukan pada Bundamu. Sekedar lewat surat, atau sms, atau juga mengizinkan Ibu memberitahukan tentang kamu tinggal disini. “
          “ Bu... untuk sekarang aku mohon jangan. Aku ingin tahu apakah mereka benar – benar menyangiku atau tidak. Jika mereka memang sangat peduli dengan aku, aku yakin cepat atau lambat mereka pasti akan menemukan aku disini, kalau mereka memang betul – betul mencariku.”
          Sejenak Ibu terdiam memikirkan kata – kataku. Kemudian baru bisa berkata, “ Yaudah.. kalau kamu inginkan seperti itu. Ibu izinkan kamu tinggal disini sampai kapanpun kamu mau.” tutur Ibu sambil memelukku.
          “ Makasi ya bu. “ jawabku.
          Ternyata tinggal disini bukanlah sesuatu yang buruk. Semuanya benar – benar asyik dan nyaman. Banyak hiburannya juga. Aku bisa main ke pantai bareng anak – anak lainnya, bernyanyi bersama bareng mereka. Bahkan cerita – cerita dengan Vala, Helen, dan Nola hingga larut malam dikamar kami. Aku merasakan kehangatan sebuah keluarga disini. Dan sekarang tepat sudah satu minggu aku berada dipanti asuhan ini. Aku sangat betah untuk berdiam lama – lama disini.
          Segala yang berbaur dengan masa laluku sudah kutinggalkan dan kubuang jauh – jauh. Termasuk kartu ku yang lama. Aku sengaja mengganti nomor handphoneku sejak pertama aku tinggal di panti asuhan ini. Agar tak ada yang bisa menghubungiku lagi, dan membiarkanku tenang bersama kehidupanku yang baru.
          Aku melirik kalender yang ditempelkan didinding. Tanggal  27 November... hari ini adalah hari pertunanganan Nenji. Aku langsung mengambil tas unguku, mencari undangan yang kusimpan didalamnya. Acara akan berlangsung pukul 7 malam. Dua jam lagi dari sekarang. Semuanya pasti sedang bersiap – siap menyambut dengan gembira hari yang sangat special ini.
          Aku membayangkan bagaimana cantiknya Zora malam ini. Dengan gaun putih yang sangat indah, rambut ikalnya yang diikat atau dibiarkan terurai. Pasti membuatnya keliatan sangat cantik. Dan.... begitu juga dengan Nenji. Dengan jaz hitam dan dandanan yang sangat rapi, Nenji pasti terlihat sangat gagah, ala pengusaha muda gitu.
          Dan mereka berdua nanti akan disandingkan duduk berdua, dan memakaikan cincin di jari manis pasangannya.
“Wuaa.. pasti sangat romantis. Hmm.. andaikan aku yang berada disana.” ucapku dalam hati sembari tersenyum sedih. Membayangkan semua kejadian indah itu. Kejadian yang aku impikan bisa melakukannya bersama Nenji. Tapi sayang, semuanya hanyalah harapanku saja. Harapan yang nggak akan pernah jadi sebuah kenyataan.
“ Kakak pasti kangen yaa sama Kak Nenji ?” tegur Helen yang tiba – tiba datang menghampiriku yang sendirian dikamar sejak tadi.
“ Hmm... nggak kok dek. Kakak cuma mau buang undangan ini aja. “
“ Jangan boongin perasaan sendiri kak. Kalau kangen ya bilang aja kangen. Lagian nggak mungkin kan, kakak bisa ngelupain Kak Nenji secepat itu ?”
“ Sekarang kakak udah bisa lupain dia kok. Kakak udah nggak ingat lagi sama dia.”
“ Jangan boong kak..... mata kakak nggak ngomong kayak gitu. Mata kakak bisa ngeliatin kalau kakak sangat rindu sama Kak Nenji sekarang. Kakak pasti pengen ketemu sama dia kan ? Jujur kak sama aku...! “
“ Nggak ada gunanya juga dek kalau kakak kangen atau pengen ketemu dia sekarang, toh dia juga udah jadi milik orang lain. Dia nggak mencintai kakak lagi kok. Nenji... hmm.. mungkin Nenji nggak bener – bener sayang sama kakak “
“ Kakak Salah ! Kak Nenji sangat sayang sama kakak. Bahkan mungkin dia jauh lebih menyayangi kakak dibandingkan Kak Dinda. Setelah pertemuan kita waktu pertama kali itu, Kak Nenji dan aku sering telfonan dan curhat satu sama lain. Kak Nenji nggak pernah henti – hentinya ceritain tentang kakak. Ceritain bagaimana sayangnya dia sama kakak. Cinta dan sayang Kak Nenji begitu dalam kak buat Kak Debra. Dia sangat menyayangi kakak.”
“ Tapi nggak ada gunanya lagi sekarang. Dia memilih jalan pertunanganan ini dek. Dia memilih untuk mengakhiri cintanya dengan kakak.”
“ Tapi aku yakin, Kak Nenji nggak pernah menginginkan hal ini terjadi. Dia sangat menyangi kakak untuk sekarang dan sampai kapanpun itu. Dan aku juga sangat yakin, suatu saat cinta kakak dan Kak Nenji pasti akan bersatu lagi. Walau kita sendiri nggak tau kapan waktu itu akan datang.”
“ Hmm... kakak nggak mau lagi terlalu berharap dek. Yaudahlah nggak usah dibahas. Kakak mau pergi keluar dulu bentar, bilangin sama Ibu yaa.”
“ Kakak mau pergi kemana ? Bentar lagi udah mau malem loh kak ?”
“ Bentar doang kok, Cuma pengen liatin sunset aja. Kakak pergi dulu ya.”
          Aku berjalan menelusuri tepian pantai ini. Pasir yang lembut, ombaknya yang biru, membuatku begitu nyaman berada ditempat ini. Apalagi udaranya yang begitu sejuk. Hmm... nggak perlu jauh – jauh deh untuk menikmati pantai yang indah kayak di Bali. Disini juga kamu udah ngedapetinnya.
          Tapi sejenak ketenangan hatiku mulai terkikis oleh rasa kesedihanku. Kesedihan akan mengingat semua moment special yang akan berlangsung hari ini. Pamasangan cincin oleh Nenji dan Zora. Mereka berdua akan menjadi pasangan kekasih yang saling mencintai untuk selamanya. Pasti sangat senang berada diposisi Zora.
          Hadir dengan gaun yang indah, berdampingan dengan pangeran tampan seperti Nenji. Disaksikan oleh banyak orang, bahwa kalian berdua akan mengikat satu sama lain. Wuaa... moment yang sebenarnya sangat kutunggu untuk bisa melakukannya bersama Nenji.
          Hatiku terasa sangat berat karna menahan rasa sakit dan kesedihan ini. Dadaku terasa sesak, entah untuk menahan tangis atau karna kerinduan yang begitu dalam pada sosok Nenji yang sangat kucinta. Kini tiada lagi kurasakan, suara merdunya menyapaku, tawanya yang renyah selalu membuatku tersenyum, nyanyian merdunya yang bisa teduhkan hatiku, dekapan hangatnya yang membuatku bisa bangkit lagi merasakan indahnya cinta. Dan kini, semuanya telah hilang, semuanya musnah dan mungkin tiada lagi bisa kurasakan hal yang seperti ini.
          Mungkin benar apa yang dibilang Helen, aku nggak akan pernah bisa berbohong untuk menutupi bagaimana rindunya aku pada sosok Nenji. Aku memang sangat merindukannya. Mungkin dibibir, aku bisa mengatakan bahwa aku telah melupakannya, aku sama sekali tak mengingatnya lagi. Tapi jauh didalam relung hatiku, semuanya berbanding terbalik. Aku sangat merindukan Nenji, aku sangat merindukan dia ! Nggak akan ada yang pernah bisa menggantikan dia lagi dihatiku.
          Dialah semangat hidupku, dialah yang membuatku bangkit dari semua keterpurukan ini. Dialah yang membuat aku bisa bertahan menghadapi semuanya. Lalu dimanakah Nenji yang sangat kucintai itu ? Mungkinkah dia benar – benar hilang ? Mungkinkah dia benar – benar pergi dari kehidupanku selamanya ?
          Aku memang ikhlas, jika dia sekarang lebih memilih Zora dibandingkan aku. Tapi sungguh..... keikhlasanku bukan berarti kekuatanku untuk menghadapi semua ini. Aku nggak bisa, aku nggak sanggup !
          Aku kembali merasakan kepahitan cinta itu lagi. Setelah dulu dengan susah payah aku mencoba bangkit ditinggal Yoga. Dua cinta yang mempunyai cerita yang sama. Yaitu mereka berdua harus pergi meninggalkanku untuk selamanya. Kenapa harus ada pertemuan jika akhirnya kami akan berpisah juga ??
          Pertama Yoga, kekasih yang sangat aku cintai dulu. Selama berapa tahun, aku menghabiskan waktuku bersamanya. Lelaki yang sangat baik, dan mau menuruti semua keinginanku. Tapi dia harus pergi meninggalkanku untuk selamanya. Menghadapi dunianya yang baru karna penyakit leukimianya itu. Dulu aku sangat berharap dialah yang akan menjadi pendamping hidupku selamanya. Namun ternyata semua harapan itu sirna. Setelah dia mengakhiri hidupnya dengan semua cerita pahit tentang keluarganya.
          Dan kini Nenji. Dia lah yang membuatku kembali merasakan hangatnya sebuah cinta. Dialah yang membuatku bangkit lagi. Dia yang kembali membuatku tersenyum. Dialah yang membuka mataku untuk berani menghadapi dunia ku yang baru meski Yoga telah pergi dari hidupku selamanya. Semuanya karena dia. Karena dia yang ada disampingku. Aku bisa bertahan karna ada dia.
          Dan sekarang, dia telah pergi untuk selamanya. Dengan cerita yang berbeda dari Yoga. Dia pergi untuk bertunangan dengan orang lain. Yang itu artinya dia telah menjadi milik orang lain mulai sekarang dan selamanya. Lalu sanggupkah aku bertahan tanpa ada dia disampingku ?? Lalu masih sanggupkah aku tersenyum manghadapi semuanya ini ?
          Ya Tuhaan... ini sangat berat bagiku. Aku nggak tahu lagi mesti berbuat apa sekarang. Rasanya sangat pedih dan sangat sakit untuk menahan luka disini.
          Tapi aku tau, aku nggak boleh lemah seperti ini. Dulu aku bisa bangkit setelah ditinggal Yoga. Kenapa sekarang nggak ? Aku harus bisa.. aku harus bisa bertahan ditinggal Nenji. Karna dialah yang mengajariku bagaimana caranya untuk bertahan dari kepahitan semua ini.
          Trik lama Nenji. Yaa.. mungkin aku harus mencoba itu lagi. Menuliskan semua keluh kesahku, dan memasukkannya ke dalam sebuah botol. Aku langsung bergegas untuk mencari botol kosong yang ada ditepi pantai ini. Aku menemukannya dengan sebuah kertas kosong yang sangat kotor. Tapi aku butuh sesuatu yang bisa untuk ditulis.
          Kulihat warung yang ada didekat pantai ini. Ternyata masih buka. Aku membeli pena dan langsung menuliskan semuanya. Mulai dari kesedihanku, hingga harapanku untuk bangkit lagi.
          Setelah selesai menuliskan semuanya, aku langsung berjalan mendekati pantai. Aku ingat, Nenji pernah bilang, ‘Setelah aku selesai melemparkan botol ini sejauh mungkin ketengah lautan, aku harus berteriak menyebutkan harapan yang aku inginkan untuk bisa bangkit lagi.’ Aku langsung melemparkan botol ini sejauh mungkin. Dan kini botol itu telah terlempar jauh. Saatnya aku sekarang yang harus menyerukan harapanku itu.
          Tapi bibir ini terkunci rapat. Sulit rasanya untuk menyebutkan harapanku yang ingin melupakan Nenji. Tapi aku harus mencobanya terus, aku yakin aku bisa.
          “ Nenjiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii !!!! Aku sangat merindukanmu ! Aku sangat mencintaimu ! Kamu dimana sekarang ??! Kenapa kamu sama sekali nggak ada mencariku ketempat ini ? Aku ingin bertemu kamu Nenji ! Aku sangat merindukan kamu ! Aku ingin bertemu kamu walau cuma sekali saja. Aku ingin melihat senyum kamu. Aku ingin melihat semua tentang dirimu. Please cari aku ! Temui aku ditempat ini ! Aku sangat mencintai kamu. Dan aku akan terus tetap menunggumu disini, sampai kamu datang mencariku lagi. Temui aku Nenji ! Temui aku !”
          Hanya kata – kata itulah yang bisa kuucapkan. Kata – kata yang sangat jauh berbanding terbalik dengan apa yang kutuliskan dibotol tadi. Aku nggak tau kenapa aku bisa mengatakan hal itu. Mungkin itulah sebenarnya isi hatiku sekarang. Aku yang sangat merindukan Nenji. Aku yang ingin dia menemui aku lagi ditempat ini. Itulah isi hatiku sebenarnya. Dan aku nggak bisa untuk membohongi itu.
          Aku terduduk lemah diatas pasir ini. Aku menangis sejadinya – jadinya, setelah mengucapkan semua kalimat itu. Aku ingin melepaskannya sekarang. Kesedihan hatiku semakin bertambah mendapati sunset yang sudah ada didepan mataku. Aku teringat semua saat – saat indah yang aku lalui bersama Nenji dulu. Terutama kejadian kita dipantai itu. Duduk berdua memandangi sunset, dan menyandarkan diriku dibahu Nenji. Setelah melepaskan semua kesedihanku. Tapi kini.. aku sendiri. Aku hanya sendiri melihat sunset ini. Kini tiada lagi dirinya disampingku. Tiada lagi Nenji Alvaro yang menyemangatiku. Sejenak kupejamkan mata, mengingat semua kenangan manis yang kulalui bersama Nenji dulu.
                                                          ***
          “ Harus ku akui... akui apa cliquers ?” seru Pasha
          “ Aku sayang kamu .. “ jawab cliquers
          “ Apa lagi ?” tanya Pasha
          “ Aku cinta kamu..” lanjut cliquers
          “ Pada siapa ?”
          “ Oh hanya pada dirimu “ sambung cliquers.
          Wuaa.. suasana yang sangat heboh dikonser Ungu. Bukan hanya kali ini saja, tapi setiap konser yang diadakan Ungu pasti akan selalu heboh bersama penggemarnya, cliquers. Yap.. ini memang kegiatan rutin yang aku lakukan dulu. Kumpul bareng cliquers, dan pergi konser bareng mereka disetiap event dimanapun Ungu tampil. Yaa kecuali luar kota. Mana mungkin aku diizinkan pergi keluar kota ? Paling cuma Jakarta dan sekitarnya saja.
          Nonton konser bareng anak cliquers itu seru banget. Namanya juga kita sehati. Yaitu sama – sama pecinta band yang sangat fenomenal ini, Ungu. Disaat konser berlangsung, kita nggak henti – hentinya nyanyi dan lompat bersama. Berdiri paling depan lagi. Jadi bisa dengan sepuasnya teriakin nama personil yang kami suka, salaman langsung sama mereka. Bahkan kalau Ungunya nggak lagi capek habis manggung, kita bisa kumpul – kumpul dulu sama mereka di backstage. Seru nggak tuh ??
          Kegiatan cliquers nggak cuma itu aja. Diluar jam konser, kita juga adain kumpul bulanan anak – anak cliquers. Cerita – cerita, ngadain rencana atau apalah. Dan kalau bulan puasa datang, kita pasti persiapin untuk acara buka bareng sama Ungu.
          Yap.. itu memang semua kegiatan rutinitasku sebelum Yoga meninggal. Boleh dibilang, aku nggak pernah absen untuk datang dan kumpul bareng cliquers. Tapi semenjak Yoga pergi, aku jadi nggak semangat ngapa – ngapain. Males banget rasanya untuk beraktivitas lagi. Apalagi kalau pergi konser. Karna terang saja, Dulu aku pergi konser karna ada Yoga yang senantiasa akan menjaga aku. Setelah Yoga pergi, siapa yang bakal menjaga aku nantinya ??
          Tapi untungnya aku sekarang sudah punya Nenji. Si wajah tampan yang sangat mirip dengan idolaku itu, Pasha Ungu. Semenjak kehadiran dia, aku nggak mau lagi untuk ketinggalan kumpul bareng cliquers. Dan sekarang aku sudah berdiri diantara mereka, sahabatku yaitu anak – anak cliquers. Kami disini datang untuk menyaksikan konser Ungu yang diadakan di Senayan Jakarta.
          Seru banget ! Apalagi tadi kita udah nyanyi bareng juga. Lagu Saat Indah Bersamamu. Hmm.. kehangatan persahabatan yang terjalin sesama cliquers terasa kental disini. Dan sekarang, aku juga nggak sendiri untuk menonton konsernya. Ada Nenji yang berdiri disampingku. Dia kan juga pecinta Ungu, pastinya dia juga nggak mau ketinggalan dong nonton konser Ungu bersamaku.
          “ Kamu percaya nggak yaang suatu saat aku akan ada disana bareng mereka ?” tanya Nenji ditengah hiruk-pikuknya suasana konser malam ini.
          “ Mereka ? Mereka siapa maksud kamu ?”
          “ Ya Ungu lah ! Siapa lagi ?”
          “ Hoho... mimpi banget kamu yaang ! Emangnya mau ngapain berada disana bareng mereka ? Megangin kabelnya kamu ?” ledekku
          “ Diih.... enak aja kamu ! Ya kamu kan tau sendiri yaang, aku lagi giat – giatnya rekaman album aku sekarang. Ciptain lagu, dan bikin demo biar ntar aku bisa jadi kayak mereka. Band aku bisa dikenal banyak orang, dan disaat launching album aku besok, ada Ungu-nya juga. Hebat nggak tuh ?”
          “ Yaa aku dukung banget, supaya Zherocliq sukses. Tapi... kalau ada Ungu dilaunching album pertama kamu nanti, kayaknya mimpi banget deh ! Mana mungkin band sekelas Ungu, bakal jadi bintang tamu dilaunching pertama album kamu ? Berani bayar berapa kamunya ?”
          “ Yee.. bukannya aminin impian aku, malah dipatahin gitu. Maksud aku bukan gitu yang. Gini... misalnya ntar Ungu adain konser special banget buat para cliquersnya. Nah.. band aku juga ngisi acara disana. Karna Zherocliq kan isinya anak cliqeurs semua. Band yang berasal dari pecinta Ungu. Dan Ungu termasuk band inspirasi kami. Jadi nggak ada salahnya kan, kalau kami juga ikut manggung bareng mereka ? Nah disana, langsung kita semua promo album pertama kita.”
          “ Hmmm... amiiiiin ! Kalau kayak gitu mah, aku masih bisa percaya kalau bakal terwujud. Hehe..”
          “ Ada lagi yang !”
          “ Apa ?”
          “ Itu kan impian dalam hidup aku, yang ingin aku wujudin. Tapi ada lagi dibalik itu semua, impian yang sangat besar dan aku berharap banget itu bisa terjadi.” Ucap Nenji dengan penuh semangat.
          “ Apa emangnya ?”
          “ Impian terbsear dalam hidup aku itu ya Kamu ! Aku ingin di launching album pertama aku nanti, kamu harus datang memberikan semangat aku. Karna jika kamu nggak datang, semuanya nggak akan ada artinya buat aku. Band aku, lagu – lagu aku, semuanya aku persembahin buat kamu. Semua lagu aku, keinspirasi dari kamu. Cerita cinta tentang kita berdua. Jadi nggak akan ada gunanya, jika konser itu berlangsung nanti, tapi kamunya malah nggak ada. Semangatku pasti akan hilang.”
          Aku tersenyum mendengar impian terbesar Nenji itu. Siapa sih cewek yang nggak akan tersanjung mendengar pernyataannya barusan ? Konser pertama yang dia persembahkan untuk diri kita sendiri. Aku sangat bahagia menjadi kekasih Nenji. Mempunyai Nenji dalam hidupku.
          “ Makasih ya yaang. Aku janji, Aku pasti bakal datang dikonser pertama kamu nanti” jawabku sambil memeluk Nenji.
          “ Kak Debra ?? Kak.... bangun kak ! Aduu... kenapa malah tidur disini sih Kak ? Udah malem gini lagi. Kak bangun dong !” tutur Helen sambil menguncang – guncangkan tubuhku.
          “ Ada apa sih Len ?” ucapku sambil berusaha membuka kelopak mataku yang sangat sulit untuk dibuka. Aku nggak tahu entah ini karena aku tidur terlalu lama disini, atau karna tidur yang bercampur dengan tangisanku.
          “ Kakak ngapain tidur disini sih ? Bukannya balik ke panti ?” gerutu Helen.
          Aku melihat sekelilingku. Ini masih dipantai dan sangat gelap. Pasti ini sudah malam, berarti aku ketiduran tadi disini. Aku nggak tau berapa lama aku tertidur disini, hingga sekarang aku hanya bisa melihat cahaya bulan yang sangat terang dilangit sana.
          Dan soal konser tadi. Itu semua bukan mimpi dalam tidurku. Tapi itu memang pernah terjadi. Aku yakin, pasti tadi aku mengingat semua kenangan indahku bersama Nenji. Hingga akhirnya membawa aku kedalam suasana konser waktu itu. Satu Bulan yang lalu di Senayan Jakarta. Nenji menyebutkan semua impian terbesar dalam hidupnya padaku. Dan kini, semua impian itu hanya tinggal sebuah mimpi. Sebuah angan yang nggak akan mungkin terwujud.
Nenji pasti tidak inginkan aku lagi berada di konser pertamanya nanti. Karna Zora lah yang akan menggantikan aku disana sekarang. Kehadiran dialah yang sangat ditunggu Nenji, karna Zora adalah tunangan Nenji. Pendamping hidup Nenji, bukan aku.
Mungkin tadi aku hanya bisa mengingat kembali semua kenangan manis itu. Saat indah yang kulalui bersama Nenji, yang kini hanya bisa menjadi sebuah lukisan kisah cinta, yang hanya bisa dipandang, dilihat dan dijadikan sebuah memori. Memori yang nggak akan pernah bisa terwujudkan lagi.
Semua kenangan manis, saat indah bersama Nenji akan selalu tersimpan didalam hatiku. Karna dialah kekasih yang terbaik yang pernah aku miliki.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates