Ayah.........
Sudah dua minggu lebih sejak hari itu.
Hari dimana aku dikasih penjelasan panjang oleh Zora, dan hari sebelumnya
dimana aku melihat Mama Nenji menangis didepan mataku, hanya untuk meminta aku
menjauhi anaknya yang begitu ia sayang.
Aku masih nggak mengerti apa yang
dimaksudkan oleh Mama. Mama seperti memberikan teka – teki yang harus
kupecahkan sendiri. Teka – teki dimana aku harus menemukan jawaban kenapa Mama
tidak bisa memberikanku restu dengan Nenji.
Belum selesai pertanyaan ini
dipecahkan, Zora datang memberikanku tanda tanya lagi dihati. Bukan hanya tanda
tanya, dia juga memberikanku pilihan yang sangat berat untuk kutentukan.
Mempertahankan Nenji disampingku dengan mengorbankan Mamanya, atau membiarkan Nenji
kembali kedekapan Mamanya dengan mengorbankan perasaanku.
Semua ini menjadi pikiran yang sangat
berat bagiku. Aku selalu berusaha menemukan jawaban dari semua ini. Tapi hingga
detik ini, aku masih saja belum bisa menemukannya. Hidupku seperti tidak
bergairah lagi. Malas rasanya untuk menghabiskan waktu dengan tertawa terhadap
hal yang nggak penting.
Karna sekarang, aku mempunyai suatu
masalah yang sangat mengganggu pikiranku. Ingin rasanya menceritakan semuanya
pada Nenji. Tapi itu nggak mungkin. Aku berpikir, jika aku menceritakan ini
pada Nenji, semuanya pasti akan kacau. Nenji pasti akan berpikiran yang tidak –
tidak pada Mamanya, dan kemungkinan hal yang terburuk itu juga akan terjadi.
Nenji membenci Mamanya. Aku nggak ingin hal itu terjadi.
Aku ingat semua perkataan Zora padaku.
Apa aku tega membuat hubungan antara Ibu dan anak terpisahkan ? Apa aku nggak
punya hati lagi, sehingga nggak bisa mengizinkan kesucian cinta antara Ibu dan
anak tetap terjalin hinggak akhir waktu nanti ?
Terbesit keinginan dihatiku untuk
mengakhiri saja hubunganku dengan Nenji. Benar apa yang dibilang Zora, cinta
yang ada dalam diriku sekarang hanyalah sebuah keegoisan untuk saling memiliki.
Bukan cinta yang tulus. Tapi jika bayangan semua kenangan indah itu datang
menghampiriku lagi, aku jadi semakin tidak ingin melepasnya dari hidupku. Aku
nggak ingin melanggar janjiku pada Nenji.
Ya Tuhaan.. apa yang harus aku lakukan
?? Aku nggak ingin menghancurkan hubungan antara ibu dan anak. Tapi aku juga
nggak ingin berpisah dari Nenji. Lalu apa yang bisa kuperbuat untuk saat ini.
Bantu aku keluar dari kesulitan ini, Ya Allah ! Bantu aku menemukan semua
jawaban dari pertanyaanku ini. Hingga akhirnya aku menemukan titik terang dari
semua kegelisahan hatiku.
“ Ra... kita pergi main yuuk ! Kemana
kek gitu.. pokoknya ngibur diri gitu deh ! Ya Ra yaa ?” ajak Shiren.
“ Nggak deh Ren. Gue pengen
istirahat.” Kataku sangat lesu.
“ Loe kenapa sih Ra ? Loe ada masalah sama
Nenji ?” tanya Chika curiga.
“ Cerita dong Ra sama kita...” lanjut
Echa.
“ Nggak ada apa – apa kok. Dan nggak
ada yang perlu diceritain juga.”
“ Tapi akhir – akhir ini loe berubah
tau nggak ! Loe mulai nggak semangat lagi. Loe udah nggak ceria lagi. Kayak ada
suatu pikiran dikepala loe. “ jelas Chika.
“ Perasaan kalian aja kali. Gue biasa
aja kok.”
“ Loe nggak biasa Ra.. gue liat loe
yang dulu begitu suram balik lagi. Kalo ada masalah cerita dong sama kita.
Jangan dipendam gitu. Apa gunanya sih kita sebagai sahabat loe ?”
“ Gue nggak apa – apa. Nggak usah
khawatirin gue. Gue balik dulu yaa... “ ucapku meninggalkan mereka yang masih
bingung dengan perubahanku akhir – akhir ini.
***
Daritadi Chiko nggak pernah beranjak
dari tempatnya berdiri menghadap taman dibelakang rumahnya. Tatapan Chiko
tertuju pada gadis yang duduk diatas dikursi coklat yang terbuat dari rotan
itu. Walau hanya punggung gadis itu yang tampak dari arah tempat Chiko berdiri.
Rambut panjang yang dibiarkan terurai, menyandarkan kepalanya disandaran kursi
itu.
Ini sudah 5 jam Debra duduk disana
semenjak ia pulang sekolah, sampai sekarang, disaat waktu sudah menunjukkan
pukul 7 malam. Entah apa yang dipikirkan Debra. Dia hanya ingin sendiri, dan
sama sekali tidak mau diganggu. Jangankan untuk makan, dia melarang keras orang
yang ingin menghampirinya datang ketempat duduknya itu.
Sudah berapa kali Mbok Minah
mengantarkan makanan pada Debra. Lagi – lagi disuruh bawa kembali oleh Debra.
Bagaimana Chiko nggak khawatir dengan Debra ? Dia kembali melihat adiknya yang
dulu lagi setelah ditinggal Yoga. Chiko sedih dan begitu khawatir dengan
keadaan Debra. Begitu juga dengan Bunda mereka. Daritadi Bunda nggak berhenti
mengusap airmatanya yang jatuh karena melihat anak gadisnya lagi – lagi harus
diam dan tak bergairah lagi.
“ Kenapa adikmu Chiko ? Kenapa dia
seperti ini lagi ?” tanya Bundanya dengan wajah yang begitu sedih.
“ Dia lagi ada masalah sama Nenji.
Bunda tenang aja. Debra nggak kenapa – kenapa kok. Chiko pasti bakal jagain
dia. Bunda istirahat aja yaa, ntar biar Chiko yang nyuruh dia masuk kedalam.”
“ Tapi ini sudah malam Ko, daritadi
dia belum makan.”
“ Udah.. ntar biarin Chiko yang
anterin makanan ke dia. Bunda kedalem aja.. Bunda juga lagi nggak enak badan
kan ? Biarin Chiko yang jagain dia.“ ucap Chiko menenangkan Bundanya.
Bunda mengikuti ucapan Chiko. Bunda
memang merasa badannya kurang sehat. Bunda langsung pergi istirahat dikamarnya.
Sedangkan Chiko tetap saja memperhatikan adiknya yang tidak beranjak juga dari
tempat duduknya tadi. Ingin rasanya Chiko menghampiri dia, tapi Chiko sangat
mengerti gimana adiknya itu. Dalam keadaan seperti ini, dia pasti tidak ingin
diganggu siapapun. Jadi biarkan saja dia menenangkan hatinya dulu.
“ Apa yang diperbuat laki – laki itu
pada Debra ?” tanya Dirwanto yang tiba – tiba sudah berdiri disamping Chiko.
“ Nenji nggak ada ngelakuin apa – apa
kok. Mereka cuma lagi ada masalah dikit aja. Biasa.. anak muda. “ balas Chiko.
“ Kamu nggak mau menceritakan semuanya
pada Ayah ?” tanya Dirwanto dengan wajah yang cukup kecewa.
“ Nggak akan ngerti lah masalah kita
kayak gimana. Nggak ada yang perlu diceritain juga.” Ucap Chiko yang
membalikkan badannya hendak meninggalkan laki – laki separuh baya itu sendiri.
“ Mungkin kalian
masih belum mempercayai Ayah sebagai Ayah kalian. Makanya sampai sekarang,
kalian masih saja tetap nggak mau untuk menceritakan masalah kalian sama Ayah.
Kalian berdua sangat berharga bagi Ayah.. Kalian berdua adalah anak Ayah.
Walaupun kalian sampai sekarang tidak beranggapan demikian. Ayah juga ingin
membantu masalah anak Ayah. Ayah nggak tahu lagi mesti ngelakuin cara apa, biar
kalian bisa menerima kehadiran Ayah. Semua cara sudah Ayah lakukan. Apa nggak
ada lagi tempat dihati kalian untuk bisa menerima kehadiran Ayah sebagai Ayah
kalian ?” tanyanya dengan suara serak menahan kesedihan yang dirasakannya.
Langkah Chiko
terhenti ketika mendengar ucapan Ayah Tirinya itu. Chiko bisa merasakan
ketulusan dari Ayah tirinya sewaktu ia mengucapkan kata itu.
“ Dari dulu
saya bermimpi bisa punya anak. Anak yang memanggil saya dengan sebutan Ayah.
Saya begitu menginginkan itu. Selama ini saya nggak pernah mendapatkannya.
Mereka yang bisa dengan leluasanya bercerita tentang kehidupan mereka. Curhat
pada sang Ayah. Pernikahan pertama saya telah berakhir setelah dia meninggalkan
saya selama – lamanya tanpa memberikan seorang anakpun pada saya. Begitu
melihat Ibumu yang begitu anggun, yang begitu ramah dan baik. Saya ingin
mempersuntingnya. Menjadikannya pendamping hidup saya selamanya. Tapi dibalik
semua itu, ada satu hal yang begitu saya inginkan dari pernikahan ini. Yaitu
kalian berdua. Saya sangat bahagia mendengar Ibu kalian mempunyai dua orang
anak. Dengan harapan saya bisa menjadi Ayah yang baik bagi mereka berdua. Tapi
semua harapan itu nggak juga buahin hasil seperti yang saya inginkan.”
“ Apa saya
salah ingin menjadi seorang Ayah yang baik buat kalian ? Apa saya salah tidak
bisa memberikan keturunan pada Ibu kalian ? Apa saya salah jika saya menganggap
kalian sendiri sebagai anak kandung saya ? Saya begitu sangat menyayangi
kalian. Kalian begitu beharga dimata saya. “
Direktur itu
menghela nafasnya dalam – dalam. Kesedihan yang sangat dalam terpancar dari
wajahnya ketika mengucapkan kata demi kata pada Chiko.
“ Kamu tau
tidak, harapan dan impian terbesar dalam hidup saya ? Impian yang bagitu saya
inginkan bisa secepatnya terjadi. Impian yang jauh melebihi semua hal yang
berharga dalam hidup saya. Apa yang saya miliki sekarang, nggak ada artinya
lagi, jika impian ini tidak juga terwujud. Impian itu adalah...... mendengar
kalian berdua memanggil saya dengan sebutan Ayah. Mungkin hanya itu saja, sudah
cukup bagi saya. Hal itu adalah hal yang sangat terindah yang bisa saya miliki
didunia ini. “
Laki – laki
itu mengakhiri kata – katanya. Dia menyeka air matanya. Dia beharap Chiko bisa
membalas ucapannya tadi. Tapi.... daritadi Chiko hanya diam dan tak bisa bicara
sepatahkatapun. Dia mulai lelah untuk menunggu jawaban dari Chiko. Dia sudah
mulai putus asa, dan untuk kemudian hendak berjalan meninggalkan Chiko.
“
Ayah......... tunggu dulu !” tegur Chiko begitu menyadari kalau Ayah tirnya itu
hendak balik kekamarnya.
Dirwanto
sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan Chiko tadi. Ini untuk pertama
kalinya, Chiko memanggilnya dengan sebutan Ayah. Selama ini mereka berbicara
tanpa menyebutkan panggilan apapun. Dan sekarang... impian itu bisa terwujud.
Dirwanto nggak kuasa lagi untuk menahan air matanya jatuh karna terharu
mendengar panggilan Chiko.
“ Bisa bantu
aku untuk kembaliin senyum Debra lagi ? Bantu aku nemuin kebahagiaan lagi buat
Debra. Aku mohon Ayah...” pinta Chiko dengan wajah yang memelas.
“ Kamu tadi
memanggil apa pada Ayah ? Tolong ulangin sekali lagi nak, Ayah mohon ! “ ucap
Ayah saking terharunya dan tidak percaya dengan sebutan panggilan Chiko tadi.
“Udah ah ! Jangan
diulang lagi.. sekali aja cukuuup !” kata Chiko malu pada Ayah tirinya itu.
“ Ayah mohon
nak.. sekali lagi ! Ayah bakal lakuin semua permintaan kamu.” Pinta Ayah.
“ Iya
Ayaahkuu.... bantu Chiko ya. “ ucap Chiko dengan tersenyum lepas pada Ayahnya
itu.
Laki – laki
itu langsung menghampiri Chiko dan tak sabar untuk bisa mendekap erat anak laki
– lakinya itu. Chiko-pun juga membalas hangat pelukan dari Ayahnya. Keakraban
dan kasih sayang antara seorang Ayah dan anak yang mulai terjalin.
Tampak Bunda tersenyum
bahagia mengintip mereka dari balik pintu kamarnya. Ternyata bunda sudah
mengintip pembicaraan mereka mulai dari awal tadi, hingga sekarang ini. Disaat
Chiko sudah memanggil suami baru Bundanya itu dengan sebutan Ayah. Yang itu
artinya Chiko sudah bisa menerima sosok Dirwanto sebagai Ayahnya mulai hari ini
dan seterusnya.
***
Perutku mulai
keroncongan, daritadi cuma muter – muter mengelilingi pameran buku ini. Hmm..
mungkin kedengarannya membosankan. Hari libur sekolah yang cuma sekali dalam
seminggu, diisi dengan pergi pameran buku atau novel dan komik baru. Tapi
daripada suntuk dirumah sendiri, mending kesini aja.
Aku memang
pergi sendiri. Nggak ada yang menemaniku ketempat ini. Bukan karena mereka
nggak bisa atau apa lah. Tapi karna aku memang nggak mau mengajak mereka. Aku
hanya ingin sendiri. Karna sampai sekarangpun rasanya sangat malas untuk
berbicara banyak dengan sahabat dan mungkin termasuk Nenji. Jadi nggak apa –
apa kalau aku datang ke tempat ini sendirian. Lebih bebas dan bisa menghemat
suaraku.
Aku tertarik
pada sebuah novel dengan cover ungu, bergambarkan kartun seorang laki – laki
dan wanita yang ingin meraih tangan pasangannya, tetapi sayangnya tidak bisa.
Hanya jari telunjuk mereka yang bersentuhan, itupun juga cuma diujungnya.” When
love is being hold” , judul yang mempunyai arti sangat dalam. Aku bisa
membayangkan bagaimana cerita ini. Dari gambarnya saja sudah bisa dilihat,
bagaimana sulitnya pasangan ini untuk mempertahankan hubungannya. Pasti cerita
yang sangat romantis.
Kuambil novel
ini, aku sangat ingin membacanya. Cover dan judul yang menarik biasanya menentukan
bagus atau tidaknya isi cerita novel tersebut. Hmm.. dari dulu aku sangat ingin
menjadi penulis novel terkenal. Melihat namaku tertulis dicovernya. Wuaa..
kapan yaa impian itu bisa terwujud ?? Kulihat penerbit novel ini, Antartika.
Aku teringat
peristiwa yang lalu. Dimana aku hampir saja bisa menjadi seorang penulis
seperti apa yang aku impikan selama ini. Tapi ternyata.... itu semua hanyalah
tipuan agar aku bisa bertemu dengan Mama Nenji. Haah... Debra, Debra ! Bodoh
banget sih... mana mungkin penerbit novel terkenal seperti Antartika
menghabiskan waktunya hanya untuk membaca cerpen dan puisimu dimajalah sekolah
seperti itu ? Yang ada, penulisnya yang datang untuk memberikan naskahnya pada
penerbitan itu. Hmm.. sepertinya aku memang harus mengikuti ajaran Mama Nenji,
jangan terlalu percaya dengan telfon asing seperti itu.
Jam sudah
menunjukkan pukul 12.30 siang. Pantesan saja perutku keroncongan seperti ini.
Aku harus cari makan dulu, bisa – bisa bagian tengah dari tubuhku ini akan
mengamuk padaku jika belum kuisi juga.
Aku berjalan
menyusuri jalanan yang tak jauh dari tempat pameran ini. Katanya didekat sini ada
kafe yang enak, tempatnya orang kantoran makan siang. Tempatnya sangat elite
namun harganya sangat terjangkau. Selavonia itu nama tempatnya.
Sepanjang
jalan aku terus memerhatikan setiap tempat makanan yang berjejeran ditempat
ini. Banyak sekali kafe disini. Jadi aku harus lihat satu persatu mana kafe
yang bertuliskan Selavonia itu. Jalanan ini ramai sekali, tapi udaranya yang
begitu sejuk tak membuat tempat ini sesak karena penuh dengan banyak orang.
Jalannya juga anak
muda banget. Buktinya saja daritadi aku cuma liat orang seumuranku yang jalan
dengan pacarnya atau sahabat mereka. Mungkin taman ditepi jalan ini yang sangat
variatif dan menonjolkan sisi anak mudanya. Apalagi dihiasi juga dengan grafity
yang indah disepanjang jalan. Wuaa.. lain kali aku harus membawa sahabatku
kesini. Tempatnya sangat menarik dan asyik untuk berkumpul dan juga hunting
makanan yang baru.
Ahaaa !
Akhirnya ! Aku bertemu juga dengan tempat yang sangat elite ini ! Selavonia !!
Wuaa ternyata benar apa yang dibilang banyak orang. Tempat ini sangat wuaah dan
kebanyakan memang diisi oleh orang kantoran. Hmm.. mungkin karena jam makan
siang mereka kali yaa. Tapi ntar sore pasti dipenuhi dengan anak muda lagi. Aku
yakin itu.
Kacanya yang
bening membuat kita bisa melihat dari jauh, rame atau tidaknya kafe itu. Belum
lagi warna coklatnya yang indah membuat kafe ini benar – benar terkesan sangat
mewah. Aku saja daritadi hanya menatap kafe ini dari kejauhan saja. Tempatnya
sangat rame dipenuhi banyak orang. Kuperhatikan satu – satu setiap pengunjung yang
datang ke tempat itu. Nggak ada satupun anak muda diantara mereka. Semuanya
memakai jas ala gaya orang kantoran gitu. Hmm.. sepertinya ini bukan waktu yang
tepat aku masuk kesana. Mending cari tempat lain aja.
Tapi tunggu !!
Itu kan Ayah tiriku, Dirwanto ! Sama siapa dia makan siang ?? Apa wanita yang
bersamanya itu teman kantorannya atau........ ?? Bukan !! Itu Tante Alva !
Mamanya Nenji !! Kenapa mereka bisa makan siang bersama ? Apa maksudnya ??
Mereka
keliatannya begitu akrab dan.... Hmm entah ini penilaianku saja atau gimana,
tapi menurutku mereka cukup mesra jika kita masih bilang kalau mereka hanya
berteman biasa atau sekedar urusan bisnis. Daritadi aku melihat mereka nggak
berhenti tertawa sangat akrab. Bahkan sekali – sekali aku melihat laki – laki
itu mengusap rambutnya Tante Alva. Laki – laki yang kini telah menjadi suami
dari Bundaku.
Dan kini...
aku melihat mereka telah berjalan keluar dari tempat itu. Sepertinya mereka
telah selesai makan. Sebelum mereka masuk ke dalam mobilnya masing – masing,
aku sempat melihat mereka saling cupika – cupiki dulu.
Haah... Apa – apaan ini ?? Berani sekali dia
mempermainkan Bundaku dibelakang kami semua ? Keliatannya orang baik – baik,
tapi ternyata dia ? Hmm.. sekarang aku tau kenapa Mama Nenji sampai sekarang
tidak juga mengizinkanku atau hanya sekedar memberikanku restu untuk berpacaran
dengan Nenji. Ternyata ini jawaban dari semuanya. Terimakasih Tuhan, Engkau
telah memberikanku jawaban dari semua kegelisahan hatiku ini.
“ Hallo Ji..
aku ingin ketemu kamu sekarang bisa ??” tanyaku ditelfon pada Nenji.
Aku nggak mau
buang – buang waktu lagi, aku ingin segera bertemu dengan Nenji. Nenji harus
tahu perbuatan Mamanya dibelakang dia.
Tapi sayangnya Nenji tidak bisa bertemu
denganku hari ini. Besok dia janji akan menemuiku. Aku nggak mungkin
menceritakan ini semua pada Nenji lewat telfon. Aku harus bertemu langsung
dengannya. Lebih baik aku pulang, Bunda dan Chiko harus mengetahui semua
perbuatan busuk Dirwanto selama ini. Arrghh.. rasanya geram sekali melihat
perbuatan mereka didepan mataku tadi.
“ Bund...
bunda dimana ??’ teriakku memanggil Bunda ketika sampai dirumah.
“ Kenapa sih
sayang kamu teriak – teriak gini ? Manggil baik – baik kan bisa ?” sahut Bunda
yang datang menghampiriku.
“ Bund... mana
direktur itu ? Dia sudah pulang ?” tanyaku dengan penuh emosi.
“ Ayah belum
pulang. Dia kan kerja. Kamu kenapa sih ? Nggak sopan ah ngomong kayak gitu.
Bagaimanapun juga dia itu kan sekarang sudah jadi Ayah kamu. “
“ Ayah aku ??!
Aku nggak pernah punya Ayah seperti dia !” bentakku pada Bunda.
“ Debra..
tolong jaga ucapan kamu ! Kontrol emosi kamu ! Kamu kenapa sih ?”
“ Oh yaa..
tadi Bunda bilang apa ? Dia kerja ? Hah.... kerja apaan namanya jam segini
malah asyik makan berduaan dengan wanita lain ?! Kerja apa namanya itu Bund ?!”
“ Apa maksud
kamu ? Bunda nggak ngerti ! Jangan sembarangan bicara Debra !”
“ Bund...
Debra bicara sesuai dengan apa yang udah Debra liat didepan mata Debra ! Debra
liat kalo laki – laki itu selingkuh ! Dia jalan sama wanita lain, mereka makan
berdua disana, dan Debra liat semua kejadian itu didepan mata Debra sendiri !”
“ Mungkin itu
kliennya, atau teman bisnisnya. Semua itu sudah biasa Debra... jangan berpikiran
yang aneh – aneh dulu ah !” Bantah bunda.
“ Bund...
Debra sama sekali nggak berpikiran aneh – aneh ! Tapi ini memang kenyataan.
Debra liat sendiri ! Bunda jangan percaya sama laki – laki itu lagi. Mulai
sekarang, ayo Bund.. kita pergi dari rumah ini. Kita nggak usah tinggal satu
atap lagi dengan dia. Dia sama sekali bukan suami yang baik Bund ! Ayo Bund...
kita pergi !’ ucapku menarik tangan Bunda.
“ Nggak
Debra.. Bunda nggak bisa pergi gitu aja. Lagian kita mau tinggal dimana ? Bunda
nggak bisa lakuin itu ! “
“ Bund...
banyak tempat tinggal diluar sana. Kita bisa ngontrak rumah atau dimana kek.
Mesjid pun juga bisa tempat kita tinggal. Pokoknya kita harus pergi dari rumah
ini sekarang. Debra nggak mau tinggal serumah lagi dengan pria itu !”
“ Nggak segampang
itu Debra ! Lagian Bunda tau gimana Ayah kamu ! Dia adalah laki – laki yang
baik. Dia nggak mungkin selingkuh dibelakang Bunda. Itu semua nggak mungkin !”
“ Kenapa sih
Bunda malah belain dia ?! Dia bukan pria yang baik buat Bunda. Dia itu laki –
laki yang bajingan Bunda !”
Plaaak.....!!
Tangan Bunda melayang dipipiku. Ini untuk pertama kalinya aku merasakan
tamparan dari Bunda. Selama 17 tahun aku hidup, aku belum pernah mendapatkan
tangan bunda melayang dipipiku. Tapi sekarang, hanya untuk membela direktur
itu, Bunda rela melakukannya. Aku sangat sedih dan kecewa sama Bunda. L
“ Bunda....
bunda tega nampar aku hanya untuk membela laki – laki itu ?” kataku dengan
suara yang melemah menahan tangis yang sesak didadaku.
“ Kamu memang
pantas mendapatkannya. Karna kamu telah berkata yang bukan – bukan pada Ayahmu
sendiri.” Jawab Bunda dengan tangan yang gemetaran.
“ Tapi Bund..
aku sama sekali nggak bicara yang bukan – bukan. Aku melihatnya Bund ! “
jawabku diiringi dengan tangisanku karna sedihnya hati ini mendapat perlakuan
ini dari Bunda.
“ Dia nggak
mungkin melakukannya. Kamu pasti salah !“ jawab bunda lagi dingin.
“ Jadi Bunda
lebih percaya dia daripada aku ?”
“ Iya... Bunda
mempercayainya. “
Kata – kata
bunda yang terakhir membuat hatiku sangat pilu. Aku nggak tahu lagi harus
berbuat apa. Rasanya ingin mati saja, mendapati Bunda yang begitu ku sayang,
kini lebih berpihak pada laki – laki itu. Bunda sama sekali tidak mempercayai
aku. Apa yang bisa kulakukan lagi ? Orang terkasihku kini tiada lagi percaya pada
aku, anak kandungnya sendiri. Ya Tuhaan.... kenyataan pahit apalagi ini ??
Chiko... hanya
tinggal dia dikeluarga ini. Hanya dia satu – satunya keluarga yang masih
kupunya. Dimana Chiko ? Aku ingin bertemu dengan dia. Chiko pasti mempercayai
aku. Dia pasti akan menemaniku pergi keluar dari tempat ini.
“ Gue nggak
percaya !” tutur Chiko sewaktu aku menceritakan semua kejadiannya pada dia.
“ Apa ?? Gue
nggak salah denger Kak ?” tanyaku heran mendengar jawabannya.
‘ Iya.... Gue
yakin Ayah bukanlah orang seperti itu. Dia itu laki – laki yang baik, bahkan
saaangat baik. Tapi kita terlambat untuk menyadari semua itu Dek. Ayah nggak
akan mungkin khianatin cinta Bunda.”
“ Ayah ? Sejak
kapan loe bisa manggil dia dengan sebutan Ayah ?? Bukannya dulu loe dan gue....”
“ Itu dulu !
Sebelum gue memahami siapa Pria itu sebenarnya. Siapa Ayah Tiri gue itu
sebenarnya. Dan ternyata setelah gue paham, penilaian gue selama ini ke dia
salah ! Dia bukan lah orang yang seperti kira selama ini. Dia adalah laki –
laki yang baik. Suami yang sangat mencintai Bunda. Dan begitu juga dengan Bunda
sebaliknya. Bunda selalu merasa nyaman disamping dia. Dan gue yakin, dia nggak
akan mungkin berbuat setega itu sama Bunda. “
“ Jadi......
jadi sekarang............ jadi sekarang loe lebih percaya sama dia dibandingin
gue ?” tanyaku sangat kecewa.
“ Ini bukan
masalah percaya atau nggak, tapi... apa yang loe bilang sama sekali nggak masuk
akal !”
“ Bilang sama
gue Kak, sekali lagi ! Bilang sama gue loe lebih percaya dia, loe lebih
berpihak pada dia dibandingin gue ! “ pintaku dengan gulimangan airmataku.
Chiko hanya
tertunduk dan sangat berat untuk mengucapkan kalimat yang kuminta tadi.
Ditariknya nafas dalam – dalam, dan kemudian berkata...
“ Gue percaya
sama dia dek... maafin gue !”
Satu kalimat
itu saja sudah cukup bagiku untuk mengerti semua jalan pikiran keluargaku.
Untuk mengerti maksud mereka. Aku nggak tahu lagi harus berbuat apa sekarang.
Bunda dan Chiko, dua orang yang sangat berharga bagiku. Hanya merekalah
keluarga yang aku punya didunia ini. Aku nggak punya siapa – siapa lagi selain
mereka.
Dan sekarang,
mereka sama sekali tidak mempercayaiku lagi. Mereka lebih percaya orang yang baru
saja masuk kedalam kehidupan kami. Sedangkan aku ?? Sudah 17 tahun mereka
bersamaku. Tapi... tapi apa kenyataannya ? Mereka lebih berpihak pada Pria itu
dibandingkan aku. Aku benar – benar kecewa dengan sikap mereka. Apa yang
membuat mereka bersikap seperti ini padaku ? Kenapa mereka begitu tega padaku ?
Apa mereka lebih menyangi pria itu dibandingkan aku, yang jelas – jelas adalah
anak kandung dan adik kandung mereka berdua ?
Aku benci laki
– laki itu ! Aku benci dia ! Dia telah mengubah semua keluargaku masuk dalam
permainannya yang busuk itu ! Aku benci dia !! Dia telah menjauhkan aku dari
keluargaku. Sampai matipun aku nggak akan pernah mau untuk memaafkannya.
Apalagi menganggap dia sebagai Ayahku.
“ Maaf aku
telat... udah lama ya kamu nunggu disini ? Kenapa nggak besok aja sih yang ?
Kenapa harus sekarang ?” sapa nenji yang baru saja datang.
Aku memang
sengaja menyuruh Nenji untuk tidak menunda pertemuan kami sampai besok setelah
aku menerima semua perlakuan keluargaku tadi. Aku langsung menelfonnya, dan
janji bertemu ditaman Cemara Boulevard tempat biasanya kami janjian.
Aku nggak
sabar untuk menunggu hari esok agar bisa bertemu dengan Nenji menceritakan
semuanya. Cuma Nenji satu – satunya harapanku sekarang. Cuma dia hal yang
sangat berharga yang masih aku punya. Aku berharap dia tidak berlaku hal yang
sama dengan keluargaku tadi. Walau aku tahu, ini juga menyangkut Mamanya.
Aku sudah
memikirkan semua konsekuensi yang terjadi jika aku menceritakan semuanya pada
Nenji. Aku memang sama sekali tidak berniat menghancurkan hubungan Nenji dengan
Mamanya. Tapi aku rasa, Nenji harus tahu tentang semua ini. Ini menyangkut hal
buruk tentang Mamanya. Maafin aku jika
aku harus memberitahukan hal pahit ini.
“ Kamu yakin
itu Mama aku ?” tanya Nenji serius dan mulai sedikit meragukan penjelasanku.
“ Yakin Ji !
Aku melihatnya dengan sangat jelas ! Dengan mata aku sendiri ! Buat apa aku
bohong ?” tegasku meyakinkannya.
Nenji hanya
terdiam dan tak menyahuti ucapanku. Dia tampak seperti memikirkan semua
penjelasanku itu, benar atau tidaknya. Dan untuk kemudian, dia baru bisa
bicara...
“ Aku tahu,
kamu sangat kecewa dengan semua perlakuan Mama aku terhadap kamu. Tapi nggak
seharusnya juga....... tapi nggak perlu juga kamu ngelakuin ini semua.” Ucap
Nenji dengan terbata – bata, tanpa menoleh sedikitpun ke arahku.
“ Maksud kamu
apa Ji ?”
“Mungkin Mama
aku udah keterlaluan sama kamu. Aku ngerti Ra.. aku juga bisa ngerasin perihnya
kamu. Aku salut banget sama kesabaran kamu ngadepin ini semua. Tapi aku tau
Mama aku. Aku sangat mengerti dia orangnya kayak gimana. Aku sangat mengerti
dia... karna dia yang sudah melahirkan aku, yang merawat aku dari kecil dan aku
sudah bersama dia 17 tahun lamanya.”
Nenji terdiam
ditengah – tengah katanya. Dia sama sekali nggak ada menatapku ketika bicara.
Apa maksud dibalik semua ucapan Nenji tadi ? Aku sama sekali nggak ngerti.
“ Sekeras
apapun Mama aku, dan sekejam apapun dia sama orang lain. Dia nggak mungkin
bertindak bodoh seperti itu. “
Nenji mulai
menatapku. Dia menggenggam erat tanganku. Aku melihat matanya yang beda dari
biasanya. Tatapan yang sangat dingin namun penuh kasih. Entah apa maksud dari
semua itu.
“ Aku ngerti
mungkin Mama aku memang sangat keterlaluan sama kamu. Siapapun yang jadi
kamu...mungkin nggak akan selamanya bisa kuat untuk terus bertahan dalam
kondisi yang seperti ini. Kalau kamu nggak kuat lagi, bilang sama aku terus terang...
Jangan kayak gini sayang !“ Tutur Nenji.
“ Maksud kamu
apa sih Ji ? Aku sama sekali nggak ngerti !”
“ Kamu marah
sama Mama aku ? Kamu sakit hati banget sama Mama aku ?”
“ Ji... aku...
maksud aku...”
“ Ra.... kamu
nggak harus ngelakuin ini. Kamu nggak harus ngasi tau berita ini untuk menjadi
cara supaya hubungan kita tetap bisa bertahan.”
“ Jadi maksud
kamu aku bohong gitu ? Aku fitnah Mama kamu gitu ?”
“ Mama aku
nggak mungkin ngelakuin semua itu. Bagaimanapun kerasnya dia, dia adalah ibu
aku. Aku sangat menyangi dia. Dia adalah wanita pertama yang sangat aku cintai
didunia ini. Aku sangat memahami dia. Dia nggak mungkin ngelakuin ini semua.”
“ Apalagi
dengan penjelasan kamu tadi, kalau inilah jawaban kenapa Mama aku nggak
merestuin hubungan kita. Dia punya hubungan diam – diam dengan Ayah Tiri kamu.
Heh... alasan yang sama sekali nggak masuk akal Ra. Mama aku nggak mungkin
berbuat seperti itu ! Aku tau dia.... !”
“ Aku sama
sekali nggak bermaksud untuk jelekin Mama kamu. Tapi ini semua beneran Ji. Aku
melihatnya sendiri ! Please percaya sama aku !” Pintaku dengan wajah memelas
meyakinkannya.
“ Aku memang
sangat menyayangi kamu Ra... Sayaaang banget ! Nggak ada orang yang bisa
gantiin kamu dihati aku. Tapi untuk kali ini... Maaf... aku nggak bisa percaya
kamu ! Maafin aku.................... maafin aku ! Maafin Mama aku kalau selama
ini, dia udah cukup bikin batin kamu tersiksa. Maafin Mama aku Ra.”
Nenji
mengakhiri ucapannya padaku. Dia melepaskan genggaman tangannya dengan ku. Dan
lalu dia pergi meninggalkanku sendiri yang terpaku disini. Menangisi semua
orang yang aku sayang kini telah pergi..... pergi dengan kepercayaannya yang
sama sekali tidak berpihak padaku.
***
“ Hallo Ma...
aku melihat Nenji dan Debra bertengkar “ tutur Zora pada Mamanya lewat telfon.
Zora ternyata
berdiri tidak cukup jauh dari tempat duduk Debra dan Nenji tadi. Dan dia
mendengar semua percakapan antara Nenji dan Debra. Bergegas dia langsung
menelfon Mamanya, setelah mengetahui hasil dari pembicaraan Nenji dan Debra tadi.
“ Baik Ma...
Malam ini juga aku akan kesana. Aku akan menjalankan sesuai dengan yang Mama
inginkan.” Ucap Zora mengakhiri pembicaraanya dengan Mamanya itu. Zora langsung
menutup telfonnya dan meninggalkan taman itu.
Sejauh mungkin
Aku terduduk dipojok kamarku sambil
mengucurkan air mata. Menangisi perasaanku, menangisi kesedihan dan menangisi
semua orang yang berharga dalam hidupku kini telah pergi meninggalkanku. Sambil
mengusap air mata di pipi, aku mulai teringat akan semua perkataan yang
diucapkan Bunda, Chiko dan Nenji.
“ Iya..... Bunda mempercayainya. “
“ Gue percaya
sama dia dek... maafin gue !”
“Tapi untuk kali ini... Maaf... aku
nggak bisa percaya kamu !”
Perkataan yang sangat membuat hatiku
pilu. Perkataan yang membuat hatiku hancur. Kenapa mereka nggak bisa untuk
mempercayai aku ?? Andai saja tadi aku cepat berpikir untuk merekam semua
kejadian tadi di handphoneku, andai saja aku bisa mengambil semua gambar mereka
ketika mereka bersama tadi, mungkin kejadiannya nggak akan seperti ini.
Aku memang bodoh ! Aku nggak punya
bukti apa – apa untuk meyakinkan mereka atas semua perkataanku tadi. Mereka
pasti perlu bukti, sedangkan aku ?? Aku sama sekali nggak punya bukti itu.
Saking emosinya, aku sampai lupa untuk merekam semua kejadian tadi.
Sekarang apa yang bisa kulakukan ? Aku
nggak akan mungkin terus berusaha membuat mereka mempercayai semua perkataanku
tadi. Aku nggak punya bukti apa – apa. Lalu apakah aku masih sanggup bertahan
berada dirumah besar ini ? Rumah yang sama sekali tidak mempunyai sebuah cinta
didalamnya.
Apa aku masih mau tinggal disini ?
Dengan siapa aku tinggal disini ? Siapa keluargaku dirumah ini ? Nggak ada !
Mereka semuanya telah berpihak pada laki – laki itu. Mereka semuanya telah
menjadi keluarga direktur itu, bukan keluargaku lagi. Dan untuk apa aku masih
terus berdiam disini ? Nggak ada gunanya ! Aku nggak mungkin tinggal dengan
orang yang sama sekali tidak mempercayai aku lagi. Itu nggak mungkin Debra !
Mungkin sudah saatnya aku benar –
benar harus pergi meninggalkan rumah ini. Aku harus pergi meninggalkan semua
kehidupan yang telah aku jalani selama ini. Aku nggak punya siapa – siapa lagi.
Bunda, Chiko telah pergi dari kehidupanku. Dan itu adalah keputusan mereka
sendiri yang tidak bisa mempercayaiku lagi.
Dan Nenji ! Mungkin dia juga telah
pergi selamanya. Kata – katanya tadi seperti membenarkan semua kemungkinanku
itu. Nenji nggak akan mungkin lagi datang padaku. Setelah dia berpikir, aku
telah memfitnah Ibunya yang begitu ia cinta. Dia nggak akan mungkin datang lagi
padaku. Dia pasti tidak ingin lagi mengenalku. Apalagi mempertahankan cintanya
denganku. Dia pasti sangat membenci aku.
Buat apa aku
masih disini ?? Nggak ada orang lagi yang peduli denganku. Nggak ada orang lagi
yang menyangiku sepenuh hati mereka. Mereka sudah punya jalan hidupnya sendiri.
Sedangkan aku, hanya menjadi masalah bagi mereka. Aku nggak pantas untuk terus
berada disini. Mungkin aku memang harus pergi menjauh dari kehidupan mereka.
Menghilang dari kehidupanku yang lama ini. Dan terus berjalan kedepan,
menjalani kehidupanku yang baru. Aku yang sendiri, tanpa ada siapa – siapa
lagi.
Soal
sekolah..... Ahh.. buat apa aku sekolah lagi ? Toh juga aku hanya bisa melihat
Nenji yang memalingkan mukanya nanti ketika berhadapan denganku. Aku sama
sekali nggak kuat untuk itu. Dan faktor
utama hal yang membuatku untuk tidak mau sekolah lagi adalah laki – laki itu.
Dengan biaya siapa aku sekolah nanti ?? Uang dari Direktur itu ? Arrgh... mending
nggak usah sekolah saja, jika harus dibiayai oleh dia. Dan sahabatku.....
mungkin memang berat untuk meninggalkan mereka. Tapi biarlah semua cerita
bersama mereka menjadi kenangan manis yang masih tersimpan di memori
kehidupanku.
Aku nggak
ingin bertemu mereka. Jika aku menceritakan semuanya pada mereka, mungkin
mereka juga nggak akan sepenuhnya percaya dengan ceritaku. Dan satu kenangan
buruk itu akan terukir lagi nantinya. Aku nggak mau itu. Biarkan semua cerita
dengan sahabatku akan menjadi kenangan indah sampai akhir hayat hidupku.
Aku bangun
dari dudukku, berjalan kedepan lemari pakaianku. Kubuka semua pintu lemari itu.
Kukemaskan semua pakaian yang ingin ku bawa. Ku ambil satu koper besar dan tas
ungu kesayanganku. Kumasukan pakaian dan celanaku satu persatu. Aku nggak ingin
terlalu banyak membawa koper, karna pasti sangat berat untuk menetengnya jalan
denganku nanti. Cukup satu koper saja dengan barang – barang yang penting.
Semua koleksi
yang berbau dengan Band Ungu, tak lupa untuk kumasukkan. Karna semua benda ini
sangat berharga bagiku. Mungkin hanya ini, satu – satunya hal yang paling
berharga yang masih aku punya dihidupku ini. Meskipun aku sama sekali tidak
mengenal mereka, tapi hatiku sangat tenang jika mendengar lagu – lagu mereka
dan menatap wajah mereka masing – masing. Terutama Pasha. Aah... wajah yang
begitu mirip dengan dia, Nenji.
Sambil terus
mengemasi semua pakaianku, kuhidupkan musik dari handphoneku. Aku mencari –
cari lagu yang cocok denganku saat ini. Hmm... sepertinya Sejauh Mungkin. Aku
langsung memutarkannya dan membuat hatiku sangat pilu mendengar isi dari setiap
lirik lagu ini.
Sejauh
Mungkin
Lelah
Hati yang tak kau lihat
Andai
saja dapat kau rasakan letihnya jiwaku karna sifatmu
Indah
cinta yang kau berikan
Kini
tiada lagi kudapatkan teduhnya jiwa
Baiknya
ku pergi tinggalkan dirimu
Sejauh
mungkin untuk melupakan
Dirimu
yang selalu tak pedulikan ku..
Yang
mencintaimu... yang menyangimu....
Bila
saat nanti aku jauh
Ku
harap kau mengerti...
Ku
harap kau sadari...
Akhirnya
selesai juga beres – beres kali ini. Semua barang yang berharga sudah
kumasukkan. Aku memeriksa lagi semua isi kamarku, memastikan nggak ada lagi
benda yang ku sayang tertinggal di kamar ini. Tapi tunggu ! Foto aku
dengan Ayah ! Aku melupakannya....
Untung saja aku mengeceknya lagi.
Lagi – lagi, aku
harus rela membiarkan airmataku jatuh untuk kesekian kalinya. Dan kini... ia
jatuh membasahi fotoku dengan Ayah. Tangisanku sekarang adalah tangisan
kerinduanku pada Ayah. Seandainya saja Ayah masih hidup, mungkin semua nggak
akan seperti ini.
Andai saja
rumahku tidak terbakar waktu itu, mungkin Ayah masih ada disini bersama kami.
Andai saja Ayah masih hidup, mungkin kami akan tetap tinggal bersama dirumah kecil yang penuh dengan cinta
itu. Andai saja Ayah masih ada, mungkin Bunda akan selalu tetap bertahan pada
dua cinta yang ada dihatinya, Ayah dan kami anaknya. Andai saja Ayah masih
disini, mungkin aku dan Chiko akan selalu menjadi adik – kakak yang kompak dan
saling menyangi satu sama lain.
Tapi semua itu
hanya andai, aku hanya berandai – andai. Andai-an yang cuma dapat kukatakan dan
tak akan pernah jadi kenyataan. Kenapa aku harus mengenal kata ‘andai’. Itu
hanya membuat aku berkhayal kalau hidup bisa lebih baik jika ‘andai’ itu
terwujud. Tetapi kenyataannya semua itu tidak terwujud. Dan aku hidup dalam
kenyataan yang tak akan mewujudkan andaianku itu.
“ Ayah.....
aku merindukanmu. Maafin aku, karna aku harus memilih jalanku sendiri dengan
meninggalkan mereka. Ayah pasti ngerti kenapa aku berbuat seperti ini.” ucapku
lirih pada Foto Ayah yang sedang kupegang.
Ku lihat jam
didinding kamarku, pukul setengah sepuluh malam. Aku coba mengecek keadaan
diluar kamarku. Memastikan semuanya sudah tidur pulas jam segini. Walau
sebenarnya nggak mungkin, jam segini mereka udah pada tidur. Tapi aku baru
ingat, tadi Bibi bilang Chiko mengantarkan Mama pergi berobat ke dokter. Dan
pulangnya mungkin sangat lama, karna nomor urut pasien Mama paling terakhir.
Mungkin jam 12 malam baru bisa sampai dirumah. Syukurlah ! Aku bisa pergi
dengan tenang sekarang.
Aku mengangkat
koperku keluar dari kamar. Dengan tas kesayangan yang sedang kupakai. Aku
mengendap – endap keluar dari rumah dan membuka pintu, agar bibi dan yang
lainnya tak mengetahui kepergianku ini. Haah... akhirnya ! Aku berhasil juga
keluar dari rumah besar ini. Tapi masih ada satu tantangan lagi yang harus
kulewati, satpam ! Aku masih berdiri diteras rumahku. Belum sepenuhnya telah
keluar dari rumah dan pekarangannya sekalian.
Zora ?? Dari
belakang keliatannya itu adalah dia. Punggung yang ditutupi dengan rambut indahnya
itu. Buat apa dia berdiri ditamanku ? Dia tampak gelisah sambil memegang
sesuatu yang menyerupai sebuah undangan ditangannya. Mau apa Zora kerumahku
malam – malam seperti ini ? Kenapa dia tampak begitu gelisah ??
“ Zoraa ??”
tegurku memanggilnya.
Dia langsung
membalikkan badannya kearahku. Dia menatapku dengan wajah yang keliatan begitu
panik. Seperti ada sesuatu permasalahan yang menimpa dirinya. Dia berjalan
menghampiriku.
“ Debra....
maaf gue datang kesini malam – malam gini. Maaf kalau gue udah ganggu loe.”
tuturnya dengan penuh hati- hati.
“Loe ada perlu
apa kesini ? Kenapa tiba – tiba datang ke rumah gue ?”
“ Sebenarnya
daritadi gue udah disini. Tapi gue nggak berani masuk. Gue nggak tahu mesti
ngomong apa sama loe.”
“ Ada apa sih
?”
“ Debra.....
gue minta maaf sama loe ! Gue harap loe jangan benci gue. Mungkin semua
penjelasan gue disekolah waktu itu, sudah cukup buat loe mengerti apa yang
sebenarnya terjadi. Dan buat loe mengerti gimana gue yang sebenarnya.”
‘”Jangan
berbelit – belit deh ! Gue buru – buru ni. Ada apa sebenarnya ?”
“ Ini.. buat
loe !” Zora memberikanku undangan yang sudah dipegangnya daritadi. Zora sama
sekali tidak berani menatapku. Dia menundukkan kepalanya dan memberikan
undangan itu ketanganku.
Kuambil
undangan yang diberikannya itu dan perlahan mulai membukanya. Batinku mulai
nggak enak. Sepertinya ada suatu hal yang membuatku harus menangis lagi, entah
hanya untuk semalaman atau selamanya.
Undangan acara
pertunanganan Nenji dan Zora !!! Tanggal 27 November nanti. Satu minggu lagi.........
Tanganku
langsung gemetar ketika membaca isi dari undangan ini. Pertunanganan Nenji dan
Zora yang akan segera diresmikan. Ya Tuhan... aku sama sekali nggak kuat lagi
untuk lama – lama berdiri disini. Dikehidupan yang hanya membuatku terjebak dalam
lubang yang pahit. Baru beberapa jam yang lalu Nenji melepaskan gengaman
tangannya padaku, dan sekarang... aku telah menerima undangan ini. Undangan
pertunanganan dia dengan Zora.
Cepat sekali
dia memutuskannya ?? Cepat sekali dia memutuskan secara sepihak hubunganku
dengannya ?? Dengan cara menerima pertunanganan ini untuk segera dilaksanakan.
Tapi jika melihat sorot matanya tadi, rasanya mungkin saja ini semua akan
terjadi malam ini juga. Aku menerima sebuah undangan ini. Nenji pasti benar –
benar marah denganku, dan tidak pernah mau lagi menganggapku sebagai
kekasihnya, mungkin ia juga nggak mau lagi untuk mengenalku lagi.
“ Maafin aku
Ra.. dan Maafin Nenji. Mungkin ini adalah pilihan yang sangat sulit buat Nenji.
Tapi dia sangat menyangi Mamanya. Dan apa yang diingini Mamanya ini, juga pasti
hal yang terbaik buat dia. Dan maafin aku.. aku nggak bisa menolaknya untuk mu.
Ini mungkin yang terbaik Ra. Jujur aku.... aku nggak sanggup untuk
memberitahukanmu soal ini. Tapi kamu harus tahu... kamu harus tau ini
secepatnya, agar kamu bisa relain Nenji. Aku janji aku akan menjaganya dengan
baik untuk kamu. Aku nggak akan ngecewain dia. Dan aku janji... aku nggak akan
menghilangkan rasa cinta dan sayang dia untuk kamu. Ini mungkin hanya sekedar
status, kamu harus tahu cinta Nenji pasti akan selalu ada untuk kamu.”
Aku harus rela
! Yaa.. mungkin hanya itu yang bisa kulakukan sekarang. Bukannya aku juga ingin
menjauh dari kehidupanku sekarang ?? Kalau memang iya, aku harus merelakan
Nenji dengan Zora. Walau ini sangat berat bagiku, melepaskan cinta Nenji yang
begitu sangat ku sayang. Tapi aku harus melakukannya, mungkin ini adalah
pilihan terbaik yang diambil Nenji. Aku harus memahami ini semua. Benar apa
yang dibilang Zora, apa yang diinginkan Mama adalah yang terbaik buat Nenji.
Cinta nggak
harus memiliki. Aku harus merelakan Nenji dengan Zora. Lagian aku bisa melihat
dari tatapan mata Zora. Dia bukanlah gadis yang jahat. Dia gadis yang sangat
baik. Aku bisa melepaskan Nenji ditangannya. Aku percaya pada dia. Dia pasti
bisa menjaga Nenji untukku.
“ Selamat ya Zora ! Aku turut bahagia
atas pertunanganan kalian. Aku ikhlas kok.... kamu tenang aja. Aku percayain
dia sama kamu. Aku nggak akan membenci kamu kok, begitu juga dengan Nenji. Aku
ikhlas kalian berdua bahagia. Lagian kamu sendiri kan yang bilang sama aku,
cinta itu nggak harus memiliki. Aku ikhlasin dia buat kamu. Tolong jaga dia
baik – baik yaa !“ ucapku pada Zora sambil tak pernah berhenti untuk terus
menyeka airmataku yang mulai jatuh satupersatu.
Zora langsung
memelukku. Dia juga ikut menangis bersamaku. Aku bisa merasakan tangisan yang
tulus dari dirinya. Dia pasti bisa merasakan gimana pedihnya hatiku sekarang.
Berat bagiku untuk mengucapkan
semuanya pada Zora tadi. Tapi itu harus aku lakukan. Aku nggak ingin lagi
menambah beban Nenji, apalagi menjauhinya dari Mama yang begitu ia sayang. Aku
harus merelakannya. Jika Ini memang yang terbaik buat dia, aku akan
melakukannya demi cintaku padanya.
Jika
itu Yang Terbaik
Tiada
bisa kulupa saat yang indah, yang terindah
Yang
kita lewati bercinta
Semua
kebiasaan yang kita lalui berdua
Kini
jadi puing kenangan
Sebab
engkau telah pergi
Sambil
menangis kau katakan
Kau
tak akan pernah kembali
Dan
dapat kupahami satu alasan yang kau beri
Apa
yang mereka ingini segala yang terbaik untukmu
Jika
itu memang terbaik untuk dirimu
Walau
berat untukku pisah denganmu
Hapus
sudah air matamu aku mengerti
Ini
bukan maumu, ini bukan inginmu
(
Sendiri aku dalam gelapku, tiada satupun menemaniku )
Setelah mengucapkan semua hal yang
dianggap perlu oleh Zora untuk disampaikan padaku, dia langsung pergi
meninggalkanku. Zora telah pergi melaju dengan mobil jazznya berwarna pink
lembut itu. Kini tinggal aku sendiri... aku yang terpaku dalam semua kebisuan
tentang kehidupan cintaku yang begitu pelik ini.
Aku hanya bisa tersenyum simpul
meratapi semua kisah cintaku. Untuk yang pertama, aku ditinggal oleh orang yang
sangat kusayang selama – lamanya karna dia harus pergi ke dunianya yang baru
karena penyakit leukimianya. Dan sekarang, aku ditinggal oleh orang yang sangat
kusayang, mungkin melebihi rasaku pada dia yang dulu. Tapi kini dia telah
pergi... pergi dengan cerita yang berbeda dengan kisahku yang dulu. Dia pergi
karena dia akan bertunangan dengan orang lain.
Dan kini saatnya aku pergi,
meninggalkan semua cerita masa laluku yang pahit. Dan tersenyum menghadapi
duniaku yang baru disini. Tempat yang mungkin nggak mudah diketahui oleh banyak
orang. Aku yakin, nggak akan ada yang bisa menemukanku disini, kecuali dia
‘NENJI’. Itupun kalau dia juga mencariku dan masih peduli denganku. Dan sepertinya
hal itu tidak mungkin, jadi mungkin aku akan aman berada disini. Aku juga pasti
akan tenang berada disini, mulai sekarang dan mungkin selamanya.
“ Selamat tinggal masa laluku.... “
ucapku dalam hati. Dan memejamkan mataku, diatas tempat tidurku yang baru.
Dikamarku yang baru dan dirumahku yang baru.
***
“ Debra..... maafin aku ! Maafin aku
harus berbohong padamu. “ tutur gadis cantik itu bergulimangan airmata sambil
menyetir jazz pinknya itu.
Saat Indah
Bersamamu
Hari pertama aku berada dirumahku yang
baru. Hmm.... udara yang begitu segar dipagi hari ini. Kubuka jendela dan
kurasakan kedamaian yang menyelimuti hatiku. Kulihat sekeliling kamarku, tempat
tidur yang bertingkat sebanyak dua buah. Kamar ini cukup luas, sehingga bisa
diisi empat orang didalamnya. Dan kini, aku adalah salah satu penghuni kamar
ini.
Tidak ada satupun orang didalamnya
sekarang. Mereka pasti sudah bangun, karna jam sudah menunjukkan pukul sembilan.
Mungkin yang lainnya udah pada berangkat sekolah atau sudah ngumpul bersama
anak – anak lainnya yang tinggal di tempat ini. Tempat yang kumaksud adalah
panti asuhan Bahari. Yaa... aku tinggal disini sekarang. Aku merasakan nyaman
setiap kali berada disini, jadi aku yakin aku pasti akan betah untuk tingal
dalam waktu yang cukup lama ditempat ini.
“ Udah bangun Kak ? Keluar yuuk, kita
sarapan !” sapa gadis yang berparas ayu itu. Vala.
“ Iya dek... kakak mandi dulu ya, ntar
langsung kedepan kok.“ jawabku.
Tempat ini memang tidak seluas rumah
direktur itu. Tapi aku bisa merasakan kehangatan cinta terjalin disini. Semua
orang didalamnya saling menyayangi satu sama lain. Mereka telah mengikat diri
mereka sebagai satu keluarga. Keluarga bahari.... Aku suka dengan nama tempat
ini. Sesuai juga dengan view yang ada didepannya. Yaitu pantai yang indah.
Pantas saja jika dipagi hari, kita
sudah bisa merasakan udara yang begitu segar telah berhembus dari arah pantai
ini. Makanya tempat ini dinamakan dengan Panti Asuhan Bahari, karna tempatnya
yang dekat dengan pantai.
“ Aku kira kakak nggak akan balik lagi
kesini. “ tutur Helen membuka pembicaraan sewaktu kami sarapan.
“ Ya nggak mungkin lah dek. Kakak kan
dulu pernah janji, kakak pasti bakal balik lagi ke tempat ini. Dan sekarang
kakak datang untuk tepatin janji itu, bahkan nggak cuma nepatin aja, kakak juga
akan tinggal disini selamanya.“ balasku dengan memberikan senyuman
kebahagiaanku.
“ Tapi dulu kakak janjinya bakal balik
kesini sama Kak Nenji, dengan status kalian sebagai pasangan kekasih. Kakak
inget kan dulu Kak Nenji pernah ngomong gitu ? Sekarang.. kenapa hanya Kakak
yang datang kesini ?” tanya Vala dengan
raut muka yang sedih.
Aku terdiam mendengar pertanyaan Vala.
Benar apa yang dibilang Vala, dulu Nenji dan termasuk aku pernah berjanji akan
datang ketempat ini lagi berdua, dengan status yang tidak lagi sebagai teman
biasa. Dan sekarang, aku memang datang lagi kesini. Tapi sendiri.... dan
mungkin memang dengan status yang berbeda. Aku datang lagi kesini dengan status
sebagai mantan kekasih Nenji. Hah... Aku nggak pernah menginginkan status itu
dari dia. L
“ Kak Debra... kakak dipanggil sama
Ibu. Katanya kalau kakak udah selesai makan, datang keruangan Ibu ya. “ kata
Nola anak yang tinggal disini juga.
Tadi malam aku memang berjanji pada
Ibu Kepala. Ibu yang punya panti Asuhan ini. Aku akan menjelaskan semuanya pada
dia esok pagi, tentang keputusanku menetap dirumah ini. Aku langsung menyusul
keruangan Ibu Nengsih, aku akan menjelaskannya sekarang.
“ Tapi apa kamu yakin akan menetap
selamanya disini ? Bagaimanapun juga, disini adalah tempat orang yang sudah
tidak punya keluarganya lagi. Sedangkan kamu, kamu masih punya Ibu dan kakak
laki – laki kamu.” Tutur Ibu Nengsih.
“ Mereka bukan keluargaku lagi Bu. “
“ Kata siapa mereka bukan keluargamu
lagi ?”
“ Mereka yang memutuskannya sendiri.
Terutama Bunda, Bunda nggak mau lagi menganggapku sebagai anaknya. Jadi buat
apa aku harus bersama mereka lagi ?”
“ Nggak ada seorang Ibu yang tidak
menganggap anaknya sendiri Debra. Bagaimanapun keadaan anaknya, didalam hati
seorang Ibu, dia pasti sangat menyayangi anaknya itu. Dan dia nggak akan pernah
mau berpisah dari anaknya.”
“ Bunda lebih menyayangi suami barunya
daripada aku Bu.”
“ Mungkin Bunda kamu memang sangat
menyayangi Suaminya, tapi harus kamu ketahui, kasih sayang yang ada didalam
hati seorang wanita pada suaminya, sangat berbeda dengan kasih sayang pada
anaknya sendiri. Kamu bisa lihat dalam kehidupan sehari – hari, seseorang bisa
dengan mudahnya menceraikan atau membenci mantan suaminya, tapi nggak ada
seorang wanita yang akan membenci anaknya. Nggak ada Debra...”
“ Bu.. aku hanya ingin tinggal disini.
Aku mohon tolong ngertiin aku Bu. Tolong kasih aku kesempatan untuk bisa
tinggal disini. Aku mohon... ! Aku nggak punya tempat lagi yang bisa
kutinggali.” Pintaku memelas pada Ibu.
“ Ibu sangat senang kamu tinggal
disini. Ibu pasti bakal izinin kamu. Tapi... Ibu hanya ingin kamu
memberitahukan pada Bundamu. Sekedar lewat surat, atau sms, atau juga mengizinkan
Ibu memberitahukan tentang kamu tinggal disini. “
“ Bu... untuk sekarang aku mohon
jangan. Aku ingin tahu apakah mereka benar – benar menyangiku atau tidak. Jika
mereka memang sangat peduli dengan aku, aku yakin cepat atau lambat mereka
pasti akan menemukan aku disini, kalau mereka memang betul – betul mencariku.”
Sejenak Ibu terdiam memikirkan kata –
kataku. Kemudian baru bisa berkata, “ Yaudah.. kalau kamu inginkan seperti itu.
Ibu izinkan kamu tinggal disini sampai kapanpun kamu mau.” tutur Ibu sambil
memelukku.
“ Makasi ya bu. “ jawabku.
Ternyata tinggal disini bukanlah
sesuatu yang buruk. Semuanya benar – benar asyik dan nyaman. Banyak hiburannya
juga. Aku bisa main ke pantai bareng anak – anak lainnya, bernyanyi bersama
bareng mereka. Bahkan cerita – cerita dengan Vala, Helen, dan Nola hingga larut
malam dikamar kami. Aku merasakan kehangatan sebuah keluarga disini. Dan
sekarang tepat sudah satu minggu aku berada dipanti asuhan ini. Aku sangat
betah untuk berdiam lama – lama disini.
Segala yang berbaur dengan masa laluku
sudah kutinggalkan dan kubuang jauh – jauh. Termasuk kartu ku yang lama. Aku
sengaja mengganti nomor handphoneku sejak pertama aku tinggal di panti asuhan
ini. Agar tak ada yang bisa menghubungiku lagi, dan membiarkanku tenang bersama
kehidupanku yang baru.
Aku melirik kalender yang ditempelkan
didinding. Tanggal 27 November... hari
ini adalah hari pertunanganan Nenji. Aku langsung mengambil tas unguku, mencari
undangan yang kusimpan didalamnya. Acara akan berlangsung pukul 7 malam. Dua
jam lagi dari sekarang. Semuanya pasti sedang bersiap – siap menyambut dengan
gembira hari yang sangat special ini.
Aku membayangkan bagaimana cantiknya
Zora malam ini. Dengan gaun putih yang sangat indah, rambut ikalnya yang diikat
atau dibiarkan terurai. Pasti membuatnya keliatan sangat cantik. Dan.... begitu
juga dengan Nenji. Dengan jaz hitam dan dandanan yang sangat rapi, Nenji pasti
terlihat sangat gagah, ala pengusaha muda gitu.
Dan mereka berdua nanti akan
disandingkan duduk berdua, dan memakaikan cincin di jari manis pasangannya.
“Wuaa.. pasti
sangat romantis. Hmm.. andaikan aku yang berada disana.” ucapku dalam hati
sembari tersenyum sedih. Membayangkan semua kejadian indah itu. Kejadian yang
aku impikan bisa melakukannya bersama Nenji. Tapi sayang, semuanya hanyalah
harapanku saja. Harapan yang nggak akan pernah jadi sebuah kenyataan.
“ Kakak pasti
kangen yaa sama Kak Nenji ?” tegur Helen yang tiba – tiba datang menghampiriku
yang sendirian dikamar sejak tadi.
“ Hmm... nggak
kok dek. Kakak cuma mau buang undangan ini aja. “
“ Jangan
boongin perasaan sendiri kak. Kalau kangen ya bilang aja kangen. Lagian nggak
mungkin kan, kakak bisa ngelupain Kak Nenji secepat itu ?”
“ Sekarang
kakak udah bisa lupain dia kok. Kakak udah nggak ingat lagi sama dia.”
“ Jangan boong
kak..... mata kakak nggak ngomong kayak gitu. Mata kakak bisa ngeliatin kalau
kakak sangat rindu sama Kak Nenji sekarang. Kakak pasti pengen ketemu sama dia
kan ? Jujur kak sama aku...! “
“ Nggak ada
gunanya juga dek kalau kakak kangen atau pengen ketemu dia sekarang, toh dia
juga udah jadi milik orang lain. Dia nggak mencintai kakak lagi kok. Nenji...
hmm.. mungkin Nenji nggak bener – bener sayang sama kakak “
“ Kakak Salah
! Kak Nenji sangat sayang sama kakak. Bahkan mungkin dia jauh lebih menyayangi
kakak dibandingkan Kak Dinda. Setelah pertemuan kita waktu pertama kali itu,
Kak Nenji dan aku sering telfonan dan curhat satu sama lain. Kak Nenji nggak
pernah henti – hentinya ceritain tentang kakak. Ceritain bagaimana sayangnya
dia sama kakak. Cinta dan sayang Kak Nenji begitu dalam kak buat Kak Debra. Dia
sangat menyayangi kakak.”
“ Tapi nggak
ada gunanya lagi sekarang. Dia memilih jalan pertunanganan ini dek. Dia memilih
untuk mengakhiri cintanya dengan kakak.”
“ Tapi aku
yakin, Kak Nenji nggak pernah menginginkan hal ini terjadi. Dia sangat menyangi
kakak untuk sekarang dan sampai kapanpun itu. Dan aku juga sangat yakin, suatu
saat cinta kakak dan Kak Nenji pasti akan bersatu lagi. Walau kita sendiri
nggak tau kapan waktu itu akan datang.”
“ Hmm... kakak
nggak mau lagi terlalu berharap dek. Yaudahlah nggak usah dibahas. Kakak mau
pergi keluar dulu bentar, bilangin sama Ibu yaa.”
“ Kakak mau
pergi kemana ? Bentar lagi udah mau malem loh kak ?”
“ Bentar doang kok, Cuma pengen liatin sunset aja. Kakak pergi dulu ya.”
“ Bentar doang kok, Cuma pengen liatin sunset aja. Kakak pergi dulu ya.”
Aku berjalan menelusuri tepian pantai
ini. Pasir yang lembut, ombaknya yang biru, membuatku begitu nyaman berada
ditempat ini. Apalagi udaranya yang begitu sejuk. Hmm... nggak perlu jauh –
jauh deh untuk menikmati pantai yang indah kayak di Bali. Disini juga kamu udah
ngedapetinnya.
Tapi sejenak ketenangan hatiku mulai
terkikis oleh rasa kesedihanku. Kesedihan akan mengingat semua moment special
yang akan berlangsung hari ini. Pamasangan cincin oleh Nenji dan Zora. Mereka
berdua akan menjadi pasangan kekasih yang saling mencintai untuk selamanya.
Pasti sangat senang berada diposisi Zora.
Hadir dengan gaun yang indah,
berdampingan dengan pangeran tampan seperti Nenji. Disaksikan oleh banyak
orang, bahwa kalian berdua akan mengikat satu sama lain. Wuaa... moment yang
sebenarnya sangat kutunggu untuk bisa melakukannya bersama Nenji.
Hatiku terasa sangat berat karna
menahan rasa sakit dan kesedihan ini. Dadaku terasa sesak, entah untuk menahan
tangis atau karna kerinduan yang begitu dalam pada sosok Nenji yang sangat
kucinta. Kini tiada lagi kurasakan, suara merdunya menyapaku, tawanya yang
renyah selalu membuatku tersenyum, nyanyian merdunya yang bisa teduhkan hatiku,
dekapan hangatnya yang membuatku bisa bangkit lagi merasakan indahnya cinta.
Dan kini, semuanya telah hilang, semuanya musnah dan mungkin tiada lagi bisa
kurasakan hal yang seperti ini.
Mungkin benar apa yang dibilang Helen,
aku nggak akan pernah bisa berbohong untuk menutupi bagaimana rindunya aku pada
sosok Nenji. Aku memang sangat merindukannya. Mungkin dibibir, aku bisa
mengatakan bahwa aku telah melupakannya, aku sama sekali tak mengingatnya lagi.
Tapi jauh didalam relung hatiku, semuanya berbanding terbalik. Aku sangat
merindukan Nenji, aku sangat merindukan dia ! Nggak akan ada yang pernah bisa
menggantikan dia lagi dihatiku.
Dialah semangat hidupku, dialah yang
membuatku bangkit dari semua keterpurukan ini. Dialah yang membuat aku bisa
bertahan menghadapi semuanya. Lalu dimanakah Nenji yang sangat kucintai itu ?
Mungkinkah dia benar – benar hilang ? Mungkinkah dia benar – benar pergi dari
kehidupanku selamanya ?
Aku memang ikhlas, jika dia sekarang
lebih memilih Zora dibandingkan aku. Tapi sungguh..... keikhlasanku bukan
berarti kekuatanku untuk menghadapi semua ini. Aku nggak bisa, aku nggak
sanggup !
Aku kembali merasakan kepahitan cinta
itu lagi. Setelah dulu dengan susah payah aku mencoba bangkit ditinggal Yoga.
Dua cinta yang mempunyai cerita yang sama. Yaitu mereka berdua harus pergi
meninggalkanku untuk selamanya. Kenapa harus ada pertemuan jika akhirnya kami
akan berpisah juga ??
Pertama Yoga, kekasih yang sangat aku
cintai dulu. Selama berapa tahun, aku menghabiskan waktuku bersamanya. Lelaki
yang sangat baik, dan mau menuruti semua keinginanku. Tapi dia harus pergi
meninggalkanku untuk selamanya. Menghadapi dunianya yang baru karna penyakit
leukimianya itu. Dulu aku sangat berharap dialah yang akan menjadi pendamping
hidupku selamanya. Namun ternyata semua harapan itu sirna. Setelah dia mengakhiri
hidupnya dengan semua cerita pahit tentang keluarganya.
Dan kini Nenji. Dia lah yang membuatku
kembali merasakan hangatnya sebuah cinta. Dialah yang membuatku bangkit lagi.
Dia yang kembali membuatku tersenyum. Dialah yang membuka mataku untuk berani
menghadapi dunia ku yang baru meski Yoga telah pergi dari hidupku selamanya.
Semuanya karena dia. Karena dia yang ada disampingku. Aku bisa bertahan karna
ada dia.
Dan sekarang, dia telah pergi untuk
selamanya. Dengan cerita yang berbeda dari Yoga. Dia pergi untuk bertunangan
dengan orang lain. Yang itu artinya dia telah menjadi milik orang lain mulai
sekarang dan selamanya. Lalu sanggupkah aku bertahan tanpa ada dia disampingku
?? Lalu masih sanggupkah aku tersenyum manghadapi semuanya ini ?
Ya Tuhaan... ini sangat berat bagiku.
Aku nggak tahu lagi mesti berbuat apa sekarang. Rasanya sangat pedih dan sangat
sakit untuk menahan luka disini.
Tapi aku tau, aku nggak boleh lemah
seperti ini. Dulu aku bisa bangkit setelah ditinggal Yoga. Kenapa sekarang
nggak ? Aku harus bisa.. aku harus bisa bertahan ditinggal Nenji. Karna dialah
yang mengajariku bagaimana caranya untuk bertahan dari kepahitan semua ini.
Trik lama Nenji. Yaa.. mungkin aku
harus mencoba itu lagi. Menuliskan semua keluh kesahku, dan memasukkannya ke
dalam sebuah botol. Aku langsung bergegas untuk mencari botol kosong yang ada
ditepi pantai ini. Aku menemukannya dengan sebuah kertas kosong yang sangat
kotor. Tapi aku butuh sesuatu yang bisa untuk ditulis.
Kulihat warung yang ada didekat pantai
ini. Ternyata masih buka. Aku membeli pena dan langsung menuliskan semuanya.
Mulai dari kesedihanku, hingga harapanku untuk bangkit lagi.
Setelah selesai menuliskan semuanya,
aku langsung berjalan mendekati pantai. Aku ingat, Nenji pernah bilang, ‘Setelah
aku selesai melemparkan botol ini sejauh mungkin ketengah lautan, aku harus
berteriak menyebutkan harapan yang aku inginkan untuk bisa bangkit lagi.’ Aku
langsung melemparkan botol ini sejauh mungkin. Dan kini botol itu telah
terlempar jauh. Saatnya aku sekarang yang harus menyerukan harapanku itu.
Tapi bibir ini terkunci rapat. Sulit
rasanya untuk menyebutkan harapanku yang ingin melupakan Nenji. Tapi aku harus
mencobanya terus, aku yakin aku bisa.
“ Nenjiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii !!!! Aku
sangat merindukanmu ! Aku sangat mencintaimu ! Kamu dimana sekarang ??! Kenapa
kamu sama sekali nggak ada mencariku ketempat ini ? Aku ingin bertemu kamu
Nenji ! Aku sangat merindukan kamu ! Aku ingin bertemu kamu walau cuma sekali
saja. Aku ingin melihat senyum kamu. Aku ingin melihat semua tentang dirimu.
Please cari aku ! Temui aku ditempat ini ! Aku sangat mencintai kamu. Dan aku
akan terus tetap menunggumu disini, sampai kamu datang mencariku lagi. Temui
aku Nenji ! Temui aku !”
Hanya kata – kata itulah yang bisa
kuucapkan. Kata – kata yang sangat jauh berbanding terbalik dengan apa yang
kutuliskan dibotol tadi. Aku nggak tau kenapa aku bisa mengatakan hal itu.
Mungkin itulah sebenarnya isi hatiku sekarang. Aku yang sangat merindukan
Nenji. Aku yang ingin dia menemui aku lagi ditempat ini. Itulah isi hatiku
sebenarnya. Dan aku nggak bisa untuk membohongi itu.
Aku terduduk lemah diatas pasir ini.
Aku menangis sejadinya – jadinya, setelah mengucapkan semua kalimat itu. Aku
ingin melepaskannya sekarang. Kesedihan hatiku semakin bertambah mendapati
sunset yang sudah ada didepan mataku. Aku teringat semua saat – saat indah yang
aku lalui bersama Nenji dulu. Terutama kejadian kita dipantai itu. Duduk berdua
memandangi sunset, dan menyandarkan diriku dibahu Nenji. Setelah melepaskan
semua kesedihanku. Tapi kini.. aku sendiri. Aku hanya sendiri melihat sunset
ini. Kini tiada lagi dirinya disampingku. Tiada lagi Nenji Alvaro yang
menyemangatiku. Sejenak kupejamkan mata, mengingat semua kenangan manis yang
kulalui bersama Nenji dulu.
***
“
Harus ku akui... akui apa cliquers ?” seru Pasha
“ Aku sayang kamu .. “ jawab cliquers
“ Apa lagi ?” tanya Pasha
“ Aku cinta kamu..” lanjut cliquers
“ Pada siapa ?”
“ Oh hanya pada dirimu “ sambung
cliquers.
Wuaa.. suasana yang sangat heboh
dikonser Ungu. Bukan hanya kali ini saja, tapi setiap konser yang diadakan Ungu
pasti akan selalu heboh bersama penggemarnya, cliquers. Yap.. ini memang
kegiatan rutin yang aku lakukan dulu. Kumpul bareng cliquers, dan pergi konser bareng
mereka disetiap event dimanapun Ungu tampil. Yaa kecuali luar kota. Mana
mungkin aku diizinkan pergi keluar kota ? Paling cuma Jakarta dan sekitarnya
saja.
Nonton konser bareng anak cliquers itu
seru banget. Namanya juga kita sehati. Yaitu sama – sama pecinta band yang
sangat fenomenal ini, Ungu. Disaat konser berlangsung, kita nggak henti –
hentinya nyanyi dan lompat bersama. Berdiri paling depan lagi. Jadi bisa dengan
sepuasnya teriakin nama personil yang kami suka, salaman langsung sama mereka.
Bahkan kalau Ungunya nggak lagi capek habis manggung, kita bisa kumpul – kumpul
dulu sama mereka di backstage. Seru nggak tuh ??
Kegiatan cliquers nggak cuma itu aja.
Diluar jam konser, kita juga adain kumpul bulanan anak – anak cliquers. Cerita
– cerita, ngadain rencana atau apalah. Dan kalau bulan puasa datang, kita pasti
persiapin untuk acara buka bareng sama Ungu.
Yap.. itu memang semua kegiatan
rutinitasku sebelum Yoga meninggal. Boleh dibilang, aku nggak pernah absen
untuk datang dan kumpul bareng cliquers. Tapi semenjak Yoga pergi, aku jadi
nggak semangat ngapa – ngapain. Males banget rasanya untuk beraktivitas lagi.
Apalagi kalau pergi konser. Karna terang saja, Dulu aku pergi konser karna ada
Yoga yang senantiasa akan menjaga aku. Setelah Yoga pergi, siapa yang bakal
menjaga aku nantinya ??
Tapi untungnya aku sekarang sudah
punya Nenji. Si wajah tampan yang sangat mirip dengan idolaku itu, Pasha Ungu.
Semenjak kehadiran dia, aku nggak mau lagi untuk ketinggalan kumpul bareng
cliquers. Dan sekarang aku sudah berdiri diantara mereka, sahabatku yaitu anak
– anak cliquers. Kami disini datang untuk menyaksikan konser Ungu yang diadakan
di Senayan Jakarta.
Seru banget ! Apalagi tadi kita udah
nyanyi bareng juga. Lagu Saat Indah Bersamamu. Hmm.. kehangatan persahabatan
yang terjalin sesama cliquers terasa kental disini. Dan sekarang, aku juga
nggak sendiri untuk menonton konsernya. Ada Nenji yang berdiri disampingku. Dia
kan juga pecinta Ungu, pastinya dia juga nggak mau ketinggalan dong nonton
konser Ungu bersamaku.
“ Kamu percaya nggak yaang suatu saat
aku akan ada disana bareng mereka ?” tanya Nenji ditengah hiruk-pikuknya
suasana konser malam ini.
“ Mereka ? Mereka siapa maksud kamu ?”
“ Ya Ungu lah ! Siapa lagi ?”
“ Hoho... mimpi banget kamu yaang !
Emangnya mau ngapain berada disana bareng mereka ? Megangin kabelnya kamu ?”
ledekku
“ Diih.... enak aja kamu ! Ya kamu kan
tau sendiri yaang, aku lagi giat – giatnya rekaman album aku sekarang. Ciptain
lagu, dan bikin demo biar ntar aku bisa jadi kayak mereka. Band aku bisa
dikenal banyak orang, dan disaat launching album aku besok, ada Ungu-nya juga.
Hebat nggak tuh ?”
“ Yaa aku dukung banget, supaya
Zherocliq sukses. Tapi... kalau ada Ungu dilaunching album pertama kamu nanti,
kayaknya mimpi banget deh ! Mana mungkin band sekelas Ungu, bakal jadi bintang
tamu dilaunching pertama album kamu ? Berani bayar berapa kamunya ?”
“ Yee.. bukannya aminin impian aku,
malah dipatahin gitu. Maksud aku bukan gitu yang. Gini... misalnya ntar Ungu
adain konser special banget buat para cliquersnya. Nah.. band aku juga ngisi
acara disana. Karna Zherocliq kan isinya anak cliqeurs semua. Band yang berasal
dari pecinta Ungu. Dan Ungu termasuk band inspirasi kami. Jadi nggak ada
salahnya kan, kalau kami juga ikut manggung bareng mereka ? Nah disana,
langsung kita semua promo album pertama kita.”
“ Hmmm... amiiiiin ! Kalau kayak gitu
mah, aku masih bisa percaya kalau bakal terwujud. Hehe..”
“ Ada lagi yang !”
“ Apa ?”
“ Itu kan impian dalam hidup aku, yang
ingin aku wujudin. Tapi ada lagi dibalik itu semua, impian yang sangat besar
dan aku berharap banget itu bisa terjadi.” Ucap Nenji dengan penuh semangat.
“ Apa emangnya ?”
“ Impian terbsear dalam hidup aku itu
ya Kamu ! Aku ingin di launching album pertama aku nanti, kamu harus datang
memberikan semangat aku. Karna jika kamu nggak datang, semuanya nggak akan ada
artinya buat aku. Band aku, lagu – lagu aku, semuanya aku persembahin buat
kamu. Semua lagu aku, keinspirasi dari kamu. Cerita cinta tentang kita berdua.
Jadi nggak akan ada gunanya, jika konser itu berlangsung nanti, tapi kamunya
malah nggak ada. Semangatku pasti akan hilang.”
Aku tersenyum mendengar impian
terbesar Nenji itu. Siapa sih cewek yang nggak akan tersanjung mendengar
pernyataannya barusan ? Konser pertama yang dia persembahkan untuk diri kita
sendiri. Aku sangat bahagia menjadi kekasih Nenji. Mempunyai Nenji dalam
hidupku.
“ Makasih ya yaang. Aku janji, Aku
pasti bakal datang dikonser pertama kamu nanti” jawabku sambil memeluk Nenji.
“ Kak Debra ?? Kak.... bangun kak !
Aduu... kenapa malah tidur disini sih Kak ? Udah malem gini lagi. Kak bangun
dong !” tutur Helen sambil menguncang – guncangkan tubuhku.
“ Ada apa sih Len ?” ucapku sambil
berusaha membuka kelopak mataku yang sangat sulit untuk dibuka. Aku nggak tahu
entah ini karena aku tidur terlalu lama disini, atau karna tidur yang bercampur
dengan tangisanku.
“ Kakak ngapain tidur disini sih ?
Bukannya balik ke panti ?” gerutu Helen.
Aku melihat sekelilingku. Ini masih
dipantai dan sangat gelap. Pasti ini sudah malam, berarti aku ketiduran tadi
disini. Aku nggak tau berapa lama aku tertidur disini, hingga sekarang aku
hanya bisa melihat cahaya bulan yang sangat terang dilangit sana.
Dan soal konser tadi. Itu semua bukan
mimpi dalam tidurku. Tapi itu memang pernah terjadi. Aku yakin, pasti tadi aku
mengingat semua kenangan indahku bersama Nenji. Hingga akhirnya membawa aku
kedalam suasana konser waktu itu. Satu Bulan yang lalu di Senayan Jakarta.
Nenji menyebutkan semua impian terbesar dalam hidupnya padaku. Dan kini, semua
impian itu hanya tinggal sebuah mimpi. Sebuah angan yang nggak akan mungkin
terwujud.
Nenji pasti
tidak inginkan aku lagi berada di konser pertamanya nanti. Karna Zora lah yang
akan menggantikan aku disana sekarang. Kehadiran dialah yang sangat ditunggu
Nenji, karna Zora adalah tunangan Nenji. Pendamping hidup Nenji, bukan aku.
Mungkin tadi
aku hanya bisa mengingat kembali semua kenangan manis itu. Saat indah yang
kulalui bersama Nenji, yang kini hanya bisa menjadi sebuah lukisan kisah cinta,
yang hanya bisa dipandang, dilihat dan dijadikan sebuah memori. Memori yang
nggak akan pernah bisa terwujudkan lagi.
Semua kenangan
manis, saat indah bersama Nenji akan selalu tersimpan didalam hatiku. Karna
dialah kekasih yang terbaik yang pernah aku miliki.
0 komentar:
Posting Komentar